Pro Kontra Tapera
Program Tapera Ditolak Mentah-mentah Buruh dan Pengusaha Jateng, Ini Alasan Mereka
Program Tapera yang dicanangkan pemerintah ditolak mentah-mentah buruh dan pengusaha di Jateng lantaran makin membebani.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dicanangkan pemerintah ditolak mentah-mentah buruh dan pengusaha di Jawa Tengah (Jateng).
Buruh menilai, program itu akan semakin memberatkan di tengah kondisi upah rendah.
Selain itu, sistem Tapera juga tak jelas. Buruh khawatir, iuran yang terkumpul akan disalahgunakan pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, gaji atau upah setiap buruh akan dipotong 3 persen untuk iuran Tapera.
Iuran tiga persen itu tak sepenuhnya ditanggung buruh. Sebesar 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung buruh.
Aturan ini berlaku pula bagi pekerja mandiri atau freelance, yang akan mendapat potongan 3 persen atas penghasilan mereka.
Bagi pekerja swasta dan mandiri, aturan ini berlaku mulai 2027.
"Kami masih melakukan kajian, ketika ini membahayakan uang-uang buruh maka kami lakukan penolakan," ujar Koordinator Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) Jateng, Karmanto saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Bupati Kebumen Ajak Buruh Bersyukur Upah Minimum Naik 86 Ribu di Tahun 2024
Karmanto menilai, kondisi buruh di Jateng memprihatinkan. Apalagi, UMK 2024 yang mereka anggap rendah terancam makin anjlok lantaran penetapannya digugat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Upah sudah murah, masih digugat, dan dipotong lagi untuk Tapera," ucapnya.
Berkaitan dengan rumah, lanjut Karmanto, pemerintah seharusnya memperbaiki program yang sudah ada, bukannya membebani buruh.
Karmanto menyebut, pemerintah pernah mewacanakan subsidi rumah murah untuk buruh di Jateng melalui BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian PUPR.
Sayangnya, program itu banyak ditolak buruh karena lokasi pembangunan rumah murah sistem pinjaman lunak itu jauh dari tempat kerja buruh.
"Lokasinya tidak strategis dan jauh dari fasilitas umum. Jaraknya 30-40 km dari tempat kerja, tentu akan menguras tenaga dan uang," paparnya.
Ketakutan lain buruh, iuran dari tetes keringat mereka bakal disalahgunakan pejabat.
Karmanto khawatir, Tapera menjadi ladang baru pemerintah memungut uang rakyat.
"Bukannya mencurigai, faktanya, kami disuguhkan macam-macam korupsi oleh aparatur pemerintah dan penegak hukum. Kami khawatir, uang dalam tapera nanti jadi ladang korupsi lagi," paparnya.
Sementara, Divisi Bidang Buruh LBH Semarang, M Safali menuturkan, kebijakan Tapera dinilai sangat tidak cocok dengan kondisi buruh di Jateng yang masih memiliki masalah seabrek.
Selain upah rendah, buruh di Jateng harus menghadapi masalah lain di antaranya outsourcing.
"Urgensinya aturan Tapera itu apa? Untuk siapa? Untuk buruh tapi apakah buruh sudah dilibatkan? Kami mempertanyakan hal itu," katanya, terpisah.
Safali menuturkan, terkait kebijakan Tapera ini, sikap buruh Jateng meminta partisipasi pembentukan kebijakan ini.
"Jika Tapera berkaitan dengan hajat hidup dari buruh maka upaya dari pemerintah memastikan ada aspirasi dari buruh," katanya.
Baca juga: UMK Karanganyar 2024 Tertinggi di Solo Raya, Serikat Pekerja dan Apindo Sama-sama Sambat
Ia menambahkan, kebijakan Tapera memiliki sistem tidak jelas seperti berapa lama pungutan Tapera dan bagaimana mekanisme Tapera bagi buruh yang nantinya kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Mekanisme taktisnya itu harus jelas," imbuhnya.
Duplikasi Layanan BPJS Ketenagakerjaan
Penolakan juga disampaikan Apindo Jateng. Ketua Apindo Jateng Frans Kongi meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, terutama bagi perusahaan swasta.
"Kami minta kepada pemerintah supaya Tapera ini jangan diperlakukan dulu bagi perusahaan swasta."
"Tapi, silakan (bila diberlakukan) untuk ASN, TNI, atau Polri," kata Frans saat dihubungi, Rabu (29/5/2024).
Menurut Frans, kebijakan mengenai Tapera ini bakal menambah beban perusahaan.
"Sekarang, kewajiban kami terhadap karyawan atau premi yang kami bayar, baik untuk Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, kesehatan karyawan, dan juga untuk pesangon itu sudah tinggi sekali, mencapai 19 persen."
"Ini sudah terlalu berat bagi dunia usaha, apalagi kalau beban ditambah," ujarnya.
Baca juga: Alasan Pj Gubernur Tetapkan UMK Jateng Rata-rata Rp89 Ribu atau 4 Persen
Frans menilai, kebijakan Tapera ini bersifat duplikatif mengingat pembiayaan perumahan bagi rakyat sudah ada manfaat layanan tambahan dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Itu ada dana Jaminan Hari Tua, ada Rp460 triliunan. Aturannya, (Sesuai PP nomor 21 Tahun 2024), 30 persen bisa dipakai untuk perumahan pekerja dan itu masih banyak, belum dipergunakan."
"Jadi, bagi kami, itu sebenarnya duplikasi kalau ada Tapera lagi. Sehingga, kami minta kepada pemerintah supaya Tapera ini jangan diberlakukan dulu bagi perusahaan swasta," ungkapnya.
Frans mengakui, program Tapera memiliki tujuan baik di mana untuk kesejahteraan buruh dalam hal kepemilikan rumah.
Namun, ia menyayangkan bila itu harus dibebankan ke perusahaan.
"Perlindungan sosial itu menjadi kewajiban pemerintah. Kita (pengusaha) tidak bisa melaksanakan ini, terlalu berat bebannya," keluhnya. (iwn/idy)
Baca juga: PPDB 2024 SMA/SMK Negeri Jateng Dimulai 6 Juni: Ada Kuota Khusus Anak Panti Asuhan dan Putus Sekolah
Baca juga: Berhasil Produksi Bahan Bakar Ramah Lingkungan, PT KPI Cilacap Langsung Ekspor ke Singapura
Serikat Burut Minta MK Cabut UU Tapera, Tunjuk Adanya 6 Pasal Bermasalah |
![]() |
---|
Ini Alasan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Setuju Tapera Ditunda |
![]() |
---|
Buruh Jateng Demo Tolak Tapera, Tuding Program Akal-akalan Himpun Dana Rakyat secara Paksa |
![]() |
---|
Tegas Tolak Sistem Tapera, Apindo Siap-siap Ajukan Gugatan ke Mahkaham Agung |
![]() |
---|
Setoran Tapera Bukan Iuran Melainkan Tabungan, Moeldoko: Bisa Ditarik Uang Fresh saat Pensiun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.