Pro Kontra Tapera

Program Tapera Tak Logis bagi Buruh Jateng: Iuran 230 Tahun Baru Bisa Beli Rumah Subsidi Rp166 Juta

Menilik harga rumah subsidi 2024 di Jawa yang mencapai Rp166 juta, buruh di Jateng baru bisa memiliki rumah subsidi setelah 230,5 tahun.

Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Ilustrasi Tapera. Karyawan di Jateng mengeluhkan penerapan Tapera. Jika dihitung dengan UMR Jateng, buruh baru bisa membeli rumah bersubsidi Rp166 juta dalam waktu 230,5 tahun. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Kebijakan pemerintah terkait Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bikin pekerja swasta di Jawa Tengah makin menjerit.

Dengan nominal upah minimum regional (UMR) terendah se-Pulau Jawa, potongan 3 persen untuk Tapera bakal membuat buruh Jateng makin mengencangkan ikat pinggang.

Saat ini, UMR Jateng ditetapkan di angka Rp2.036.947.

Dalam Pasal 7 PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024, Tapera tak hanya diwajibkan untuk pekerja swasta namun juga untuk ASN, TNI, Polri.

Pada Pasal 5 ayat 3 disebutkan, setiap pekerja yang menerima upah paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera, baik karyawan swasta, mandiri, dan lainnya.

Besaran potongan 3 persen tersebut ditanggung bersama pekerja dan pemberi kerja.

Pembagiannya, 0,5 persen dibebankan kepada pemberi kerja atau perusahaan dan 2,5 persen menjadi tanggungan karyawan atau buruh penerima kerja.

Baca juga: Program Tapera Ditolak Mentah-mentah Buruh dan Pengusaha Jateng, Ini Alasan Mereka

Pembagian tersebut tertuang pada Ayat 2 Pasal 15 PP 21 Tahun 2024.

Mengacu pada UMR Jateng tersebut, gaji buruh atau karyawan perusahaan swasta di Jateng akan dipotong sekitar Rp60 ribu per bulan.

Menilik harga rumah subsidi 2024 di Jawa yang mencapai Rp166 juta, buruh di Jateng baru bisa memiliki rumah subsidi setelah 230,5 tahun.

"Benar-benar konyol, misalnya Rp60 ribu setiap bulan, butuh 250 tahun untuk bisa membeli rumah subsidi yang harganya di atas Rp160 juta," kata Satria (44), satu di antara buruh pabrik di Kota Semarang, Rabu (29/5/2024).

Dari hal tersebut, Satria pun merasa kehidupan pekerja semakin tersudut di tengah himpitan perekonomian.

"Untuk kehidupan sehari-hari saja kurang, masih dipotong (Tapera) lagi."

"Bayangkan, buruh dengan dua anak harus membiayai pendidikan anaknya yang tak murah, belum lagi naiknya harga kebutuhan pokok."

"Kami terus digencet aturan pemerintah, bukanya menyejahterakan pekerja malah membuat kami semakin sekarat," katanya.

Sementara itu, Taufik Riyadi (36), karyawan supermarket di Kota Semarang berujar, Tapera memiliki manfaat positif.

Meski begitu, menurutnya, wajar jika banyak pekerja menolak.

Baca juga: Alasan Pj Gubernur Tetapkan UMK Jateng Rata-rata Rp89 Ribu atau 4 Persen

Dia mengatakan, pemerintah harus memastikan manajemen Tapera benar-benar baik karena dana yang dihimpun adalah dari masyarakat kecil.

Seperti halnya BPJS Kesehatan, yang ditolak masyarakat di awal peluncuran tetapi kini dirasakan manfaatnya, pemerintah harus bisa memastikan Tapera pun bermanfaat.

"Yang ditakutkan adalah dana tersebut dikorupsi dan bukan diperuntukkan untuk masyarakat kecil," katanya. (*)

Baca juga: PPDB 2024 SMA/SMK Negeri Jateng Dimulai 6 Juni: Ada Kuota Khusus Anak Panti Asuhan dan Putus Sekolah

Baca juga: Enam Caleg PDIP Mundur meski Lolos ke DPRD Jateng, KPU Segera Klarifikasi Pimpinan Partai

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved