Pembunuhan
Dua Kasus Pembunuhan oleh ODGJ dalam Sebulan, Kapolres Purbalingga: Ini Peringatan Keras
Kapolres menyoroti perlunya sistem pendukung yang lebih baik untuk mencegah tragedi serupa terulang.
Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Dua peristiwa pembunuhan sadis yang terjadi di Kabupaten Purbalingga dalam kurun waktu sebulan terakhir menyisakan keprihatinan mendalam.
Kedua kasus ini memiliki benang merah yang sama: pelaku diduga merupakan Orang Dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ).
Menyikapi tren yang mengkhawatirkan ini, Kapolres Purbalingga, AKBP Achmad Akbar, angkat bicara.
Ia menyebut rentetan kejadian ini sebagai peringatan keras bagi semua pihak untuk membangun sistem penanganan kesehatan jiwa yang lebih baik di masyarakat.
Baca juga: Pembacokan Dua Lansia Purbalingga Dipicu Dendam Perundungan Pasien ODGJ
Dua Kasus dalam Sebulan?
AKBP Achmad Akbar memaparkan dua kasus menonjol yang kini ditangani pihaknya.
Pertama, kasus seorang ayah di Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, yang dibunuh oleh anak kandungnya sendiri berinisial K (18) pada Minggu (21/9/2025) lalu.
"Pelaku sudah kita rujuk ke RSUD Banyumas dan sampai saat ini kami masih observasi terhadap kondisi kejiwaannya," ungkap Kapolres, Rabu (1/10/2025).
Kasus kedua adalah tragedi yang baru saja terjadi hari ini di Desa Baleraksa, Kecamatan Karangmoncol, di mana sepasang suami istri tewas di tangan keponakannya, MA (27), yang juga diduga mengalami gangguan jiwa.
Bagaimana Penanganan Hukumnya?
Untuk kedua kasus, polisi menerapkan mekanisme penanganan khusus.
Meskipun proses penyidikan awal tetap berjalan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), para pelaku wajib menjalani observasi kejiwaan di rumah sakit.
"Indikasi gangguan kejiwaan pada dua peristiwa ini mewajibkan kita untuk mengobservasi lebih lanjut. Karena itu, jika membahas motif tertentu kami belum bisa mengungkap. Kami perlu kerja sama observasi terlebih dahulu dengan tim medis yang lebih ahli," ujar AKBP Achmad Akbar.
Hasil observasi medis inilah yang nantinya akan menjadi pertimbangan penting dalam proses hukum selanjutnya, yang akan didiskusikan bersama pihak kejaksaan dan pengadilan.
Apa Akar Masalah Utamanya?
Lebih dari sekadar proses hukum, Kapolres menyoroti akar masalah yang lebih dalam, yakni lemahnya sistem pendukung bagi penderita gangguan kejiwaan di lingkungan masyarakat.
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur penanganan ODGJ.
"Edukasi, empati dan dukungan agar penderita mendapatkan pertolongan medis sangatlah penting. Dinas terkait harus bersama-sama dengan kepolisian untuk menangani gejala sejak dini, agar tidak berkembang dan menjadi tindakan yang membahayakan orang lain," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.