Polemik Revisi UU TNI
4 Poin Sorotan Kontras Soal Revisi UU TNI: Hilangnya Profesionalitas Hingga Potensi Kekerasan TNI
Kotras menolak pengesahan revisi UU TNI lantaran sejumlah alasan, di antaranya kembalinya dwifungsi ABRI hingga kekerasan oleh TNI meningkat.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, menyoroti rapat tertutup pemerintah dan DPR RI membahas revisi UU TNI di Fairmont Hotel, 14-15 Maret 2025.
Mereka pun meminta pembahasan RUU TNI ditunda lantaran dinilai mencederai rakyat.
"Kami menyampaikan keresahan dan tuntutan untuk meminta menunda pembahasan RUU TNI karena proses dan juga substansi yang masih banyak keganjilan," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Minggu (16/3/2025).
Rapat tersebut juga sempat mendapat interupsi dari Koalisi Masyarakat Sipil. untuk Reformasi Sektor Keamanan, Sabtu (15/3/2025).
Baca juga: Pembahasan Revisi UU TNI Digelar Tertutup di Hotel Mewah, Usman Hamid: Janggal!
Tiga aktivisnya menggeruduk rapat dan meminta pembahasan revisi UU TNI dihentikan
Dimas mengatakan, banyak hal bermasalah dalam revisi pada UU TNI yang dibahas pemerintah dan Panja DPRD itu.
"DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cepat membuat ruang publik dalam memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," tuturnya.
Dalam catatan KontraS bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, ada beberapa kekhawatiran yang ada pada revisi UU TNI.
1. Ancam profesionalisme kerja TNI
Dimas menilai, revisi UU TNI berpotensi mengancam profesionalisme TNI karena banyak prajurit militer bisa masuk ke ruang sipil seperti pada masa Orde Baru.
"Kami khawatir, penambahan peran ini mendorong profesionalisme TNI. Harusnya, TNI itu mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI itu itu," jelas dia.
Menurutnya, kebijakan TNI aktif bisa ditugaskan ke kementerian dan lembaga akan menambah peran di luar tugas pokok
2. Operasi militer bukan hanya perang
Dimas menambahkan, revisi UU TNI akan menambah obyek pelaksanaan operasi militer tak hanya perang.
Operasi militer lain yang dimaksud dapat berupa penanggulangan ancaman siber, bantu pemerintah melindungi dan menyelamatkan WNI, kepentingan nasional di luar negeri, serta penanggulangan narkoba.
"Ini semakin membuat ruang-ruang sipil atau penegakan hukum dalam tiga klaster tersebut semakin penuh," katanya.
Baca juga: Koalisi Sipil Protes RUU TNI, Gedor Pintu Ruang Rapat Panja DPR di Hotel Mewah
Padahal, pemerintah memiliki banyak lembaga dengan tugas pokok fungsi utama melakukan penanganan penanggulangan terhadap tiga masalah itu.
3. Kembalinya Dwifungsi ABRI
Dimas pun khawatir, pengesahan revisi UU TNI akan menjadi pintu masuk kembalinya Dwifungsi ABRI di indonesia.
"Dwifungsi militer tidak hanya dimaknai militer melakukan politik praktis tapi mengemban tugas-tugas di luar tugas pokok utamanya. Ini membuat fungsi utama terhambat," lanjutnya.
Sebelum revisi UU TNI disahkan, dia menilai, sudah banyak prajurit aktif TNI yang ditempatkan di luar bidang yang dibolehkan UU TNI.
Prajurit ilegal itu perlu evaluasi menyeluruh.
4. Potensi kekerasan dari TNI
Menurut Dimas, TNI juga kerap terlibat bentrok sampai melakukan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat ikut mnegamankan obyek digital dan proyek strategis nasional.
Jika revisi UU TNI disahkan, aksi tersebut berpotensi semakin banyak terjadi di Indonesia.
Menurutnya, pendekatan keamanan yang diterapkan TNI akan semakin merugikan masyarakat karena tidak ada upaya merundingkan kebijakan pemerintah.
"Apabila revisi UU TNI disahkah, ini semakin mengikis nilai demokrasi yang seharusnya berpijak pada supremasi sipil," tegas Dimas.
Tak Transparan
Selain isi revisi UU TNI yang bermasalah, Kontras menyoroti cara pemerintah membahasnya, yang dinilai tidak transparan.
Saat publik menyoroti revisi UU TNI, pemerintah dan DPR justru menggelar rapat pembahasan aturan tersebut secara tertutup di hotel mewah berbintang lima seperti Fairmont.
Tindakan tersebut tidak sesuai pernyataan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir yang mengaku UU TNI tidak akan disahkan sebelum masa reses Lebaran 2025.
"Langkah ini sebagai bentuk dari rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara," tutur Dimas.
Baca juga: Video Respon Menhan soal Status TNI Aktif Seskab Teddy dalam RUU TNI
Koalisi Masyarakat Sipil pun menilai, pembahasan revisi UU TNI di hotel mewah tak sejalan dengan upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran yang mengorbankan sektor pendidikan dan kesehatan.
Bahkan, rapat itu diyakini menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar, serta mengkhianati prinsip keadilan dan demokrasi.
"Pembahasan RUU TNI di hotel mewah menunjukkan pemotongan anggaran hanya gimik."
"Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan omon-omon belaka," tegas Dimas.
Waktu pembahasannya pun dinilai tidak sesuai karena dilakukan di akhir pekan dan dalam waktu yang singkat, di akhir masa reses DPR.
"Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia!" serunya. (Kompas.com/Erwina Rachmi Puspapertiwi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kontras: Ini Masalah dalam Revisi UU TNI yang Perlu Publik Khawatirkan".
Demo Tolak UU TNI di Depan DPR RI Dibubarkan Paksa, Tenda Pendemo Dibongkar dan Diangkut Satpol PP |
![]() |
---|
Demo Tolak UU TNI di Malang Ricuh. 6 Orang Dibawa ke RS, Tim Medis Hingga Jurnalis Alami Kekerasan |
![]() |
---|
Hingga Malam, Mahasiswa Masih Bertahan di Alun-alun Purwokerto Banyumas. Serukan Penolakan UU TNI |
![]() |
---|
Bawa Spanduk 'Cabut UU TNI, Kami Anti-Military', Aliansi Magelang Memanggil Duduki Ruang Rapat DPRD |
![]() |
---|
Demo Tolak Revisi UU TNI, Mahasiswa Tebar Kotoran Sapi di Depan Markas Kodim 0701 Banyumas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.