Kasus Ginjal Akut Misterius
Kasus Cemaran Obat Picu Gagal Ginjal Akut, BPOM: Pelaku Manfaatkan Celah dari Hulu ke Hilir
BPOM membantah kecolongan dalam pengawasan sehingga terjadi cemaran pada obat sirop yang memicu gagal ginjal akut pada anak.
Pertama, pemasukan bahan pelarut yang merupakan komoditi non-lartas tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM.
Kedua, tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional.
Lalu, kondisi maturitas industri farmasi yang beragam yang harus dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas dan ekonomi.
Kemudian, adanya kelangkaan (shortage) bahan baku obat dan perbedaan harga antara pelarut standar farmasi (pharmaceutical grade) dengan chemical grade dalam periode tertentu yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
Selanjutnya, sistem pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) tidak digunakan oleh tenaga Kesehatan.
Begitu pula, tidak adanya efek jera dari perkara hukum, selama ini, pada kasus kejahatan obat dan makanan karena belum pernah ada bukti yang menyebabkan kematian.
"Jadi, bukan karena BPOM tidak melakukan pengawasan tapi karena aturan yang ada sekarang tidak ada dalam pengawasan BPOM, pada titik awal terjadinya kejahatan ini."
"Kasus ini terjadi karena adanya pemasokan yang tidak memenuhi ketentuan dan kemudian terdistribusikan," jelas Penny.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Tak Bertambah Sejak 15 November, Masih Ada 14 Pasien Dirawat di Rumah Sakit
Baca juga: BPOM Minta Samco Farma dan Ciubros Farma Tarik Obat Sirop Mereka, Diduga Tercemar EG dan DEG
Sebagai informasi, BPOM menjadi sorotan usai kasus gagal ginjal akut akibat keracunan obat sirup merebak pada Agustus 2022.
Kepala BPOM bahkan diminta mundur karena dianggap lalai melakukan pengawasan.
Sejauh ini, BPOM sudah menindak lima industri farmasi dengan mencabut sertifikat CPOB dan izin edar.
Lima perusahaan tersebut, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.
BPOM juga telah mencabut sertifikat CDOB terhadap dua pedagang besar farmasi (PBF), yaitu PT Megasetia Agung Kimia PT Tirta Buana Kemindo karena mendistribusikan bahan baku obat tidak sesuai ketentuan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BPOM soal Pengawasan Obat Sirup: Kami Tidak Kecolongan, tetapi Ada Celah dari Hulu ke Hilir".
Baca juga: Berawal dari DM Instagram, Polisi Tangkap Pemuda Banyumas Diduga Jual Obat Keras Tanpa Resep Dokter
Baca juga: Warga Bogor yang Dikabarkan Hidup dari Kematian Menghilang, Polisi Periksa 10 Saksi
Baca juga: Hore! Tol Semarang-Demak Dibuka Dua Arah 12 Jam Setiap Hari, Berlaku untuk Kendaraan Kecil
Baca juga: Warga Kedungbanteng Banyumas Minta Proyek Pipanisasi Air Gunung Slamet Dihentikan sampai Ada Amdal
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banyumas/foto/bank/originals/kepala-bpom-penny-lukito.jpg)