Kasus Ginjal Akut Misterius

Kasus Cemaran Obat Picu Gagal Ginjal Akut, BPOM: Pelaku Manfaatkan Celah dari Hulu ke Hilir

BPOM membantah kecolongan dalam pengawasan sehingga terjadi cemaran pada obat sirop yang memicu gagal ginjal akut pada anak.

Editor: rika irawati
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito memberikan keterangan pers di Kantor BPOM, Jakarta Timur, Kamis (19/11/2020). BPOM menyebut, kejahatan obat yang menimbulkan gagal ginjal akut pada anak terjadi lantaran adanya celah pada proses pengadaan bahan obat dari hulu ke hilir. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membantah kecolongan dalam pengawasan sehingga terjadi cemaran pada obat sirop yang memicu gagal ginjal akut pada anak.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, kasus ini terjadi karena adanya celah dalam mata rantai distribusi bahan obat yang memungkinkan pelaku kejahatan obat dan makanan mengoplos bahan baku obat tidak sesuai standar.

Hal ini disampaikan penny saat konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).

Menurut Penny, sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir melibatkan banyak pihak.

"Kami menyatakan bahwa BPOM tidak kecolongan, dikaitkan dengan aspek kejahatan, ini aspek kejahatan obat," kata Penny.

"Sistem pengawasan yang telah dilakukan BPOM sudah sesuai ketentuan," kata Penny lagi.

Baca juga: BPOM Umumkan 126 Obat Sirop yang Aman Dikonsumsi, Ini Daftar Lengkapnya

Baca juga: 2 Perusahaan Jadi Tersangka dan Disegel Polisi dalam Kasus Gagal Ginjal Akut, 1 Orang Buron

Penny menuturkan, celah sistem keamanan dan jaminan mutu ini melibatkan BPOM, perusahaan farmasi, pemasok bahan baku, importir bahan baku obat, dan distributor yang menyuplai bahan baku sampai ke perusahaan farmasi.

Dia mengatakan, sebelum mendistribusikan bahan baku, distributor kimia yang sudah mendapat sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus menguji terlebih dahulu keamanan bahan baku.

Perusahaan farmasi juga perlu melakukan pengujian sebelum menggunakannya untuk memproduksi obat.

Saat melakukan impor bahan baku pun, BPOM akan mengawasi dengan menerbitkan Surat Keterangan Impor (SKI).

SKI hanya berlaku untuk satu kali impor atau satu kali pemasukan barang.

Importir harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan SKI pada setiap kali importasi.

"Di sini ada satu gap, gap itu sesuatu kesenjangan yang mana BPOM tidak terlibat dalam pengawasan. Kalau BPOM terlibat dalam pengawasan pemasokan dari bahan pelarut, pastinya ada pengawasan yang dilakukan pemasukan dengan surat keterangan impor," tutur Penny.

"Kalau dilakukan dengan surat keterangan impor itu, pasti sudah ada pengawasan dari BPOM di awal," jelas dia lagi.

Penny menjabarkan, setidaknya ada enam celah yang dimanfaatkan pelaku kejahatan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved