Prakiraan Cuaca
BMKG Ungkap Potensi Tsunami Setinggi 28 Meter di Pacitan, Pemkab dan Warga Diminta Siapkan Mitigasi
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi tsunami setinggi 28 meter di wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi tsunami setinggi 28 meter di wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Terkait potensi ini, BMKG pun meminta pemkab setempat menyiapkan mitigasi guna meminimalkan risiko.
"Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar antara 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4-6 kilometer dari bibir pantai," kata Kepala BMKG Dwikorita, dilansir Kompas.com dari Antara, Minggu (12/9/2021).
Dwikorita mengatakan, tsunami itu dimungkinkan terjadi setelah adanya gempa.
Fenomena alam ini berpotensi terjadi di pesisir selatan Jawa akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
Dwikorita mengaku telah melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.
Baca juga: BMKG Ingatkan Potensi Kekeringan, Jateng Diprediksi Alami Hari Tanpa Hujan hingga 2 Bulan
Baca juga: Perubahan Iklim Terjadi di Indonesia, BMKG Minta Warga Tak Sepelekan Informasi Terkait Cuaca
Baca juga: Banjir di Cilacap Dipicu Gangguan Cuaca, BMKG: Tetap Waspada, Potensi Terjadi Minimal Tiga Hari
Baca juga: Kenapa Suhu Udara di Jateng Dingin, Akhir-akhir Ini? Begini Penjelasan BMKG
Hal itu dilakukan bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji.
Menurut dia, dengan skenario terburuk maka masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri.
Langkah tersebut, lanjutnya, harus dilakukan ketika ada peringatan dini tsunami, maksimal 5 menit setelah gempa terjadi.
Masyarakat, kata Dwikorita, terkhusus yang berada di wilayah pesisir pantai, harus segera mengungsi ke dataran lebih tinggi jika merasakan guncangan gempa besar.
"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh," jelasnya.
Ia menerangkan, skenario artinya, masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi.
Namun, masyarakat dan pemda diminta sudah harus bersiap dengan skenario terburuk itu.
Menurut dia, jika masyarakat dan pemda telah siap maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalkan.
"Dengan skenario terburuk ini, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif," tutur Dwikorita.
"Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," sambung dia.
Dwikorita menambahkan, hingga kini, tidak ada teknologi di satu negara mana pun yang mampu memprediksi waktu terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat.
Prediksi gempa dan tsunami, hingga kini, masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.
Dwikorita pun merekomendasikan agar pemda menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi, lengkap dengan rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.
Pemerintah daerah, lanjutnya, juga harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang dibutuhkan.
Baca juga: Pipa Saluran Air Baku ke Kawasan Industri Kendal Mulai Dipasang, Ditarget Rampung Desember 2021
Baca juga: Hore! Peserta Seleksi P3K Kota Semarang Bisa Tes Antigen Gratis di Puskesmas Terdekat
Baca juga: Butuh Informasi atau Pertolongan Cepat di Kota Pekalongan? Telepon Saja Call Center 112, Gratis!
Baca juga: Tak Biasa, Bocah 3 Tahun di Kota Tegal Suka Nyemil Tanah dan Pecahan Tembok. Ini Penjelasan Sang Ibu
Hal ini harus didasarkan pada luasnya zona bahaya atau zona merah dan padatnya permukiman penduduk.
"Pertimbangannya adalah jarak lokasi tempat evakuasi, waktu datangnya gelombang genangan tsunami, kelayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat," tuturnya.
Soal skenario terburuk menghadapi bencana, Dwikorita juga meminta adanya persiapan secara khusus terkait sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia dan difabel.
Kemudian, pemda juga diminta mengedukasi masyarakat mengenai potensi bencana dan cara menghadapi.
Ia menambahkan, perlu ada semacam tempat evakuasi sementara (TES) ataupun tempat evakuasi akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi.
Namun, tempat tersebut juga harus dipastikan ketersediaan stok atau cadangan logistik yang memadai. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada Potensi Tsunami Setinggi 28 Meter di Pacitan, BMKG Ingatkan Pemda Siapkan Skenario Terburuk".