Berita Pendidikan
Sekolah Tatap Muka Dibuka Januari, Ini Respon Orangtua Berdasarkan Survei Dosen Unnes di Semarang
Metode pembelajaran campuran (blended learning) didorong menjadi jalan tengah untuk memfasilitasi belajar siswa pada masa pandemi.
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Metode pembelajaran campuran (blended learning) didorong menjadi jalan tengah untuk memfasilitasi belajar siswa pada masa pandemi.
Di tengah keputusan akan dibukanya kembali sekolah pada semester genap 2020/2021, Januari mendatang, pemerintah dan sekolah diminta mempertimbangkan adanya penyebaran Covid-19 yang tinggi.
Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dhoni Zustiyantoro mengatakan, pembelajaran campuran adalah mengombinasikan pembelajaran tatap muka di sekolah dan dalam jaringan (daring).
Metode campuran ini dinilai paling tepat sesuai hasil survei yang dia lakukan dan dipublikasikan lewat rilis, Senin (23/11/2020).
Dhoni mengatakan, survei tersebut dilakukan terhadap 328 responden orangatua siswa dan mahasiswa di Kota Semarang.
Baca juga: Mendikbud Beri Lampu Hijau Sekolah Tatap Muka, Bupati Pati: Saya Belum Berani
Baca juga: Pemkab Karanganyar Siap Gelar Sekolah Tatap Muka Awal 2021, Tetap Pertimbangkan Izin Orangtua
Baca juga: KBM Tatap Muka Dihentikan Sementara, Lokasi Terlalu Dekat Pasar Kupu Kabupaten Tegal
Baca juga: Beberapa Guru Reaktif, Tiga SMP Negeri di Blora Terpaksa Batal Gelar KBM Tatap Muka
Dari jumlah tersebut, 81,4 persen orangtua mengizinkan anak mereka kembali ke sekolah.
Kota Semarang menjadi sampel karena memiliki jumlah persebaran Covid-19 paling tinggi di Jawa Tengah.
Per 22 November 2020, berdasarkan data corona.jatengprov.go.id, jumlah kasus terkonfirmasi positif di Kota Semarang sebanyak 7.663 orang.
"Hasil survei ini berbeda dari survei akhir Mei lalu, ketika pemerintah berencana membuka sekolah pada semester gasal 2020/2021. Dalam suvei yang diikuti 406 responden saat itu, sebanyak 58,2 persen menyatakan tidak mengizinkan anaknya ke sekolah," ujar Dhoni, dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Unnes.
Sementara, survei terbaru, dilakukan 20-22 November 2020 lalu. Hasilnya, alasan paling tinggi orangtua mengizinkan anaknya kembali ke sekolah adalah percaya sekolah akan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat (58,2 persen).
Lalu, diikuti alasan, anak sudah bosan dengan pembelajaran daring/suasana rumah yang kurang kondusif untuk belajar (55,3 persen), dan percaya bahwa anak akan menaati protokol kesehatan (42,8 persen).
Hasil ini, menurut Dhoni, juga menunjukkan, pembelajaran tatap muka tidak tergantikan dengan pembelajaran daring.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang memengaruhi, di antaranya, selama pandemi, capaian belajar anak menurun drastis.
Anak juga tidak konsentrasi belajar/lebih banyak bermain, serta tidak ada yang menemani atau mengawasi anak belajar karena orangtua harus bekerja.
Dalam survei ini, sebanyak 14,3 persen responden, bahkan menyatakan pembelajaran daring tidak penting pada masa mendatang.