Berita Semarang

Survei KHL, Buruh Kota Semarang Minta UMK 2021 Naik 25 Persen

Buruh di Kota Semarang melakukan survei pasar untuk mengetahui dan mengukur kebutuhan hidup layak sebagai patokan perhitungan upah minimum 2021.

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: rika irawati
TribunBanyumas.com/Permata Putra Sejati
Ilustrasi. Para buruh/pekerja pabrik garmen di Kalibagor, Banyumas, sedang melakukan aktivitas produksi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Buruh di Kota Semarang melakukan survei pasar untuk mengetahui dan mengukur kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai patokan perhitungan upah minimum untuk 2021.

Konsep pengupahan yang disusun buruh tersebut telah diserahkan ke Pemerintah Kota Semarang.

Anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh, Ahmad Zainudin, mengatakan, konsep pengupahan yang diajukan tersebut sebagai bahan pertimbangan pemerintah.

"Wacana tidak menaikan upah minimum 2021 sangat merugikan kaum buruh. Kami menolak. Jika tak naik, dampaknya tidak ada kenaikan pertumbuhan ekonomi," kata Zainudin, Rabu (21/10/2020).

Baca juga: KSPI Tolak Penyunatan Nilai Pesangon PHK dari 32 Menjadi 25 Kali Upah di Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Baca juga: RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Pemerintah Atur Pesangon PHK hingga 9 Bulan Upah

Baca juga: Mengenang Masa Kejayaan Pabrik Tembakau di Purbalingga, Upah Karyawan GMIT Lebihi Gaji PNS

Pria yang juga aktivis buruh Kota Semarang ini menuturkan, Upah Minimum Kota (UMK) Kota Semarang yang diajukan yakni Rp 3.395.930 atau naik 25 persen dari UMK 2020.

Besaran UMK 2021 itu diperoleh dari perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) Kota Semarang ditambah kebutuhan tambahan wajib buruh pada masa pandemi Covid-19.

Kebutuhan tambahan buruh saat masa pandemi mencapai Rp 366.600. Angka tambahan itu untuk memenuhi kebutuhan semisal masker, sabun, hand sanitizer, dan tarif tambahan pembatasan kapasitas transportasi umum.

Ia menyakini, kenaikan upah bagi buruh itu akan berimbas pada perputaran ekonomi daerah.

Daya beli buruh akan meningkat dan produk UMKM pun banyak yang terserap sehingga mampu mencegah resesi.

"Fungsi upah bukan hanya sebagai eksistensi buruh dan pemenuhan kebutuhan hidup layak. Melainkan, upah juga dipergunakan untuk menyerap produk komoditas keluaran pabrik dan UMKM sehingga perputaran ekonomi terus berjalan," ujarnya.

Sementara, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim meminta agar pengusaha tidak berkelit memanfaatkan situasi pandemi ini untuk tidak menaikan upah minimum.

"Kami terlalu sering mendengar pengusaha selalu sulit bahkan saat keadaan terbaik sekalipun. Mari kita berpikir untuk keluar dari situasi potensi resesi ini," kata Aulia Hakim.

Sebagai contoh, pada tahun 1999 dan 2008, dimana Indonesia mengalami krisis, upah minimum juga tidak stagnan di 0 persen, selalu mengalami kenaikan.

Baca juga: Uji Coba Kelas Tatap Muka di Banyumas, Bupati: Jangan Sampai Ada Sekolah Lain Buka Tanpa Izin

Baca juga: Korban Pelecehan, Siswi SLB di Blora Hamil 5,5 Bulan. Terungkap saat Tetangga Curiga Korban Lemas

Baca juga: Tujuh Buruh dari Klaster Demo Tolak UU Cipta Kerja di Kota Semarang Dinyatakan Sembuh dari Covid-19

Baca juga: Jenazah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan Dimakamkan, Hindun: Mas Nunung Sosok Kalem dan Sejuk

Sementara, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah belum menerima petunjuk dan teknis (juknis) terkait formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dari pemerintah pusat.

"Kami belum menerima surat keterangan soal pengupahan dari kementerian," kata Kepala Disnakertrans Jateng, Sakina Rosellasari.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved