Berita Purbalingga
Kisah Heroik Usman dan Harun, Pahlawan Asal Purbalingga yang Mati Digantung di Penjara Singapura
Usman Janatin adalah pahlawan nasional yang kini menjelma menjadi nama kapal perang Republik Indonesia (KRI) Usman Harun.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: deni setiawan
Soekarno, kata Aryoto, ingin membantu penduduk Malaya yang serumpun dengan rakyat Indonesia agar terbebas dari pendudukan Inggris.
Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu dianggap hanyalah negara boneka Inggris.
Soekarno memutuskan untuk melawan kepentingan Inggris di Malaysia.
Sampai ia menggelorakan gerakan Ganyang Malaysia yang saat itu dipimpin perdana menteri Tengku Abdul Rahman.
Soekarno diam-diam mengirim sukarelawan.
Mereka sebagian adalah anggota Korps Komando Operasi (KKO), nama korps marinir TNI Angkatan Laut saat itu.
Mereka menyusup menggunakan seragam preman.
Usman Janatin satu di antara prajurit KKO yang gagah berani mengambil misi rahasia itu.
Ia ditemani Harun, seorang nelayan dari pulau Bawean yang menguasai medan karena biasa menjelajah ke negeri seberang.
Belakangan, setelah dieksekusi, Harun diganjar penghargaan oleh pemerintah Indonesia dengan pangkat Kopral Anumerta KKO.
Kopral Usman Janatin dinaikkan pangkatnya menjadi Sersan Anumerta KKO.
Pemerintah juga menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Sakti dan mengangkat keduanya menjadi Pahlawan Nasional.
• 11 Oktober Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Purwokerto, Berlangsung Selama Delapan Detik
• Triyono Sudah Berganti Nama, Napi Kasus Penipuan Berkedok MLM Ditangkap Tim Kejari Purwokerto
• Bakal Ada Dua Ikon Baru di Sekitar Jembatan Bung Karno Purwokerto, Masih Proses DED
"Harun penunjuk jalan. Usman kemana-mana mengikuti Harun yang paham daerah sana,” katanya.
Usman Janatin dan teman-temannya mengemban tugas berat.
Misi utama mereka adalah memancing kerusuhan melalui rangkaian aksi sabotase.
Kantor dan gedung penting diledakkan, hingga Malaya bergolak.
Sayang, Usman dan Harun tertangkap seusai berusaha melarikan diri.
Menurut Aryoto, Usman dan Harun ditahan cukup lama, sekira 3,5 tahun, sebelum nasibnya berakhir di tiang gantungan, 17 Oktober 1968.
Aryato tidak mengetahui ikhtiar pemerintah Indonesia untuk membebaskan Usman dan Harun saat itu.
Sebab situasi dalam negeri kala itu juga tengah mengalami pergolakan hebat, dari peristiwa Gerakan 30 September PKI 1965.
Hingga peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto.
Di tengah kemelut politik dalam negeri, nasib Usman dan Harun merana di penjara Changi.
Kabar mengenai Usman hanya diketahui orang tuanya melalui secarik surat yang ditulis dari balik jeruji.
Surat yang sudah melalui pemeriksaan otoritas penjara Changi itu diterima oleh orangtuanya di Desa Jatisaba, Purbalingga tiap bulan.
Selainnya, ia hanya menanti kabar putranya melalui siaran radio.
Hingga suatu sore, 16 Oktober 1968, berita yang disiarkan Radio Republik Indonesia (RRI) membuat keluarga itu tak bisa tidur semalaman.
Siaran itu terdengar seperti gelegar petir yang langsung menyambar jantung.
Usman dan Harun, dua pahlawan asal Indonesia esok hari akan dieksekusi, 17 Oktober 1968.
“Kemudian paginya, ada siaran, Usman dan Harun meninggal."
"Langsung sini pasang bendera setengah tiang,” katanya. (Khoirul Muzakki)
• Tak Cuma Terjaring Razia Masker di Tegal, Pemuda Asal Brebes Ini Ketahuan Bawa 549 Pil Hixymer
• KABAR BAIK! Petani Tembakau di Temanggung Bisa Tunda Bayar Kredit Hingga Setahun
• Polisi Berpangkat AKBP Diduga Peras Perajin Jamu di Cilacap, Mulyono: Saya Dimintai Rp 1,2 Miliar