Mesin heat press kemudian memindahkan gambar dari kertas ke kain dengan presisi yang tinggi.
Setelah lembaran kain itu selesai dicetak, prosesnya tidak langsung jadi.
Tangan seorang pekerja lain terlihat sedang melakukan tahap akhir dari produksi.
Dengan sebuah alat staples khusus, ia merapikan bagian tepi bendera agar kuat dan tidak mudah sobek.
Proses yang detail ini terus diulang demi mengejar target permintaan bendera One Piece yang gila-gilaan.
Agus menceritakan, ledakan permintaan ini berawal pada akhir Juli 2025.
Awalnya, ia hanya membuat desain bendera itu untuk iseng sebagai bahan promosi.
"Awal-awal itu orang-orang yang pesan cuma satu, dua (bendera)," katanya.
Namun, permintaan meledak pada tanggal 1 Agustus 2025.
"Pas tanggal 1 (Agustus 2025) mulai banyak. 1 orang bisa ngambil 5, 10 (bendera)," katanya.
Tidak hanya jumlahnya, ukuran bendera yang diminta juga berevolusi.
Semula, konsumen hanya memesan ukuran kecil 30x20 cm.
Kini, permintaan bergeser ke ukuran yang jauh lebih besar, hingga 120x80 cm.
Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 50 ribu per bendera.
Permintaan gila ini tidak hanya datang dari wilayah Solo Raya saja.
Agus mengaku menerima pesanan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, mulai dari Makassar hingga Papua.
Mengenai polemik bendera tersebut, Agus memilih untuk tidak banyak berkomentar.
Menurutnya, masyarakat sudah bisa menilai sendiri fenomena yang sedang terjadi.
Baginya, ini adalah sebuah peluang bisnis yang datang di saat yang tak terduga.