Dugaan Korupsi Pemkot Semarang

Lesu, Mbak Ita Divonis 5 Tahun Penjara Kasus Dugaan Korupsi Pemkot Semarang. Kuasa Hukum Pikir-pikir

Mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita divonis 5 tahun penjara kasus dugaan korupsi. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/REZANDA AKBAR
LESU - Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suami, Alwin Basri, terlihat lesu setelah mendengarkan vonis sidang kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025). Mbak Ita divonis 5 tahun penjara sementara Alwin, 7 tahun penjara. 

Dalam pertimbangannya, hakim menilai, ada sejumlah hal yang meringankan. 

Antara lain, kedua terdakwa bersikap kooperatif, mengakui perbuatan, mengembalikan sebagian gratifikasi, serta belum pernah dihukum. 

Mbak Ita juga dinilai berjasa memajukan Kota Semarang selama menjabat wali kota. 

Baca juga: Mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita Dituntut 6 Tahun Penjara. Suami Lebih Berat, 8 Tahun Penjara

Sementara Alwin Basri, dianggap memiliki prestasi di bidang legislatif.

Alwin merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jateng.

Selama proses persidangan, majelis hakim telah memeriksa 62 saksi, tujuh saksi meringankan, dan tiga ahli. 

Jaksa KPK juga menyerahkan 484 barang bukti untuk menguatkan dakwaan.

Pikir-pikir

Sementara, kuasa hukum mantan Mbak Ita dan Alwin Basri, Erna Ratnaningsih, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

"Kami menghormati putusan hakim. Namun, kami memiliki waktu tujuh hari untuk mempelajari isi putusan," katanya.

"Ada beberapa hal yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta persidangan, sehingga masih akan dipertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak," sambung Erna.

Menurutnya, majelis hakim lebih banyak merujuk pada dakwaan dan tuntutan jaksa. 

Sementara, sejumlah pertimbangan dan keterangan ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum dinilai belum sepenuhnya dipakai dalam pertimbangan putusan.

Erna mencontohkan keterangan ahli hukum pidana yang menjelaskan adanya perbedaan mendasar antara tindak pidana suap dan gratifikasi. 

Menurut ahli, suap bersifat aktif dan melibatkan kesepahaman antara pemberi dan penerima (meeting of mind), sementara gratifikasi bersifat pasif dengan nilai yang relatif kecil.

"Dalam perkara ini, baik suap maupun gratifikasi sama-sama dinyatakan terbukti, padahal sifatnya berbeda. Hal-hal seperti ini tentu masih akan kami kaji," katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved