Kesehatan

Dokter Residen Curhat ke Menkes, Alami Perundungan Jadi Pembantu Pribadi Senior di RSUP Kariadi

Dokter residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengalami perundungan di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Istimewa/net.
Ilustrasi dokter. Dokter residen di RSUP Kariadi Semarang dari PPDS Undip mengalami perundungan. Dia diberlakukan seperti pembantu pribadi, kerap mengerjakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi seorang dokter spesialis. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Dokter residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengalami perundungan di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Para dokter residen kerap dijadikan asisten atau pembantu pribadi dokter senior.

Tugasnya jauh dari materi pendidikan calon dokter spesialis yang seharusnya didapat.

Baca juga: Sopir di Semarang Nekat Curi Mobil Dokter RSUP Kariadi, Sakit Hati Dibilang Kerja Tak Becus

Dugaan perundungan tersebut pun dilaporkan Masyarakat Peduli terhadap Pendidikan Indonesia ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.

Laporan tersebut dilayangkan dari dokter residen PPDS Gizi Klinis Fakultas Kedokteran Undip Semarang di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Perwakilan dokter residen dari Masyarakat Peduli terhadap Pendidikan Indonesia, Agus Pranki Pasaribu menyatakan, laporan tertuju kepada Kementerian Kesehatan RI pada awal Maret 2024.

Agus Pranki Pasaribu mengatakan, ia melaporkan dugaan terjadinya perundungan tersebut atas nama masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan Indonesia.

Baca juga: KRONOLOGI Dokter Muda Tewas dalam Kecelakaan Maut di Ruas Tol Banyumanik Semarang

Mahasiswa PPDS Gizi Klinis mengalami perundungan yang dilakukan oleh konsulen atau dokter senior.

"Contoh, di dalam grup (Whatsapp) ditentukan misalkan kewajiban mengecek air minum, jebakan tikus, kopi, dan lain-lain.

Saya pikir apa hubungannya dengan spesialis atau berkaitan dengan kemampuan profesional," kata Agus kepada Tribunbanyumasa.com, Selasa (26/3/2024).

Agus mengatakan, perundungan secara langsung mahasiswa PPDS Gizi Klinis itu diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi.

Misalnya harus mengikuti dan mendampingi konsulen (dokter senior) dalam acara gala dinner, perjalanan, makan siang, belanja di toko, mengkoordinasi barang-barang bawaan dari berangkat sampai pulang dari luar kota, dan sebagainya.

Ia menilai, semua itu tidak ada kaitannya dalam meningkatkan kualitas profesi dan tidak masuk kriteria dunia pendidikan.

"Kalau kita melihat sumpah jabatan dokter, apa sih yang pertama menjadi sumpah.

Hormat dan sama-sama menghargai rekan sejawat," ujarnya yang juga berprofesi sebagai advokat.

Halaman
123
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved