Berita Nasional

Fakta Baru Sidang MKMK, Dokumen Perbaikan Gugatan Soal Batas Usia Capres Cawapres Tak Bertandatangan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial soal batasan usia minimal capres cawapres terancam gugur.

Editor: rika irawati
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memimpin rapat dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, Kamis (26/10/2023). Dalam sidang Kamis (2/11/2023) terungkap, dokumen perbaikan permohonan gugatan Nomor 90 tak ditandatangani pemohon maupun kuasa hukum sehingga bisa dinggap batal. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial soal batasan usia minimal capres cawapres terancam gugur.

Dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Kamis (2/11/2023), terungkap, dokumen perbaikan permohonan perkara tersebut tak ditandatangani pemohon maupun kuasa hukum pemohon.

Hal ini membuat permohonan dianggap tak lengkap dan batal.

Seperti diketahui, permohonan soal batas usia minimal capres cawapres yang menghasilkan putusan kontroversial itu diajukan mahasiswa dari Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqibbirru.

Baca juga: Temukan Banyak Permasalahan, Majelis Kehormatan MK Sampai Menangis saat Periksa Tiga Hakim MK

Fakta baru ini terungkap saat sidang pemeriksaan satu di antara pelapor, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).

Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, pihaknya mendapat dokumen perbaikan permohonan yang tidak ditandatangani pemohon maupun kuasa hukumnya itu langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan di dalam persidangan.

"Kami berharap, ini juga diperiksa. Kami khawatir, apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ungkap Julius Ibrani yang terhubung secara daring, Kamis.

Ia menambahkan, selama ini, MK telah menjadi pionir sekaligus teladan dalam pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk dalam hal tertib administratif.

"Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," ucap dia.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket kepada putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun, berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Paling Banyak Dilaporkan Melanggar Kode Etik, MKMK Bakal Periksa Dua Kali

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju.

Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved