Berita Nasional

Terima 7 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, Mahkamah Konstitusi Akhirnya Bentuk Majelis Kehormatan MK

MK akhirnya membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Ad Hoc lantaran sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik majelis MK.

Editor: rika irawati
Tribunnews/Jeprima
Suasana sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstiusi (MK), Jakarta, Senin (16/10/2023). MK akhirnya membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) setelah menerima setidaknya tujuh laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK terkait putusan atas permohonan pengaturan batas usia minimal capres itu. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Ad Hoc lantaran sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik majelis MK.

Majelis Kehormatan MK ini beranggotakan tiga orang, yakni yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, pihaknya menerima setidaknya tujuh laporan dugaan pelanggaran etik majelis MK.

"Ada yang sudah masuk ke MK. Dalam catatan kami, sampai hari ini, ada tujuh laporan dan tadi saya juga dapat info, enggak tahu benar atau enggak, ada 13 laporan soal itu, tapi belum masuk sampai sekarang," kata Enny, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tak Punya Dewan Etik, Laporan Pelanggaran Etik Hakim MK Berpotensi Menguap

Oleh karena itu, kata Enny, pembentukan MKMK dipandang perlu dalam kondisi MK seperti saat ini.

Apalagi, sembilan hakim konstitusi tidak berwenang menangani laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukan kepada mereka.

Sehingga, rapat permusyawaratan hakim (RPH) telah dilakukan dan menghasilkan perlunya pembentukan MKMK untuk menangani sejumlah laporan yang masuk.

"Karena hakim MK, 9 hakim tidak bisa memutus apalagi berkaitan dengan persoalan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim maka kami telah melakukan RPH untuk menyegerakan membentuk majelis MKMK," kata Enny.

Dikatakan Enny, MKMK dibentuk sebagai pihak yang akan memeriksa dan mengadili hakim konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"MKMK terbentuk karena memang salah satunya karena perintah dari undang-undang untuk pembentukan MKMK sebagai bagian dari kelembagaan yang memang dimintakan oleh undang-undang, khususnya pasal 27A untuk kemudian memeriksa, termasuk kemudian di dalamnya mengadili kalau memang terjadi persoalan yang terkait dengan laporan dugaan pelanggaran, termasuk juga kalau ada temuan di situ," terang Enny.

"Jadi kami sudah sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja sehingga kami hakim konstitusi akan konsentrasi ke perkara yang kami tangani sebagaimana kewenangan dari MK," ucapnya.

Sebagai informasi, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melaporkan lima hakim konstitusi ke Dewan Etik Hakim Konstitusi buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat Capres-Cawapres, Kamis (19/10/2023).

Lima hakim yang dilaporkan di antaranya Anwar Usman, Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi.

Baca juga: Ketua MK Dinilai Langgar Kode Etik, Ada Kepentingan Keluarga dalam Putusan Perkara Capres Cawapres

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan terdapat berbagai bentuk kejanggalan dalam pemeriksaan hingga putusan permohonan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia Capres-Cawapres, yang berujung pada pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi hingga cacat formil.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved