Korupsi di Kementan

Cek Rp2 Miliar di Rumah Dinas Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo Bodong, Pengacara: Sengaja Disimpan

PPATK memastikan cek senilai Rp2 triliun yang ditemukan di rumah dinas mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo adalah bodong.

Editor: rika irawati
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Syahrul Yasin Limpo di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (5/10/2023) petang. PPATK menyatakan, cek senilai Rp2 triliun yang ditemukan dalam penggeledahan rumah dinas mantan mentan tersebut adalah bodong alias palsu. 

Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Ali menjelaskan bahwa cek tersebut berasal dari bank BCA dan tertulis atas nama Abdul Karim daeng Tompo tertanggal 27 Agustus 2018.

"Iya, kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud," kata Ali Fikri, Minggu (15/10/2023).

Kendati demikian, Ali mengungkapkan, KPK tetap akan memanggil beberapa pihak termasuk Abdul Karim daeng Tompo untuk mengklarifikasi terkait temuan cek tersebut.

"Namun, kami butuh konfirmasi dan klarifikasi ke berbagai pihak lebih dahulu, baik para saksi, tersangka maupun pihak-pihak terkait lainnya," tuturnya.

Baca juga: Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo Dijemput Paksa KPK, Nasdem Pastikan Tak Beri Pendampingan Hukum

Pemanggilan tersebut, kata Ali, juga dalam rangka untuk menyelidiki apakah cek tersebut ada kaitannya dengan kasus yang menjerat Syahrul yaitu dugaan gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Untuk memastikan validitas cek dimaksud, termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini," ujarnya.

Dugaan Pemerasan dan Gratifikasi

Seperti diketahui, mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo jadi tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementan.

Syahrul telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK pada Jumat (13/10/2023), di Rutan KPK.

KPK menyebut Syahrul, dibantu dua anak buahnya dalam melakukan pemerasan dan gratifikasi, yaitu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin di Kementan Mohammad Hatta.

Keduanya meminta penjabat eselon I dan II di lingkungan Kementan menyetor uang 4000-10000 dollar AS yang kemudian disetor ke Syahrul.

Pemerasan tersebut dilakukan sejak tahun 2020-2023.

KPK mengungkapkan, hasil pemerasan tersebut diduga untuk kebutuhan pribadi dan keluarga Syahrul, seperti membayar cicilan kartu kredit, pembayaran cicilan mobil Alphard, renovasi rumah, hingga perawatan wajah dengan nilai miliaran rupiah.

Ketiga tersangka akan dijerat Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1).

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved