Berita Nasional
Pengesahannya Diprotes, Berikut Pasal-pasal dalam UU Kesehatan yang Mengundang Kontroversi
Pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang ditolak sejumlah organisasi profesi. Berikut pasal-pasal yang dinilai kontroversi.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-undang Kesehatan menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (11/7/2023).
Pengesahan undang-undang ini diwarnai sejumlah kontroversi.
Tak hanya ditolak dua fraksi di DPR, yakni Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), pengesahan aturan ini juga ditolak organisasi profesi.
Alasannya, sejumlah pasal dinilai kontrovesial dan akan merugikan tenaga kesehatan.
Sementara, dalam penyampaian laporan, pimpinan Komisi 9 DPR Emanuel Melkias Lakalena mengatakan, undang-undang ini terdiri dari 20 bab dan 478 pasal.
Panitia Kerja (panja) RUU Kesehatan, kata dia, menyadari bahwa pembahasan beleid tersebut harus melibatkan masyarakat.
Karenanya, pada April dan Mei, panja mengundang berbagai unsur dan organisasi profesi, akademisi, dan asosiasi penyedia kesehatan demi menjaga keterbukaan.
"Masukan-masukan itu diakomdasi dan dipertimbangkan secara seksama," imbuh Melkias.
Baca juga: Ditolak Fraksi Demokrat dan PKS, RUU Kesehatan Tetap Disahkan sebagai Undang-undang di Sidang DPR
Setelah melalui pembahasan yang dinamis, sambungnya, pada 19 Juni 2023, telah dilaksanakan rapat kerja dengan pemerintah untuk pengambilan keputusan.
Dalam rapat kerja itu, sebanyak enam fraksi menyetujui RUU Kesehatan dibawa ke Rapat Paripurna.
Namun, Fraksi Nasdem menyatakan menyetujui namun "dengan catatan". Dan, Fraksi Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtara (PKS) menyatakan "menolak".
Melkias kemudian menjelaskan beberapa poin penting yang termuat di UU Kesehatan, mulai dari pemerintah daerah (pemda) wajib memprioritaskan anggaran kesehatan dalam APBD dengan perhatian "berbasis kinerja".
Lalu, Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan yang akan "diberlakukan seumur hidup" yang pada akhirnya, menurut Melkias, ditujukan untuk kemajuan sistem kesehatan di Indonesia dan menyediakan pelayanan kesehatan terbaik sehingga masyarakat tidak perlu keluar negeri untuk berobat.
Lantas, pasal-pasal mana yang dinilai kontroversi oleh organisasi profesi?
Setidaknya, ada enam poin yang dipermasalahkan dan dikhawatirkan malah merugikan masyarakat.
Pasal-pasal tersebut adalah:
- Pasal 154 ayat 3
Pasal itu berbunyi: "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa narkotika; psikotropika; minuman beralkohol; hasil tembakau; dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Pasal ini disebut kontroversial karena memasukkan tembakau dengan narkotika dan priskotropika dalam satu kelompok zat adiktif.
Organisasi profesi IDI khawatir, penggabungan ini akan menyebabkan munculnya aturan yang bakal mengekang tembakau jika posisinya disetarakan dengan narkoba dan memicu polemik di kalangan industri tembakau.
- Pasal 233-241
Sejumlah pasal tersebut akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora beroperasi di dalam negeri.
Dikatakan bahwa, "Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP).
Kementerian Kesehatan mengatakan, syarat dokter asing bisa bekerja dan berpraktik di Indonesia sangat ketat dan kelak diarahkan memberikan pelayanan kesehatan ke daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan, dan terluar).
Tetapi, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Usman Sumantri menilai, 'impor' tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
Usman juga mengatakan, pemerintah semestinya lebih mengutamakan tenaga kesehatan dalam negeri demi pemerataan pelayanan.
Baca juga: Detik-detik Pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Law, 5 Organisasi Profesi Gelar Aksi di Gedung DPR
- Pasal 235 ayat 1
Tertulis di situ bahwa, "Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi".
Bagi IDI, beleid ini sama saja mencabut peran organisasi profesi dalam hal praktik nakes karena tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi.
Padahal, surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik tersebut sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.
- Pasal 239 ayat 2
Isi pasal ini mengatakan: "Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pasal tersebut "melemahkan" organisasi profesi lantaran sebagian besar fungsinya diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), yang sebelumnya independen dan bertanggung jawab ke Presiden, nantinya akan bertanggung jawab kepada Menteri.
Baca juga: Petani Tembakau Lega Pasal 154 RUU Kesehatan Direvisi, Gelar Deklarasi Dukung Ganjar di Wonosobo
- Pasal 314 ayat 2
Pasal itu disebut IDI akan mengamputasi peran organisasi profesi karena isinya yang menyebutkan, "Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi".
Namun, di Pasal 193, terdapat 10 jenis tenaga kesehatan, yang kemudian terbagi lagi atas beberapa kelompok. Dengan begitu, total kelompok tenaga kesehatan ada 48.
IDI, sebagai salah satu penolak RUU Kesehatan, mengaku dibuat bingung, apakah satu organisasi profesi untuk seluruh jenis tenaga kesehatan atau satu organisasi profesi menaungi setiap jenis kesehatan.
Lembaga itu mencontohkan, dokter gigi, dokter umum, dan dokter spesialis yang masing-masing punya peran berbeda serta visi misinya juga beda.
- Pasal 462 ayat 1
Pasal tersebut menyebutkan: "Setiap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun."
Kemudian di pasal 2 tertulis, "Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
Menurut IDI, pasal itu sebagai "kriminalisasi dokter" lantaran tidak ada penjelasan rinci terkait poin kelalaian yang dimaksud. (*)
Artikel ini sudah tayang di BBC Indonesia dengan judul "Diwarnai aksi protes dan penolakan dua fraksi, DPR sahkan UU Kesehatan - apa pasal-pasal yang menuai polemik?".
UU Kesehatan
pasal kontroversial
RUU Kesehatan
sidang paripurna dpr ri
uu kesehatan baru
uu kesehatan 2023
Misteri Mesin Tik untuk Menulis Naskah Proklamasi Terungkap, Bukan Milik Maeda |
![]() |
---|
Kemungkinan PDIP Masuk Kabinet Usai Megawati Dukung Pemerintahan Prabowo |
![]() |
---|
Belum Ada SKB 3 Menteri, 18 Agustus 2025 Batal Jadi Libur Nasional untuk Pekerja Swasta? |
![]() |
---|
Kapolri Hadiri Haul Ponpes Buntet Cirebon, KH Marzuqi Mustamar Pembicara Utama |
![]() |
---|
Hore, Pemerintah Beri Hadiah di HUT Ke-80 RI: Tanggal 18 Agustus 2025 Ditetapkan sebagai Hari Libur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.