Semarang

Taruna Politeknik Pelayaran di Semarang Dihajar 7 Senior, Pandangan Kabur hingga Tulang Hidung Geser

Seorang taruna sebuah politeknik pelayaran di Kota Semarang, berinisial MGG (19), mengalami kekerasan dari senior dan pembina.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
UNSPLASH/DAN BURTON
Ilustrasi Pemukulan. Seorang taruna politeknik pelayaran milik Kementerian Perhubungan di Kota Semarang melaporkan senior dan pihak kampus ke Polda Jateng atas kekerasan yang dialami. Kejadian ini membuat pandangan mata taruna berinisial MGG (19) itu kabuar dan tulang hidung bergeser. 

"Korban warga Jakarta, ia masuk tahun 2022," imbuhnya.

Informasi yang didapat Radit, korban mengalami kekerasan setidaknya empat kali.

Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala, dari arah atas, depan, kiri, dan kanan.

Pukulan mengenai kepala dan tendangan di tulang kering diterima dari Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022.

Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang lebih dari 10 kali, dari senior angkatan 56, Minggu sore, 23 Oktober 2022.

Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekitar 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu malam, 2 November 2022.

Terakhir, Selasa (13/6/2023) malam, korban mengalami kekerasan dengan ditendang seniornya.

"Secara fisik memang tidak begitu parah tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban. Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK yang menyatakan korban mengalami trauma," bebernya.

Baca juga: Duga Ada Perlambatan, Panglima TNI Janji Kawal Kasus Prajurit Solo Tewas Dianiaya Senior di Papua

Selepas mendapatkan kekerasan, korban sempat mengambil cuti sekolah mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.

Selama cuti, korban didampingi kuasa hukumnya melaporkan kejadian itu ke Polda Jateng, dan Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang membawahi sekolah kedinasan tersebut.

Persisnya, ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Kemenhub.

Pihak lain, yaitu ke Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK).

Hasilnya, korban sempat diyakinkan oleh BPSDM akan mendapatkan jaminan keamanan.

Korban juga mengajukan berbagai hal ke pihak BPSDM, yakni meminta korban dipindahkan ke Sekolah Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dengan tujuan lebih mudah pengawasan orangtua.

BPSDM meminta korban kembali ke asrama sedangkan pihak kampus di Semarang meminta korban kembali bersekolah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved