Berita Bisnis

Pemerintah Larang Penjualan Rokok secara Eceran, Pedagang dan Juru Parkir di Salatiga Sambat

Larangan menjual rokok ketengan atau eceran menuai pro-kontra dari warga Kota Salatiga.

Penulis: Hanes Walda Mufti U | Editor: rika irawati
KOMPAS.com/AMIR SODIKIN
ILUSTRASI. Pekerja tengah merapikan rokok yang selesai dilinting sebelum masuk proses pengepakan. Keputusan presiden melarang penjualan rokok eceran membuat pedagang dan pembeli mengeluh. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SALATIGA – Larangan menjual rokok ketengan atau eceran menuai pro-kontra dari warga Kota Salatiga.

Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 itu pun membuat pedagang rokok eceran sambat.

Kepres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 23 Desember 2022.

Dalam kebijakan itu termuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Baca juga: Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok Mulai 1 Januari 2023: Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen

Baca juga: Purwokerto dan Cilacap Alami Inflasi di November, Dipicu Kenaikan Harga Telur Ayam dan Rokok Kretek

Satu di antara pedagang rokok eceran yang mengeluh adalah Sungatmi, pedagang kaki lima (PKL) di area Bundaran Salatiga.

Sungatmi mengaku, selama berdagang 40 tahun ini, pendapatan terbesar disumbang dari penjualan rokok eceran.

"Kalau saya, tidak setuju dengan adanya larangan tersebut."

"Tapi, yang memutuskan presiden langsung, ya mau bagaimana lagi," katanya pasrah, Selasa (3/1/2023).

Sungatmi menyadari, larangan itu bertujuan mencegah agar anak usia di bawah 18 tahun tidak mengonsumsi rokok lantaran harga satu bungkus rokok sangat mahal bagi mayoritas mereka.

"Ada baiknya juga jika menekan angka perokok pelajar," katanya.

Baca juga: Kejari Salatiga Tangkap Pelaku Dugaan Korupsi Penyaluran Kredit Perumda BPR Bank Salatiga

Baca juga: Besaran UMK Salatiga Disepakati, Naik 6,8 Persen, Sudah Diusulkan ke Provinsi

Penjual lain, Titin, juga menyatakan ketidaksetujuannya penerapan kepres itu.

Pasalnya, larangan menjual rokok eceran membuat pendapatannya turun drastis.

"Mayoritas pembeli saya sopir angkot (angkutan kota), biasanya beli dua sampai tiga batang. Kalau sopir angkot disuruh membeli satu bungkus, ya sangat memberatkan juga," kata Titin.

Dikatakannya, harga rokok yang selalu mengalami kenaikan membuat kewalahan pedagang dan pembeli.

Dia tak bisa lagi kulakan rokok dalam jumlah banyak karena jumlah pembeli menurun.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved