Berita Semarang
Cerita Relawan Pemulasaraan Jenazah Perempuan Covid di Semarang, Berawal Lihat Jenazah Terlantar
Sejumlah perempuan di Kota Semarang bergabung menjadi relawan pemulasara jenazah Covid-19.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Sejumlah perempuan di Kota Semarang bergabung menjadi relawan pemulasara jenazah Covid-19. Tekad mereka menjadi relawan berawal dari adanya kasus jenazah Covid-19 perempuan tak terurus selama berjam-jam.
Sejumlah perempuan tersebut tergabung di tim relawan pemulasara jenazah Covid-19 khusus perempuan dari Laskar Ronggolawe Semarang Barat, Kota Semarang.
Anggota tim tersebut semuanya beranggota perempuan. Total, ada empat perempuan tangguh di tim tersebut yang telah menangani ratusan jenazah Covid-19 perempuan di Kota Semarang.
Di tengah kesibukan mengurus rumah tangga, mereka menyempatkan diri mengabdi demi kemanusiaan.
Bahkan, di antara mereka, ada penyandang autoimun yang belum lama sembuh dari kelumpuhan akibat kelainan penyakit tersebut.
"Pada puncak kematian Covid-19 di Kota Semarang, pada Mei dan Juli lalu, kami bisa tangani tujuh jenazah perempuan setiap harinya. Pulang tugas bisa sampai pukul 02.00 dini hari," terang relawan jenazah Covid-19 khusus perempuan, F Maryunani (38) atau akrab disapa Fita, Rabu (11/8/2021).
Baca juga: Jadi Syarat Masuk Perbelanjaan di Semarang, Ganjar Juga Ikut Unduh Aplikasi PeduliLindungi
Baca juga: Semua Sekolah Sudah Siap Gelar PTM, Disdik Kota Semarang: Tinggal Tunggu Izin Pemprov Jateng
Baca juga: Nakes Kota Semarang Mulai Terima Vaksin Dosis Ketiga, Sasaran 25 Ribu Orang
Baca juga: Petugas Pemulasara Jenazah RSUP Kariadi Semarang Kewalahan, Sehari Bisa Rawat 25 Jenazah Covid
Bidang tersebut selama ini memang didominasi laki-laki. Padahal, jenazah Covid-19 tak hanya laki-laki namun banyak pula perempuan.
Namun, tak banyak perempuan yang terjun di bidang tersebut. Selain rentan terpapar Covid-19, tugas menjadi relawan pemulasara jenazah tak gampang. Apalagi, saat bertugas di saat puncak pandemi.
Ia melanjutkan, tim tersebut dibentuk atas dorongan berbagai pihak, di antaranya Camat Semarang Barat Heroe Soekendar, yang ketika itu prihatin lantaran ada jenazah Covid-19 perempuan tak terurus.
Jenazah Covid-19 perempuan tersebut adalah tetangga satu kelurahan Heroe. Hal itu yang menjadi dorongan baginya untuk menolong meski tanpa bekal sama sekali soal pemulasara.
"Saya ga tahu caranya pemulasaraan jenazah Covid-19 gimana, saya juga termasuk rentan terpapar covid-19 karena mengidap autoimun yang bikin lumpuh. Saya baru sembuh Oktober 2020 lalu. Namun, lihat mayat Covid-19 ga terurus, sebagai sesama perempuan, tentu terenyuh. Maka, bismillah, saya urus," katanya.
Momen itu menjadi kejadian pertama kali dia memegang jenazah. Meski tak mendapat pelatihan, dia memberanikan diri mengurus jenazah tersebut.
"Menyobek kain kafan saja baru pertama kali, seumur hidup. Takut tentu ada tetapi niat menolong sesama lebih besar dari rasa takut," kata Fita.
"Pikirku ketika itu, yang penting sesuai SOP, pakai hazmat dan bungkus mayat menggunakan plastik dan kain kafan. Jujur, itu pengalaman tak terlupakan, wajah almarhumah juga masih saya ingat betul hingga sekarang," imbuhnya.
Ia mengatakan, pengalaman pertama kali melakukan pemulasaraan jenazah Covid-19 perempuan memantiknya menjadi relawan pemulasara.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Kabupaten Tegal Mulai Digelar, Begini Suasana Hari Pertama di SMPN 1 Slawi
Baca juga: Bahas Perubahan APBD 2021, Bupati Kudus Pastikan Tak Ada Anggaran untuk Persiku dan Aspirasi DPRD
Baca juga: 101 Difabel di Patikraja Banyumas Ikuti Vaksinasi Covid, Dinkes: Pasokan Vaksin Lancar
Baca juga: Minta Masyarakat Ikut Awasi, KPK Janji segera Rilis Tersangka Dugaan Korupsi di Banjarnegara
Ia bertekad mengabdikan diri melayani masyarakat yang membutuhkan pemulasaraan jenazah Covid-19 perempuan.
"Layanan pemulasaraan ini gratis karena dari relawan. Bahkan, kami juga sediakan peti jenazah gratis yang diback up Pemkot Semarang," terangnya.
setelanjutnya, Fita dan teman-teman mendapat pelatihan dari dokter di RSUP Dr Kariadi Semarang.
"Habis itu, saya dilatih hingga mahir melakukan pemulasaraan. Kami juga dibuatkan tim khusus pemulasaraan Covid-19 perempuan, beranggotakan empat orang," terangnya.
Menurut Fita, tiga orang lain di tim tersebut masing-masing Suminah, Dede, dan Nanik.
Dua orang, yakni Suminah dan Nanik, memang sudah menjadi tim pemandi jenazah sebelum ada Covid-19.
Mereka tentu hanya perlu penyesuaian sedikit lantaran sudah ahli di bidang tersebut.
"Saya dan Bu Dede yang baru terjun di bidang tersebut, kami kompak saling mengisi satu sama lain. Untuk jenazah Covid-19 perempuan muslim maupun nonmuslim, juga sudah kami bagi sesuai agama kami masing-masing agar mengurusnya lebih gampang," terangnya.
Ia menuturkan, selepas mendapatkan pelatihan pemulasaraan Covid-19 perempuan, setiap hari, Fita selalu mendapatkan panggilan pemulasaraan jenazah.
Awalnya, ia melakukan tugas tersebut khusus di wilayah Semarang Barat namun angka kematian Covid-19 yang melonjak di Mei dan Juli, memaksanya harus memenuhi panggilan pemulasaraan di kecamatan lain.
Baca juga: Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar Kecelakaan di Tol Salatiga, Dirawat di RSUD Salatiga
Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Kamis 12 Agustus 2021: Rp 962.000 Per Gram
Ia menyebut, kala itu, setiap hari, pasti menangani jenazah Covid-19 dari satu sampai tujuh jenazah.
Bahkan, kadangkala, membantu tugas di ruang jenazah sebuah rumah sakit di Semarang yang ketika itu mengalami overload.
"Sudah 100an lebih jenazah Covid-19 perempuan yang kami tangani saat lonjakan kasus kemarin. Saat ini, sangat turun drastis, bulan ini saja hanya satu yang kami tangani," ungkapnya.
Meski demikian, ia menyatakan siap andai sewaktu-waktu mendapatkan panggilan tugas pemulasaraan.
Pasalnya, tugas tersebut sudah menjadi panggilan jiwa.
"Saya berharap, situasinya terus seperti ini tak ada lagi kematian akibat Covid-19," harapnya. (*)