Berita Jateng
SE Menaker Soal THR Dinilai Lemah, Perwakilan Buruh di Jateng Khawatir Perusahaan Mangkir Bayar THR
KSPI Jateng menilai SE Menteri Tenaga Kerja terkait THR keagamaan 2021 kurang tegas dan bisa menjadi tameng pengusaha.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: rika irawati
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah menilai surat edaran (SE) menteri tenaga kerja terkait Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2021 kurang tegas. Mereka khawatir, SE bernomor M/6/HK.04/IV/2021 itu malah menjadi tameng bagi pengusaha menghindari kewajiban membayar THR secara tepat waktu.
Dalam SE tersebut diatur, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran.
Namun, SE bersifat tidak mengikat sehingga penegasan aturan berbeda dari penerapan undang-undang ketenagakerjaan.
"Harus tegas di semua perusahaan agar pembayaran THR sesuai dengan aturan yang ada, yaitu wajib, penuh, dan tepat waktu," kata Sekjen KSPI Jateng, Aulia Hakim, Jumat (16/4/2021).
Baca juga: Menaker Ingatkan Pengusaha Bayar THR Tak Dicicil, Paling Lambat H-7 Lebaran
Baca juga: Tak Boleh Dicicil Lagi, Perusahaan Harus Bayar Penuh THR Tahun Ini
Baca juga: Data KSPI, 13 Perusahaan Belum Lunasi Cicilan THR 2020 kepada 1.487 Karyawan
Baca juga: Empat Posko Aduan THR Lebaran Mulai Difungsikan, Begini Cara Mudah Pekerja Mengadu di Karanganyar
Menurutnya, pemerintah perlu mempertegas sanksi bagi pelanggar dengan menggunakan Undang Undang yang masih berlaku tentang THR.
Kemudian, dalam SE itu juga tidak mengatur secara khusus keberadaan pihak yang mengawasi pembayaran THR oleh perusahaan di lapangan.
"Satgas THR bisa terdiri dari tiga unsur, pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha. Peran Satgas THR ini harus proaktif dalam memeriksa dan menengahi kewajiban membayar THR," katanya.
Satgas ini dibentuk untuk mengawasi perusahaan yang tidak mengikuti arahan berdasarkan SE THR. Jangan sampai ada perusahaan yang tidak lunas membayar THR hingga melewati akhir tahun.
Satgas ini juga berfungsi sebagai pelayanan, konsultasi, dan penegakan hukum agar pelaksanaan pembayaran THR 2021 dapat berjalan dengan baik dan efektif serta tercapai kesepakatan yang dapat memuaskan para pihak.
"Kami khawatir, tanpa pengawasan yang melekat dan mediasi aktif pemerintah, beleid pembayaran tunjangan hari raya keagamaan tahun ini akan sulit ditegakkan," tegasnya.
Aulia menyatakan, apabila dengan SE THR yang sifatnya tidak mengikat maka satgas yang dibentuk bisa kurang optimal.
SE tersebut juga bisa digunakan perusahaan yang masih mampu untuk tidak membayar THR secara utuh dengan alasan pandemi.
Khusus perusahaan yang terdampak pandemi, kata dia, harus terlebih dahulu membuktikan ketidakmampuannya.
Caranya, dengan membuka laporan keuangan internal secara transparan selama dua tahun terakhir ke pekerja atau buruh.
Selain itu, harus ada dialog bipartit. Meskipun, kata dia, dialog bipartit antara perusahaan yang terdampak pandemi dan pekerjanya bisa berujung kebuntuan dan memunculkan sengketa hubungan industrial baru.
"Menurut kam,i lebih fair bila data yang disajikan hasil dari audit akuntan publik agar lebih mempersempit ruang manipulasi data dari perusahaan-perusahaan yang selama ini nakal di Jawa Tengah," jelasnya.
Baca juga: Gerebek Tempat Pembuatan Tuak, Sabhara Polresta Banyumas Amankan 115 Liter Ciu dan 240 Liter Tuak
Baca juga: Wakapolsek Juwiring Klaten Digerebek Warga, Bertamu Tengah Malam ke Rumah Istri Orang
Baca juga: Laga Liga 1 Tak Kunjung Jelas, Nasib 2 Pemain Seleksi PSIS Semarang Ikut Menggantung
Baca juga: Seorang Pegawai Tata Usaha Positif Covid-19, SMP Negeri 2 Jekulo Batal Gelar Ujian Tatap Muka
Setelah itu, lanjutnya, perusahaan terkait harus melaporkan hasil dialog bipartitnya ke dinas ketenagakerjaan setempat, dengan waktu tujuh hari sebelum Lebaran.
Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban akan dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian/seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha.
"Kami berharap, pengalaman kasus tahun lalu tidak terulang seperti perusahaan yang memilih untuk mengabaikan SE dengan alasan tidak ada uang. Tetapi, ketika diperselisihkan, ujung-ujungnya mau membayar THR setelah sengketa selesai. Artinya, sebenarnya mereka mampu tapi pada penerapannya, THR tetap ditunda dan buruh yang dirugikan," ucapnya.
Ia menambahkan, apabila pelanggaran pemberian THR dapat ditekan bisa menjadikan salah satu cara mengatasi resesi ekonomi di Indonesia. THR ini akan meningkatkan daya beli dan akhirnya meningkatkan konsumsi. (*)