Berita Jawa Tengah
Kisah Perjuangan Ariyanti Besarkan Kirana, Penderita Cerebral Palsy, Ditinggal Ayah Saat Usia 3 Hari
Walaupun hidup di tengah himpitan perekonomian, tapi ia selalu memperhatikan Kirana, yang kini menempuh pendidikan di SLB Negeri 1 Pemalang.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PEMALANG - Bak sajak lagu kasih ibu sepanjang masa, Ariyanti (32) merawat putri tunggalnya Citra Kirana (10).
Meski berat perjuangannya, Ariyati tetap tabah dan tak pernah berhenti merawat putrinya yang memiliki keterbatasan fisik.
Ariyati merupakan warga Desa Kalimas, Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang.
Baca juga: Kirana Layak Jadi Pioner Pendidikan di Pemalang, Semangat Bersekolah Meski Fisik Terbatas
Baca juga: Masuk Program 100 Hari Kerja Bupati, Perbaikan 128 Ruas Jalan di Pemalang Dikebut April-Mei
Baca juga: Hoaks Tiga Rumah Terisolir Karena Ditutup Pagar Permanen di Widodaren Pemalang, Faktanya Seperti Ini
Baca juga: Saking Akrabnya, Sakunah Hafal Nama Monyet di Kawasan Candi Batur Pemalang
Pekerjaan apapun ia lakukan agar bisa mencukupi kebutuhan hidup Kirana, yang menderita cerebral palsy, atau kerusakan sel otak.
Sehingga mempengaruhi gerakan, postur, keseimbangan dan kordinasi pada tubuh.
Kirana menjadi api yang selalu menyulut semangat Ariyanti yang baru saja menjalani training di pabrik garment itu.
Sejak Kirana lahir, sang suami meninggalkan Ariyati bersama Kirana, alasannya pun sangat tragis.
Pasalnya, lantaran mengetahui putrinya memiliki kekurangan, sang ayah pergi tanpa kabar pada sepuluh tahun silam.
Secara tegar Ariyanti menuturkan, ia ikhlas dan bertekat membesarkan, serta memberikan ilmu untuk bekal di masa depan.
"Saya ditinggal suami sejak Kirana berusia tiga hari."
"Suami meninggalkan saya karena melihat anak kami mengidap cerebral palsy," katanya kepada Tribunbanyumas.com di rumahnya, Kamis (18/3/2021).

Sebelumnya, biaya hidup Kirana juga disokong oleh Turino yang merupakan kakak Ariyati.
Namun Turino telah meninggal pada 40 hari lalu.
Hal itu membuat Ariyati pun kembali harus mati-matian mencari uang untuk mencukupi kebutuhan putri tunggalnya.
"Saya baru training dua pekan di pabrik garment."
"Sebelumnya saya serabutan."
"Apa saja saya lakukan asal halal untuk mencukupi kebutuhan hidup," jelasnya.
Di kediaman kecilnya, Ariyanti tinggal bersama Suriyah (65) sang ibu, dan Kirana.
Bahkan semenjak kakak Ariyanti meninggal, Tanwi (68) ayah Ariyanti menjadi pengayuh becak di Bekasi untuk membantu menambal kebutuhan hidup.
"Kirana menjadi semangat saya, saya ingin memberi bekal ke dia."
"Saya sadar suatu saat saya akan tua dan meninggal."
"Untuk itu mati-matian saya berjuang untuk memberi bekal putri saya," paparnya.
Ariyanti menyadari perekonomiannya jauh dari kata cukup, tapi ia terus berjuang untuk memberi harapan ke putrinya.
"Saya digaji Rp 30 ribu setiap hari."
"Kalau dibilang cukup ya saya cukup-cukupkan, kalau kurang ya kurang."
"Tapi saya tetap bersyukur," kata Ariyanti.
Walaupun hidup di tengah himpitan perekonomian, tapi ia selalu memperhatikan pendidikan Kirana, yang kini menempuh pendidikan di SLB Negeri 1 Pemalang.
"Meski saya kurang mampu, namun saya perjuangkan putri saya untuk sekolah."
"Yang membanggakan, Kirana pernah menjuari lomba foto selfi."
"Hal itu membuat saya terharu," imbuhnya.
Ditambahkannya, Kirana berhenti untuk mengikuti terapi di RSUP dr Kariadi Semarang sejak pandemi Covid-19.
"Meski Kirana saya ikutkan BPJS Kesehatan mandiri, tapi saya tidak ada biaya untuk transportasi ke Semarang."
"Saya akui putri saya butuh uluran tangan untuk biaya perawatan," tambahnya. (Budi Susanto)

Baca juga: Tangkap Oknum Pembuang Sampah Depan Gapura, Tiga Warga Gedongan Karanganyar Dapat Rp 2,5 Juta
Baca juga: Calon Pengantin Wajib Tanam Dua Pohon, Regulasi Pemkab Kebumen, Ini Alasan Bupati Arif Sugiyanto
Baca juga: Wanita Hamil 7 Bulan Ditemukan Tewas di Pinggir Sawah di Adipala Cilacap, Pembunuh Saudara Sepupu
Baca juga: Tulis Surat kepada Presiden Jokowi, Perangkat Desa Glempang Banyumas Minta Dibebaskan dari Penjara