Berita Jawa Tengah
Benarkah Longsor di Grenggeng Kebumen Akibat Fenomena Likuifaksi? Begini Kata Pakar Geologi Unsoed
Longsor di Grenggeng Kebumen ini cukup menyita perhatian karena ada yang menyebutnya bukan bencana alam biasa, melainkan sebagai fenomena likuifaksi.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, KEBUMEN - Hujan berintensitas tinggi di Kabupaten Kebumen bukan hanya memicu banjir di sejumlah desa atau kelurahan.
Pergerakan tanah pun terjadi di banyak tempat hingga merusak rumah warga.
Satu di antara gerakan tanah itu terjadi Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen.
Baca juga: Ini Laporan Lengkap BPBD Terkait Banjir dan Dampaknya di Kebumen
Baca juga: Sungai Telomoyo Kebumen Kini Sudah Bisa Dibendung, Tanggul Jebol Seusai Hujan Deras
Baca juga: Residivis Ini Tak Ada Kapoknya, Enam Kali Masuk Penjara, Kali Ini Beraksi di Kebumen
Baca juga: Ini Alasan Bupati Kebumen Ingin Hibahkan Eks Gedung RSUD Jadi Kampus UNS
Longsor di wilayah ini cukup menyita perhatian karena ada yang menyebutnya bukan bencana alam biasa, melainkan sebagai fenomena likuifaksi.
Istilah likuifaksi sempat populer di masyarakat saat peristiwa gempa dan tsunami di Palu, pada September 2018.
Likuifaksi mengiringi peristiwa gempa dahsyat saat itu hingga menciptakan pemandangan mengerikan.
Tanah padat di Desa Balaroa dan Petobo Palu berubah mencair hingga menggulung bangunan dan benda apapun di atasnya.
Banyak warga diperkirakan ikut tertimbun lumpur likuifaksi.
Istilah likuifaksi kembali dipakai untuk menyebut peristiwa pergerakan tanah di Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen hingga terkesan menyeramkan.
Tetapi masyarakat tidak perlu panik.
Pakar Geologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Siswadi memastikan peristiwa alam di Desa Grenggeng bukanlah fenomena likuifaksi.
Dia menyebut fenomana itu sebagai pergerakan tanah biasa, alias longsor.
"Itu bagian dari jenis longsor, bukan likuifaksi," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (31/10/2020).
Siswadi menjelaskan, likuifaksi umumnya dipicu oleh gempabumi.
Fenomena ini terjadi pada tanah dengan kandungan air berlebih di dalamnya.
Guncangan gempabumi mengakibatkan air bergerak hingga meruntuhkan ikatan atau butir tanah di sekitarnya.
Tanah pun menjadi encer karena teraduk air hingga mudah tergeser.
Likuifaksi juga tidak harus diawali hujan, namun lebih dipicu oleh getaran permukaan bumi atau gempa.
Lokasinya pun tidak harus di perbukitan atau lahan dengan kemiringan tertentu.
"Kalau yang peristiwa di Grenggeng kan tidak didahului gempa."
"Terjadinya juga setelah hujan," katanya.
Tetapi bukan berarti pergerakan tanah di Desa Grenggeng luput dari perhatian.
Siswadi mengatakan, fenomena alam di Desa Grenggeng merupakan longsor tahap awal.
Ia mengimbau masyarakat yang tinggal di bagian yang lebih rendah dari pusat longsor untuk waspada.
"Bila hujan deras, dikhawatirkan longsoran berkembang dan terjadi bencana," katanya. (Khoirul Muzakki)
Baca juga: Ini Tips Jalani Isolasi Mandiri Pasien Covid-19, Tanpa Lagi Timbulkan Klaster Baru
Baca juga: Truk Pembawa 21 Pendaki Terguling di Pertigaan Cangkruk Karanganyar, Satu Alami Luka Patah Tangan
Baca juga: Dinkes Purbalingga Sebut Ada Kelalaian Protokol Kesehatan di Setiap Tahapan Pilkada
Baca juga: Berlaku Mulai Januari 2021, Upah Pekerja di Banjarnegara Minimal Wajib Rp 1.798.979