Berita Features

Kisah Tukang Gali Harian Asal Brebes: Dari Buruh Tani Hingga Nunggu Order di Pinggir Jalan Jakarta

Pada sore hari, mereka akan kembali ke rumah kontrakan milik seorang penjual nasi, jika tak mendapatkan pekerjaan.

Editor: rika irawati
KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO
Para tukang gali harian sedang duduk menunggu pengguna jasa mereka di pinggir Jalan Adhyaksa Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta pada Rabu (28/10/2020) siang. Para tukang gali harian ini mayoritas berasal dari Brebes, Jawa Tengah, dan sudah mengadu nasib di Jakarta selama puluhan tahun. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Rabu (28/10/2020) siang, Wari (55) duduk di pinggir selokan Jalan Adhyaksa Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta. Sebuah cangkul, karung, pikulan, belencong, dan pengki bambu milik Wari tergeletak di depannya.

Sesekali, Wari memilin rokok kretek lalu menghisap rokok dan mengepulkan asapnya ke udara.

Deru knalpot yang wara-wiri di depannya menjadi teman sehari-sehari Wari di bawah rerimbunan pohon.

Bukan hanya Wari yang setiap hari duduk di pinggir selokan itu. Kasuad (50) dan tiga orang teman kontrakannya, juga duduk bersama Wari sejak pagi sekitar pukul 06.00 WIB.

Canda tawa, bengong ditemani rokok, dan kopi yang terkadang hasil mengutang di warung, mengisi hari-hari mereka.

Pada sore hari, mereka akan kembali ke rumah kontrakan milik seorang penjual nasi, jika tak mendapatkan pekerjaan.

Baca juga: Kisah Sukses KWT Karya Tani Purbalingga, Menyulap Pekarangan Menjadi Ladang Uang

Baca juga: Kisah Eks Napiter di Kota Semarang, Dari Merakit Bom Hingga Dampingi Eks Napiter Lain Buka Usaha

Baca juga: Kisah Santri Cirebon Rintis Perusahaan Dedy Jaya Group di Brebes: Jadi Kondektur Hingga Jual Bambu

Baca juga: Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 700 Ribu, Bikin Pot Berbahan Sabut Kelapa, Berdayakan Lansia di Demak

Sementara itu, di ujung Jalan Adhyaksa dekat Hotel Mercure Jakarta Simatupang, pemandangan serupa juga terlihat.

Cangkul menemani beberapa orang juga terlihat di sekitar situ, di antaranya, Danu.

Wari, Kasuad, dan Danu adalah potret di sebuah sudut kota metropolitan nan megah ini.

Mereka adalah tukang gali harian yang biasa ditemui di sekitar kawasan Lebak Bulus.

Mereka duduk menunggu orang-orang yang membutuhkan jasa penggalian.

Mereka biasa mengerjakan untuk proyek pembangunan saluran, pengaspalan jalan, pembangunan rumah, dan proyek lain.

"Kami ini tukang gali. Orang-orang langsung dateng ke sini buat nyari tenaga kuli. Ya, kami biasa mengaspal jalan. Apa aja, pokoknya kerjaan kasar. Bisa bikin septic tank, dan gali saluran," kata Kasuad.

Wari, Kasuad, dan Danu berasal dari Kabupaten Brebes. Selain mereka, ada warga Brebes lain yang mencari nafkah dengan jalan serupa di beberapa titik di sekitar Lebak Bulus.

Puluhan tahun mengadu nasib di Jakarta

Di kampungnya, Kasuad mengaku sebagai buruh tani. Tak ada tanah miliknya yang bisa digarap. Namun, pekerjaan buruh tani lama kelamaan menghilang.

"Awalnya, pekerjaan buruh tani, tapi sudah kosong. Di kampung kan garap sawahnya udah pakai mesin. Tenaga buat garap tani udah ga dibutuhin. Makanya ke jakarta. Siapa tahu ada pekerjaan," ujar Kasuad.

Baca juga: Semua Sekolah di Temanggung Ditargetkan Sudah Gelar Simulasi KBM Tatap Muka pada Tengah November

Baca juga: Beri Kado Ulang Tahun untuk Gubernur Ganjar Pranowo, Eks Napi Teroris: Ini Jahitan Kami Sendiri

Baca juga: Istri Pendiri Pabrik Rokok Gudang Garam Tutup Usia: Miliarder Terkaya Ketiga di Indonesia

Baca juga: Hasil Seleksi CPNS 2019 Diumumkan Besok, Ini yang Harus Dipersiapkan Pelamar yang Lolos

Ia sudah mulai menunggu di Jalan Adhyaksa Raya sejak tahun 2000. Sebelum itu, Kasuad bolak-balik Jakarta untuk mencari sesuap nasi dari pekerjaan sebagai tukang gali.

Sementara itu, Wari juga sudah puluhan tahun bekerja sebagai tukang gali di Jakarta. Ia awalnya mengadu nasib di Jakarta.

"Kalau di Jalan Adhyaksa, ini ngikut dan mangkal di sini," kata laki-laki dengan enam cucu itu.

Di Jalan Adhyaksa Raya, Wari datang sendiri tanpa ada kenalan teman. Ia mencoba mengingat awal-awal kedatangannya di Jalan Adhyaksa Raya.

"Awalnya, saling gak kenal. Awalnya nanya, 'di sini lagi ngapain? boleh ga kerja di sini?'," ujar Wari sambil tertawa.

Bagi Wari, rekan-rekannya sudah seperti saudara. Suka duka dijalani bersama. Punya uang atau tidak, kerja atau tidak, dijalani bersama.

Tukang-tukang gali dari Brebes ini datang ke Jakarta bahkan sejak tahun 1970-an. Mereka tersebar di beberapa titik di Jakarta dan sekitarnya.

Pada era pemerintahan Gubernur DKI Ali Sadikin dan Tjokropranolo, Jakarta banyak melakukan pembangunan. Gedung-gedung dan sarana transportasi di Jakarta dibangun pada era 1970-1980-an.

Baca juga: Tak Semua Motor Berknalpot Brong Kena Tilang, Ini Penjelasannya

Baca juga: Cegah Banjir Lagi Akibat Luapan Sungai, Pemkab Kebumen Kebut Perbaikan Tanggul Jebol

Baca juga: Sungai Lebeng Meluap Banjiri Kalisalak Banyumas, Warga Tak Sempat Selamatkan Gabah Hasil Panen

Baca juga: Soal SE Upah Minimum 2021 Tak Naik, KSPI Jateng: Kami Tunggu Kebijakan Pak Ganjar

Selama bekerja, tarif mereka mulai Rp 300.000 per hari atau bisa berbeda jika mengerjakan proyek borongan.

Mereka bisa mengerjakan proyek-proyek di Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, dan Bogor.

Dari pekerjaannya, mereka bisa menyisihkan sejumlah uang untuk dikirimkan ke keluarga.

Namun, belakangan ini, mereka tak bisa banyak mengirimkan uang lantaran berkurangnya pekerjaan.

Pekerjaan sebagai tukang gali akan terus mereka jalani. Keterbatasan kemampuan dan modal adalah alasan.

Namun, hidup yang lebih baik masih menjadi harapan bagi para tukang gali dari Brebes. (*)

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Tukang Galian asal Brebes, Setia Menunggu Kerja di Lebak Bulus sejak Puluhan Tahun Lalu".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved