Pilkada Serentak 2020
Presiden Joko Widodo Bisa Tunda Pilkada 9 Desember 2020, Bahkan Tanpa Libatkan KPU Maupun DPR
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, Presiden Joko Widodo dapat menunda Pilkada 2020 tanpa melibatkan Komisi II DPR.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo disebut punya hak untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, apabila kondisi pandemi Covid-19 belum turun signifikan atau bahkan justru meningkat.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, Presiden Joko Widodo dapat menunda Pilkada 2020 tanpa melibatkan Komisi II DPR RI dan KPU.
Namun demikian, diperlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang baru terkait Pilkada.
• Terancam Bakal Dipecat Karena Dianggap Membelot, Wakil Ketua PKB Kabupaten Semarang: Biasa Saja
• Bupati Janji Bakal Launching Kentang Lampeng Asli Banjarnegara: Biar Dikenal Lebih Luas
• Ditolak Swab Massal Santri di Ponpes, Pemkab Banyumas Ganti Metode Screening Kesehatan
• Sapa Santri Positif Covid-19 Melalui Zoom, Naufal: Makan Teratur dan Semuanya Bahagia
"Kalau Presiden ingin menunda Pilkada karena pertimbangan, dia yang paling paham soal lapangan terkait kesiapan."
"Apalagi jumlah korban yang berjatuhan, harus menabrak ketentuan Perppu lama dengan membentuk yang baru," kata Feri seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (28/9/2020).
Feri menuturkan, perppu baru dibutuhkan lantaran Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang kini telah ditetapkan sebagai UU Nomor 6 Tahun 2020.
Mengatur bahwa keputusan penundaan Pilkada harus melalui persetujuan pemerintah, DPR, dan KPU.
Pasal 201A Ayat 2 UU Nomor 6 Tahun 2020 mengatur bahwa pemungutan suara serentak yang sempat tertunda akibat bencana non-alam akan dilaksanakan pada Desember 2020.
Kemudian, pada Pasal 201A Ayat 3 disebutkan, dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak dapat dilaksanakan.
Pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berakhir.
Itu melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.
Adapun Pasal 122A Ayat (2) menyatakan, penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR.
Menurut Feri, jika Presiden secara sepihak hendak menunda pilkada, maka dalam Perppu baru dapat disebutkan bahwa Presiden berwenang menyatakan penundaan Pilkada.
Itu jika dianggap telah terjadi hal-hal yang dinilai membahayakan orang banyak.
Dengan demikian, ketentuan dalam Perppu lama yang mensyaratkan penundaan Pilkada harus melalui keputusan pemerintah, DPR dan KPU, tidak akan berlaku.
"Kalau memang mau menunda ya keluarkan Perppu yang baru, menunda dalam artian tanpa perlu persetujuan tripartit itu, DPR, pemerintah, dan penyelenggara," ujar Feri.
• Polisi Tetapkan Wasmad Edi Susilo Jadi Tersangka, Buntut Konser Dangdut di Kota Tegal
• Masih Berseteru Sejak Februari, Conor McGregor Minta Dana White Berhenti Berbohong
• Segera! Pengguna Twitter Bisa Kirim ataupun Balas Pesan Suara Via Direct Message
• Pemain Asing Arema FC Dirombak Total, Ini Komposisi Hasil Racikan Carlos Oliveira
Feri mengatakan, jika Presiden menilai terdapat hal ihwal kegentingan memaksa yang menyebabkan pilkada harus ditunda.
Maka Presiden bisa membuat keputusan sendiri dengan menerbitkan Perppu.
Ketentuan ini telah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945.
"Jika ada hal unsur ihwal kegentingan yang memaksa dia bisa mengeluarkan Perppu dan mengabaikan ketentuan UU yang lama dengan membentuk pasal-pasal baru di dalam Perppu" kata Feri.
Untuk diketahui, pemerintah bersama Komisi II DPR dan KPU sepakat untuk tetap melanjutkan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Namun demikian, Komisi II DPR meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Selanjutnya, Komisi II meminta KPU merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
Revisi PKPU diharapkan mengatur secara spesifik di antaranya soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.
Selain itu, juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.
Kemudian, penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.
Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Masa kampanye Pilkada telah dimulai sejak 26 September 2020 dan akan berlangsung selama 71 hari hingga 5 Desember 2020.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2020. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pakar Hukum: Presiden Dapat Tunda Pilkada Tanpa Libatkan DPR dan KPU"
• Kisah Pelajar Berjuang Lawan Anemia Akut, Warga Singorojo Kendal Ini Bolak-Balik ke Rumah Sakit
• Dua Pengurus PKB Kabupaten Semarang Terancam Dipecat, Dinilai Membelot Karena Dukung Paslon Lain
• Polisi Tetapkan Wasmad Edi Susilo Jadi Tersangka, Buntut Konser Dangdut di Kota Tegal
• Klaster Baru di Kendal, Belasan Santri di Dua Ponpes Terpapar Covid-19, Ini Uraian Lengkap Dinkes