Berita Jawa Tengah
APPSI Jateng Tak Setuju Ada Klaster Pasar Tradisional: Wonge Asline Manut-manut, Jika Seperti Ini
APPSI Jateng kurang sependapat bila munculnya kasus penyebaran Covid-19 di pasar tradisional hingga disebut klaster karena ketidakdisplinan.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo baru-baru ini menyebutkan sejumlah klaster yang menonjol di provinsi ini.
Satu di antaranya yakni klaster pasar tradisional yang terdapat di Kota Semarang.
Beberapa pasar rakyat sempat ditutup karena munculnya kasus baru.
• KA Joglosemarkerto Sudah Aktif Lagi, Cuma Tiap Akhir Pekan, Tak Perlu Tunjukkan Hasil Rapid Test
• Dilarang Paksa Beli Seragam di Sekolah, Disdikbud Kendal: Hak Sepenuhnya di Orangtua Peserta Didik
• Masa Pengawasan New Normal Kota Tegal Berlanjut Hingga Akhir Juli
• Warga Tak Gunakan Masker Dikenai Hukuman di Salatiga, Sesuai Perwali Disuruh Menyapu Jalan
Penyebaran virus di pasar tradisional dinilai sangat cepat lantaran tingginya interaksi dan banyaknya kerumunan.
Serta kurangnya pengelolaan protokol kesehatan secara ketat.
Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Tengah, Suwanto menampik hal itu.
Dia kurang sependapat bila munculnya kasus penyebaran virus corona (Covid-19) di pasar tradisional hingga disebut klaster karena ketidakdisplinan.
"Aslinya wong pasar iku manut-manut (pedagang pasar nurut ikut aturan) kalau dikasih penjelasan."
"Mereka lebih taat asalkan diberikan contoh yang bagus."
"Sekarang yang kasih pemahaman orang luar pasar (dari pemerintah)."
"Yang kasih tahunya ancam-ancam dengan perintah keras, ya tidak jadi," kata Suwanto kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (2/7/2020).
Menurutnya, kekurangan pemerintah dalam menangani penyebaran virus corona di pasar tradisional yakni kurangnya edukasi dan sosialisasi.
Ia juga menyoroti perlakuan pemerintah dalam menangani kasus pandemi di pasar tradisional dengan pasar modern atau mal.
Pengawasan ketat dari pemerintah seharusnya dibutuhkan di tempat publik ini.
Karena itu, jangan sampai pedagang pasar tradisional dijadikan kambinghitam saat terjadi kemunculan kasus virus corona.
"Jangan hakimi pasar tradisional sebagai sumber penularan."
"Pemerintah juga harus memperhatikan penerangan atau pemahaman kepada pedagang."
"Yang memberikan pemahaman haruslah orang yang tahu karakteristik pedagang pasar."
"Strategi pemberian pemahaman antara pedagang, ASN, dan nelayan pastinya berbeda," tandasnya.
• Kelonggaran Jam Malam Dilaksanakan Bertahap, Dandim 0701 Banyumas: Tunggu Hasil Tes Swab Massal
• Begini Ekspresi Bupati Banyumas Saat Ikuti Tes Swab, Meringis Tahan Perih: Jebule Kayak Kiye Rasane
• SMA Negeri 3 Semarang Disidak, Ganjar Kembali Ingatkan Integritas: Langsung Coret Jika Curang
• 17 Kecamatan Berzona Merah di Kabupaten Semarang, Mundjirin: Kalau Ditegur Ada Saja Alasannya
Ia menambahkan, penerapan protokol kesehatan ketat di pasar jangan sampai mengorbankan perekonomian warga.
Harus seimbang antara kepentingan perut dengan kesehatan dan keamanan masyarakat.
"Kalau semua di-lockdown, ditutup, ekonomi hancur, kalau perut lapar mau apa lagi?"
"Pasti muncul kejahatan," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (2/7/2020).
Ia juga menyoroti bantuan perlengkapan untuk protokol kesehatan yang dinilai belum memenuhi unsur keadilan dibandingkan pasar modern.
Karena itu, ia meminta pemerintah mengerahkan petugas di setiap pintu masuk di semua pasar tradisional.
Petugas tersebut untuk mengecek suhu badan pembeli maupun penjual.
Selain itu, bantuan berupa masker dan tempat cuci tangan juga dibutuhkan.
Hal senada juga diungkapkan pedagang Pasar Induk Wonosobo yang juga Ketua APPSI Wonosobo, A Fikri Wijaya.
Dia menuturkan kurangnya edukasi dan menumbukan kesadaran kepada pedagang pasar dari pemerintah yang menyebabkan munculnya kesan pedagang pasar sulit diatur.
"Perlu peningkatan intensitas pemberian edukasi masyarakat pasar."
"Karena SDM mereka berbeda-beda," tegasnya.
Ia mengakui pasar tradisional berbeda dengan pasar ritel modern atau maul yang bisa dengan mudah mengatur pedagang dan pembeli.
Serta bisa membatasi jumlah maksimal pengunjung supaya tidak ada kerumunan.
Belum, lagi lapak para pedagang yang saling berdempetan dan barang-barangnya meluber hingga akses jalan dalam pasar.
Fikri menambahkan di Pasar Induk Wonosobo total ada 4.333 pedagang.
Saat ini ada 17 pintu masuk yang dilengkapi tempat cuci tangan dan sebagainya sebagai syarat protokol kesehatan.
Sementara, anggota Komisi B DPRD Jateng, Imam Teguh Purnomo menegaskan, ada perbedaan perlakuan dari pemerintah kepada pasar tradisional dan modern.
Itu pun telah diutarakan saat rapat Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng,
Dia menyampaikan agar ada perhatian khusus untuk pasar tradisional dan penerapan protokol kesehatan.
"Kami sampaikan secara tegas kepada dinas terkait agar pasar tradisional dilengkapi fasilitas layaknya pasar modern dalam penanganan Covid-19."
"Misalnya, ada fasilitas untuk rapid test kepada pedagang dan pengunjung, kasih tempat cuci tangan, disinfektan, bagi masker dan sebagainya," jelasnya. (Mamduh Adi)
• Bupati Gerebek Tempat Hiburan Malam di Banyumas, Achmad Husein: Hari Ini Langsung Berikan SP2
• Dua Warga Wangon Positif Corona, Dinkes Banyumas: Hasil Rapid Test Mandiri di Laboratorium Prodia
• Kantor Desa Rabak Digeruduk Warga, Kades Tak Bisa Dihubungi, Dugaan Penyelewengan Tiga Sumber Dana
• Mohon Maaf, KA Ranggajati Kembali Berhenti Beroperasi, Hasil Evaluasi Okupansi Penumpang