Berita Nasional
Soal UMK 2026, Menaker Pastikan Standar Hidup Layak Pekerja dan Upah Sektoral Jadi Pertimbangan UMP
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan UMP 2026 akan memperhatikan standar hidup layak pekerja.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan, upah minimum provinsi (UMP) 2026 akan memperhatikan standar hidup layak pekerja.
Penyusunan upah minimum kabupaten/kota (UMK) juga akan kembali melibatkan Dewan Pengupahan.
Hal ini sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2024 yang mengabulkan sebagian gugatan buruh.
Dalam putusannya, MK memberlakukan kembali komponen upah minimum sektoral (UMS) yang sempat hilang.
"Ya, benar. Harus (sesuai putusan MK dan poin-poinnya), itu nomor satu."
"Jadi, pemerintah wajib dan kita kemudian berkomitmen untuk melaksanakan keputusan MK," ujar Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, Senin (13/10/2025).
"Di situlah disampaikan bahwa UMP harus mempertimbangkan faktor ini, faktor ini."
"Makanya, kita perlu melakukan kajian, kita perlu juga melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari berbagai sektor," jelasnya.
Baca juga: Tunjangan Perumahan Ketua DPRD Kota Tegal Tembus 21 Kali Lipat UMK, Baru Ditetapkan 3 Maret 2025
Menurut Yassierli, saat ini, pihaknya masih menuntaskan proses perumusan UMP 2026.
Diketahui, deadline penentuan UMP 2026 adalah akhir bulan November 2025.
Ditanya soal permintaan buruh agar UMP 2026 naik 8,5 persen, Yassierli mengatakan, hal itu sebagai masukan.
"Itu bagian dari proses, itu ada aspirasi."
"Tentu aspirasinya kita tampung, nanti kita juga akan mendengarkan dari sektor yang lain, selain kami juga akan melakukan kajian nanti juga semua akan dibahas di Dewan Pengupahan," tuturnya.
Putusan MK soal UMP
Sebelumnya, MK kembali memberlakukan upah sektoral dalam penentuan UMP.
Ini tercantum dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 pada 31 Oktober 2024 yang mengabulkan sebagian tuntutan sejumlah serikat pekerja soal isu ketenagakerjaan di dalam Undang-undang (UU) Ciptaker terbaru.
"Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 ... bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota'," tulis MK dalam putusannya.
Aturan tentang UMS itu sebelumnya terdapat pada UU Ketenagakerjaan yang diteken pada 2003.
Namun, hilang setelah pemerintah menggunakan UU Ciptaker yang baru.
Baca juga: Punya Penghasilan 19 Kali Lipat dari UMK, Kenapa Anggota DPRD Banyumas Masih Mengaku Kurang?
Dalam putusannya, MK sependapat dengan gugatan yang dilayangkan buruh bahwa dalam penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja.
Sebab, pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja berbeda.
Penghapusan UMS dinilai justru bisa mengancam standar perlindungan pekerja, khususnya pada sektor-sektor yang sebetulnya memerlukan perhatian khusus dari negara.
Oleh karena itu, MK menegaskan, UMS mesti diberlakukan lagi.
Dalam putusan yang sama, MK juga mengubah sejumlah pasal dalam klaster pengupahan.
Pertama, Mahkamah mengembalikan komponen hidup layak sebagai bagian tak terpisahkan dari hitungan upah yang sebelumnya dihapus UU Ciptaker.
MK meminta pasal soal pengupahan harus "mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua".
Kedua, MK juga menghidupkan lagi peran dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah sebagai bahan bagi pemerintah pusat menetapkan kebijakan upah.
Baca juga: Gaji Rp 2,6 Juta Masih tak Cukup, Buruh di Cilacap Tuntut UMK 2026 Naik
Aturan soal dewan pengupahan juga dilengkapi MK dengan klausul bahwa dewan tersebut "berpartisipasi secara aktif'.
Ketiga, majelis hakim juga merasa perlu menambahkan frasa "yang proporsional" untuk melengkapi frasa "struktur dan skala upah".
MK juga memperjelas frasa "indeks tertentu" dalam hal pengupahan sebagai "variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh."
Keempat, Mahkamah juga memasukkan kembali frasa "serikat pekerja/buruh" pada aturan soal upah di atas upah minimum. (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "UMP 2026: Menaker Janji Patuhi Seluruh Poin Putusan MK, Termasuk Upah Sektoral".
Jalan Ditutup untuk Haul Habib Ali di Solo, Ambulans Nekat Terobos Jemaah ke RS Kustati |
![]() |
---|
Tagar Boikot Trans 7 Trending Usai Beritakan Ponpes Lirboyo, Direktur Langsung Minta Maaf |
![]() |
---|
Tanggapan Istana Purbaya Tolak Bayar Utang Proyek Kereta Cepat Pakai APBN |
![]() |
---|
Pantas Anggota DPR RI Tak Protes, Dana Reses Naik Hingga Rp702 Juta setelah Tunjangan Rumah Dipotong |
![]() |
---|
Tanggapan Pertamina tentang Isu Penunggak Pajak tak Bisa Isi BBM hingga Warga Geruduk SPBU |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.