Banyumas

Di Ujung Masa Pengabdian, Tiga Pria Sepuh Ini Ditelantarkan Perusahaan di Banyumas

bagi Prayitno, Sutomo, dan Tri Himawanto, tiga pria yang telah menua bersama PT Kerta Gaya Pusaka (KGP) Purwokerto, loyalitas itu dibayar janji kosong

DOKUMENTASI PRIBADI WARGA
MEMPERJUANGKAN HAK. Dengan wajah lelah penuh harap, dua mantan karyawan PT KGP Purwokerto, didampingi kuasa hukum mereka Djoko Susanto (kiri), menunjukkan surat pengaduan hukum, Senin (13/10/2025). Setelah mengabdi puluhan tahun, mereka kini berjuang menuntut sisa gaji dan pesangon yang belum dibayarkan perusahaan. 

Tiga puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Itu adalah bentangan panjang pengabdian, di mana peluh keringat dan kesetiaan dipertaruhkan. Namun bagi Prayitno, Sutomo, dan Tri Himawanto, tiga pria yang telah menua bersama PT Kerta Gaya Pusaka (KGP) Purwokerto, loyalitas itu kini dibayar dengan janji kosong dan tangan hampa.

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO – Di sebuah ruang sederhana di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto, Senin (13/10/2025), tiga wajah lelah itu menatap nanar tumpukan kertas di hadapan mereka.

Kertas-kertas itu adalah bukti perjuangan mereka, sebuah gugatan atas hak yang dirampas setelah puluhan tahun mengabdi.

Totalnya lebih dari Rp300 juta, angka yang seharusnya menjadi bekal mereka di masa senja.

Baca juga: Produk Berkualitas, Perusahaan Wig Purbalingga Justru Hadapi Badai PHK: Masalah di Produksi Massal

Mereka adalah korban dari pemberhentian sepihak.

Setelah memberikan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka, perusahaan jasa transportasi itu tiba-tiba melepaskan mereka begitu saja, tanpa pesangon, bahkan dengan sisa gaji dan tunjangan yang masih tertahan.

Dinding Tebal Perusahaan Raksasa

Kuasa hukum mereka, H. Djoko Susanto, SH, menunjuk tumpukan berkas itu dengan geram.

Baginya, ini adalah potret ketidakadilan yang telanjang.

"Mereka sudah bekerja puluhan tahun, tapi diberhentikan secara sepihak tanpa pesangon. Ada gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan," ujar Djoko.

Ia merinci, kliennya Prayitno (55) yang sudah bekerja sejak 1994, masih memiliki hak gaji dan pesangon senilai lebih dari Rp113 juta.

Nasib serupa dialami Sutomo (59), yang haknya mencapai Rp90 juta.

Dalih kesulitan keuangan yang dilontarkan perusahaan, bagi Djoko, terdengar seperti lagu usang yang sumbang.

"Ini jelas melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perusahaan ini sudah beroperasi lebih dari 30 tahun," katanya.

"Apalagi perusahaan masih beroperasi dan bahkan merekrut karyawan baru."

Suara Lirih dari Para Pekerja Setia

Di sudut ruangan, Prayitno mencoba bersuara.

Matanya menerawang, seolah memutar kembali rol film pengabdiannya yang kini terasa sia-sia.

"Masa kerja saya sudah lebih dari 30 tahun, tapi gaji, THR, dan pesangon belum dibayar," ujarnya lirih.

"Kami berharap Presiden dan Menteri Ketenagakerjaan bisa menegur perusahaan agar hak kami segera dibayarkan."

Di sebelahnya, Sutomo hanya bisa mengangguk pelan.

Kesehatan pria 59 tahun itu kini menurun drastis, tergerus oleh pikiran dan ketidakpastian setelah diberhentikan.

"Katanya perusahaan sedang kesulitan keuangan, tapi kok masih ada karyawan baru?" ucapnya, sebuah pertanyaan retoris yang menyiratkan luka mendalam.

"Kami hanya ingin hak kami dibayar dan keadilan ditegakkan."

Kini, perjuangan tiga pria sepuh ini baru saja dimulai.

Diwakili kuasa hukumnya, mereka akan mengetuk setiap pintu keadilan yang ada, berharap negara tak menutup mata pada nasib para pekerja setia yang ditelantarkan di penghujung jalan pengabdian mereka.

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved