TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Pagi itu masih gelap ketika Suyati (54), seorang pemilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sumpiuh, tiba-tiba menggeber motornya.
Suyati mengejar seorang pria berseragam dinas, yang diamatinya setiap hari membuang satu karung sampah sembarangan di area pasar, Sumpiuh.
"Saya sampai kejar-kejar naik motor jam lima pagi. Tiap hari orang itu buang satu karung.
Saya marahi, masa PNS buang sampah sembarangan, padahal kita di sini butuh biaya buat olah sampah," katanya dengan ekspresi geram.
Suyati bukanlah siapa-siapa, ia seorang ibu dua anak sekaligus nenek dua cucu, yang bekerja memilah sampah sejak lima tahun lalu. Menjadi salah satu dari tujuh wanita 'Srikandi Sampah Sumpiuh', julukan yang pantas disematkan kepada para perempuan yang menjadi andalan pemilahan sampah di wilayah timur Banyumas.
Srikandi dalam pewayangan ikut berperang melawan Kurawa. Tapi Srikandi Sumpiuh ini berperang melawan tumpukan sampah. Begitulah sedikit kelakar yang diutarakan Suyati.
Di bawah hanggar beratap bolong dan rusak perempuan-perempuan tangguh itu berdiri mulai pukul 07.00 WIB hingga sore.
Dengan sarung tangan, celemek lusuh, sepatu boots, dan masker, mereka menghadapi tumpukan sampah yang dikumpulkan dari 3 kecamatan, yaitu Sumpiuh, Tambak, dan Kemranjen.
"Sampah ini memang kotor, tapi membawa berkah dan menghidupi kami" ujar Suyati, tiba-tiba tersenyum karena melintas tumpukan popok bekas bercampur dedaunan lewat dihadapannya.
Waktu menunjukan pukul 08.00 WIB, satu kendaraan bermotor roda tiga warna hitam pengangkut sampah tiba-tiba datang dan menurunkan muatannya. Selang tak beberapa lama, truk carry andalan TPST Sumpiuh juga menyusul ingin segera dibedah sampah apa saja yang didapat dari pasar.
Ditumpahkannya sampah aneka ragam itu ke mesin conveyor yang berderu. Tanpa jijik, tangan-tangan terampil itu memilah dan memilih limbah rumah tangga. Maka tersingkaplah aneka botol plastik, pecahan kaca, logam rongsokan, sampai bangkai kucing dalam kantong plastik hitam.
"Apa-apa saja bisa ada, namanya juga sampah campur aduk. Awal-awal kerja saja dulu sempat sesak. Sekarang, sudah biasa cium bau seperti ini," kata Suyati heran.
Dari tumpukan sampah itu pula, kadang muncul kejutan yang menyenangkan hati.
"Saya kerap kali menemukan uang Rp50 ribu, bahkan Rp100 ribu. Uang receh sih sudah biasa. Ada juga yang menemukan anting emas setengah gram," ujarnya sambil tertawa kecil berharap hari ini ia beruntung.
Tentu Suyati tidaklah sendiri, karena berdiri di hadapannya pekerja lain yaitu Yeni Asih (45) dan Minah (43) yang ikut berjibaku dengan aneka limbah di jalur mesin konveyor. Merekalah punggawa Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) TPST Sumpiuh yang tidak pernah absen.