Dalam mengukur tingkat kemiskinan, terdapat dua jenis data kemiskinan yang digunakan yaitu data kemiskinan makro dan data kemiskinan mikro.
Kemiskinan makro merupakan suatu metode mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep ‘basic needs approach’ dan ‘pendekatan moneter’. Kemiskinan mikro menggunakan konsep “multi dimensi”dan “pendekatan non moneter” dalam melakukan perhitungan datanya.
Pada kemiskinan makro, angka kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan makanan yaitu 2100 kilokalori per-kapita per-hari ditambah dengan non makanan.
Sumber data yang digunakan Data Susenas (sampel) karena tidak memungkinkan untuk dilakukan pada seluruh penduduk (sensus).
Sehingga data yang dihasilkan merupakan data estimasi jumlah penduduk di setiap daerah. Pemanfaatan konsep basic needs approach ini digunakan dalam perencanaan dan evaluasi program kemiskinan dengan target geografis, tetapi tidak menunjukkan siapa dan dimana alamat penduduk.
Pada kemiskinan mikro, angka kemiskinan didasarkan pada indeks atau PMT dari ciri-ciri rumah tangga. Dengan pendekatan ini data yang dihasilkan menunjukkan jumlah rumah tangga sasaran: sangat miskin, miskin, hampir/rentan miskin by-name by-address. Data kemiskinan mikro digunakan untuk menentukan target rumah sasaran atau rumah tangga secara langsung pada program bantuan dan perlindungan sosial seperti BLT, PKH, Raskin, Jamkesnas, dll.
Garis kemiskinan mencerminkan nilai Rupiah pengeluaran minimum yang diperoleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dalam sebulan, baik kebutuhan pokok makanan dan minuman/air minum (mamin) maupun non makanan. Tujuannya agar hasil penghitungan konsisten dari waktu ke waktu.
Standar garis kemiskinan nasional ditetapkan senilai Rp 595.242 per kapita per bulan atau Rp 20.000 per hari.
Saya masih ingat guyonan dosen ekonomi makro saat kuliah S1 IESP Fakultas Ekonomi Undip, 35 tahun silam.
Baca juga: Datang Hanya untuk Ngadem dan Cuci Mata, Rojali dan Rohana Bikin Mal di Semarang Terancam Tutup
Bahwa untuk menaikkan atau menurunkan angka atau tingkat kemiskinan sangatlah mudah. Yaitu dengan cara menaikkan atau menurunkan Rp 1.000 (sekarang Rp 5-10 ribu) pada standar garis kemiskinan.
Penyebab kemiskinan bersifat kompleks dan saling terkait. Mengatasi kemiskinan membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pemerataan pembangunan serta perbaikan tata kelola dan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin.
Apalagi kemiskinan masih terkonsentrasi di Jawa, sekitar 12,62 juta orang (52,45 persen) dari total penduduk miskin Indonesia.
Hingga sekarang pulau Jawa masih menjadi pusat perekonomian nasional yang masih harus berjuang keras melawan kemiskinan dan kesenjangan.
Indeks Gini
Indeks Gini atau Gini Ratio adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan distribusi pendapatan atau kekayaan dalam suatu populasi.