Ambang Batas Presiden

MK Hapus Ambang Batas Presidential Threshold, Ini Dampak Positif dan Negatifnya Menurut Pakar

Editor: rika irawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majelis Mahkamah Konstitusi membacakan putusan gugatan Pasal 222 UU Pemilu terkait presidential threshold, Kamis (2/1/2024). Dalam putusannya, MK mengabulkan penghapusan ambang batas presiden.

"Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih," kata Sadil.

Baca juga: Pengamat Menilai, Ambang Batas Ideal Parlemen 7 Persen: Agar Parlemen Didominasi Dukungan Publik

Mahkamah juga menekankan partisipasi parpol peserta pemilu dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dikenai sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

Dampak Positif dan Negatif Putusan MK

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan, putusan MK terkait presidential threshold memiliki dampak positif dan negatif bagi demokrasi Indonesia.

Menurut Bivitri, penghapusan ambang batas presiden itu memberi dampaa positif dimana dominasi partai politik besar dan kartel politik bisa dibongkar.

Bivitri menyebut, pasti akan ada rekonfigurasi politik akibat putusan ini, seperti yang terjadi setelah MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada serentak 2024 lewat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PPU-XXII/2024. 

"Langsung konfigurasi politiknya berubah. Jadi, mudah-mudahan bisa ada rekonfigurasi itu, kartel politik jadi bisa agak pecah lagi dan seterusnya."

"Dan ini bagus untuk demokrasi kita yang sekarang sudah jumud semua, ada parpol-parpol besar yang membuatkan kartel politik, bahkan sudah enggak ada oposisi mungkin, itu mudah-mudahan bisa berubah," ucap Bivitri, Kamis, dikutip dari Tribunnews.com.

Dampak positif lain, kata Bivitri, pemilih bisa mendapatkan lebih banyak pilihan.

"Jadi, kalau free competition kan gitu, lebih banyak pilihan itu lebih bagus. Jadi, kita punya harapan tentang sirkulasi elite," tuturnya.

Dengan begitu, sambung Bivitri, partai politik tak lagi dikontrol ambang batas pemilihan presiden, dimana parpol yang berkumpul hanya menghitung persentase.

"Jadi, mudah-mudahan, lebih banyak pilihan, jadi kualitas demokrasinya mudah-mudahan lebih baik," harapnya.

Baca juga: Digadang Jadi Cawapres, Ini Reaksi Gibran Soal MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres

Hanya saja, Bivitri mengatakan, ketiadaan ambang batas presiden dapat memunculkan calon-calon pemimpin negara yang bermasalah.

"Karena sekarang kan semua bisa maju (pemilihan presiden). Jadi, bayangkan bahwa asal punya banyak uang, bisa saja ada parpol-parpol yang mungkin dibeli sama orang-orang bermasalah."

"Atau, mungkin enggak dibeli seperti dagang tapi paling tidak dikooptasi, asal punya banyak uang lah intinya," ucap Bivitri.

Halaman
1234

Berita Terkini