Berita Politik

10 Mantan Kader Partai Demokrat Digugat Kubu AHY ke Pengadilan, Ada Nama Peserta KLB

Editor: rika irawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Tim Partai Demokrat kubu AHY Bambang Widjojanto memberi keterangan setelah melayangkan gugatan kepada 10 mantan kader, diantaranya peserta KLB Deli Serdang, Sumatera Utara.

TRIBUNBANYUMAS.COM - Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggugat 10 mantan kadernya atas dasar perbuatan melawan hukum. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021).

Di antara mantan kader yang digugat, beberapa nama diketahui ikut Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Jumat (5/3) pekan lalu.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Demokrar Herzaky Mahendra Putra.

"Ada 10 orang yang tergugat tapi intinya, kenapa kami menggugat mereka. Karena mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum." ucap Herzaky kepada awak media, dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Jumat (12/3/2021).

Herzaky menyebut, mantan kader itu melanggar pasal konsitusi Partai Demokrat dan Pasal 1 UUD Tahun 1945.

"Melanggar konsitusi partai yang diakui oleh negara. Melanggar konsitusi negara UUD 1945 Pasal 1 karena Indonesia negara hukum yang demokratis," katanya.

Ia mengatakan, tuduhan melanggar UU Partai Politik juga dilayangkan pada mantan kader itu.

"Sangat jelas, mereka melanggar UU Parpol. Salah satunya, Pasal 26 bahwa kader yang telah diberhentikan atau dipecat, tidak dapat membentuk kepengurusan ataupun parpol lagi yang sama," jelasnya.

Baca juga: 14 Kader Partai Demokrat di Jateng Terancam Dipecat, Terindikasi Ikut KLB di Deli Serdang

Baca juga: DPC Partai Demokrat Karanganyar Tolak KLB, Tri Haryadi: Dipastikan Ilegal dan Inkonstitusional

Baca juga: Diiming-Imingi Uang Puluhan Juta agar Mau Ikut KLB, Ketua DPC Demokrat Pekalongan Ngumpet di Kamar

Baca juga: Kompak Tolak KLB Deli Serdang, DPD dan DPC Demokrat Jateng Menyatakan Setia pada Keluarga SBY

Gugatan ini dilakukan kuasa hukum Partai Demokrat kubu AHY yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi.

Sosok mantan Ketua KPK Bambang Widjojanto ikut tergabung di dalamnya.

Pada kesempatan yang sama, Bambang meyakini, ada problema dasar terkait demokrasi pada masalah perebutan pimpinan Demokrat ini.

Menurutnya, masalah ini bukan hanya internal, tapi sudah lingkup negara.

"Kalau segelintir orang yang sudah dipecat sebagian besarnya, bisa melakukan tindakan seperti ini. Yang diserang sebenernya negara, kekuasaan, pemerintah yang sah. Bukan sekedar Partai Demokrat," ujar Bambang.

Sebelumnya diketahui, kubu Demokrat kontra-AHY menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Mereka pun menyatakan, KLB tersebut sah dan konstitusional.

Bahkan, mereka juga menyebut, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) 2020 yang dijadikan landasan kubu Demokrat AHY tidak sah karena dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Partai Politik.

Hal itu disampaikan mantan kader Partai Demokrat, Darmizal dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/3/2021).

"Maka, DPP Partai Demokrat versi AHY telah nyata-nyata melanggar UU Partai Politik, karena itu batal demi hukum," kata Darmizal, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV.

Baca juga: Kungkum di Tengah Kebun Sawit, Belasan Warga Cigeulis Pandeglang Diamankan Polisi

Baca juga: Ibu Rumah Tangga di Banioro Kebumen Ditemukan Tewas Tergantung di Dekat Kandang

Baca juga: Segarnya Dawet Beras Khas Tegal: Tanpa Santan dan Beraroma Jeruk Purut, Seporsi Hanya Rp 2.500

Baca juga: Cerita Sopiah, Korban Kebakaran Pasar Induk Banjarnegara. Stok Beras 4 Ton Ludes Tak Bersisa

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi KLB, Jhoni Allen Marbun juga ikut menanggapi.

Ia menyebut sejumlah hal yang dinilai cacat dalam kepengurusan partai di bawah kepemimpinan AHY.

Misalnya, posisi Ketua Umum yang memiliki kekuasaan penuh.

"Sekjen dan yang lain hanya membantu," jelas Jhoni.

Lebih lanjut, hal yang sama juga terjadi dengan posisi Ketua Majelis Tinggi Partai yang dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ketua Majelis Tinggi bisa menentukan calon ketua umum. Kemudian bisa menentukan kongres atau kongres luar biasa," katanya.

Sementara, lanjut Jhoni, tugas Mahkamah Partai hanya memberi rekomendasi kepada Majelis Tinggi.

Atas dasar itu, Jhoni menyebut AD/ART 2020 itu bertentangan dengan UU Partai Politik.

"Semua ini ada di AD/ART 2020, sementara UU Partai Politik mengatur hal yang sangat fundamental," ujarnya. (*)

Berita Terkini