Sebelumnya diberitakan, Bawaslu Kabupaten Purbalingga telah memanggil dan memeriksa 24 (sebelumnya tertulis 23) aparatur sipil negara (ASN) di kabupaten setempat.
Mereka adalah yang diduga tidak netral dalam konteks Pilkada Serentak 2020, belum lama ini.
Nah, 23 ASN Disdikbud Kabupaten Purbalingga melawan, dengan melaporkan balik Bawaslu kepada DKPP.
• BST Kemensos Mulai Disalurkan di Cilacap
• Saya Ikhlas Kembalikan BLT Rp 600 Ribu Ini, Bupati Banyumas: Ini Benar-benar Luar Biasa
• Belasan Warga Kemranjen Banyumas Nyusul Kembalikan BLT Rp 600 Ribu
• Proyek Fisik Jalan Tetap Jalan di Banjarnegara, Budhi Sarwono: Pasti Selesai Tahun Ini
Kuasa hukum ke-23 ASN Disdikbud Purbalingga, Endang Yulianti menilai Bawaslu tidak profesional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Menurutnya, Bawaslu kurang cukup bukti dalam menindaklanjuti pelaporan maupun temuannya tersebut.
"Pelaporan maupun temuan itu, bisa ditindaklanjuti minimal dengan mempunyai dua alat bukti," tuturnya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (12/5/2020).
Bawaslu, kata dia, juga tidak terbuka ketika dimintai informasi pelanggaran apa yang dilakukan kliennya.
Oleh sebab itu pihaknya melakukan investigasi sendiri untuk mencari bukti yang dipersangkakan terhadap kliennya.
"Saya sebut kurang bukti, karena harusnya ada dua alat bukti."
"Dia (Bawaslu) menggunakan alat buktinya video, di mana secara Undang-undang ITE itu bisa dijadikan alat bukti."
"Tapi saksi yang ada, saya menduga kurang memenuhi syarat sebagai saksi," jelasnya.
Dikatakannya, saksi pada perkara tersebut seharusnya orang yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri.
Namun saksi dimaksud Bawaslu adalah orang yang menemukan video.
"Kalau menurut pendapat hukum saya, itu bukanlah saksi."
"Bagi saya saksi itu adalah orang yang mendengar dan melihat peristiwa hukum itu," kata dia.
Baginya, konten yang jadi dipersoalkan adalah yel-yel bukan videonya.
Semestinya yang dipersoalkan adalah peristiwa yel-yel itu.
"Jadi orang yang menemukan alat bukti tidak bisa dikatakan saksi. Jadi tidak memenuhi syarat formil," terangnya.
Selain itu, Endang menganggap temuan Bawaslu tidak memenuhi unsur yang dipersangkakan.
Hal ini dikarenakan kliennya diperiksa terkait dugaan ASN tidak netral dalam Pemilu 2020.
"Kalau kami kaji video itu dibuat pada 2 Desember 2019. Waktu itu apakah sudah ada Pilkada."
"Apakah Bu Tiwi (Dyah Hayuning Pratiwi) mempunyai korelasi hukum Pilkada?" tanyanya.
Saat video dibuat, Kata Endang, Bupati Purbalingga belum ada korelasi hukum dengan Pilkada.
Oleh sebab itu dia mempertanyakan apakah yang dipersangkakan oleh Bawaslu terhadap klien tersebut dapat memenuhi unsur.
"ASN tidak netral saat Pemilu. Lha Pemilunya mana?"
"Terus ketika ASN mendukung Bu Tiwi itu kapasitasnya pemimpin mereka atau sebagai calon Bupati?" jelasnya.
Dia menduga temuan Bawaslu itu adalah cacat formil dan tidak memenuhi unsur.
Hal itulah yang dianggapnya Bawaslu tidak profesional.
"Upaya hukum kami adalah melaporkan ke DKPP."
"Karena seorang penyelenggara pemilu tidak profesional menjalankan tugas dan kewenangannya, itu melanggar kode etik dia," tutur dia.
Meski begitu, ia sepakat menegakkan marwah Pemilu.
Namun pihaknya meminta hukum ditegakkan sebagaimana mestinya.
"Tidak boleh dengan asumsi, tekanan publik, kepentingan."
"Saya pengen netral. Saya ingin Bawaslu bekerja tidak atas tekanan publik," ujar dia. (Rahdyan Trijoko Pamungkas)
• PT KAI Daop IV Semarang Tolak 12 Calon Penumpang, Alasannya Tak Penuhi Syarat
• Masih Ditemukan Produk Tidak Layak Jual di Kota Semarang, Ini Bukti Hasil Sidak BBPOM
• Di Kabupaten Semarang, Sekolah Dilarang Tarik Sumbangan, Seragam Siswa Tak Harus Baru
• Hoaks! Pesan Berantai Denda Rp 300 Ribu Bagi Pengendara Tak Gunakan Masker di Semarang