Berita Semarang

Lupakan Trem! Pemkot Semarang Diminta Fokus Perbaiki Layanan Trans Semarang

Pakar transporasi meminta Pemkot Semarang menunda rencana pembangunan LRT atau trem dan fokus memperbaiki layanan Trans Semarang.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rika irawati
TRIBUN JATENG/ISTIMEWA
PERLU PEMBENAHAN - BRT Trans Semarang berhenti di shelter Simpanglima Kota Semarang. Pengamat transporasi meminta Pemkot Semarang menunda rencana pembangunan LRT atau trem dan fokus memperbaiki layanan Trans Semarang. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG – Rencana pembangunan light rail transit (LTR) atau trem di Kota Semarang, Jawa Tengah, dinilai tak realistis.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pembangunan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno meminta Pemkot Semarang menunda rencana tersebut.

Djoko mengatakan, ongkos membangun infrastruktur LRT atau trem sudah cukp tinggi.

Lima tahun lalu, biaya pembangunan tersebut telah mencapai Rp500 juta per kilometer.

Saat ini, ongkos tersebut diperkirakan berlipat.

Baca juga: Kota Semarang Bakal Miliki Jalur Trem dan Ruang Publik Bawah Tanah, Dikerjakan Mulai 2023

Angka tersebut belum termasuk biaya pengadaan kereta sehingga akan membebani keuangan daerah maupun pusat.

"Semarang, dengan APBD sekitar Rp5,5 triliun, jelas tak sanggup membiayainya," kata Djoko saat dihubungi, Kamis (14/8/2025).

Fokus Perbaiki Trans Semarang

Djoko menjelaskan, kondisi Kota Semarang berbeda dari Jakarta yang memang memerlukan citra internasional. 

Daerah di luar Jakarta, termasuk Semarang, memiliki kapasitas fiskal yang lebih rendah sehingga moda transportasi berbasis jalan dinilai lebih tepat dikembangkan.

Ia menilai, Pemkot Semarang sebaiknya fokus membenahi sistem Trans Semarang yang dinilai masih menyisakan berbagai persoalan, terutama keterjangkauan layanan hingga ke kawasan perumahan.

"Dengan dana pusat, akan dibantu jalur busway. Kalau tidak salah, di Semarang, sepanjang 17 km atau 21 km."

"Fokus saja ke situ."

"Mudah-mudahan, lima tahun ini selesai, seperti proyek serupa yang dibangun di lima kota, termasuk Semarang," jelasnya.

Djoko menyebut, saat ini, ramainya penumpang Trans Semarang hanya terjadi pada pagi hari. 

Layanan pun belum menjangkau seluruh kawasan permukiman. 

Dari 110 kawasan perumahan di Semarang, kurang dari 5 persen yang terlayani angkutan umum.

Baca juga: Anak Rentan Jadi Korban Cyber Bullying, Disdik Kota Semarang Imbau Orangtua Dampingi Anak

Selain itu, ia menyoroti permasalahan teknis di lapangan, di antaranya asap hitam yang kerap mengepul dari bus Trans Semarang dan mengganggu pengendara lain sehingga dijuluki cumi-cumi darat.

"Banyak yang harus dibenahi, misalnya mengganti armada dengan bus listrik supaya lebih modern dan menarik minat anak muda."

"Lupakan saja LRT itu. Berat, karena ongkosnya sangat tinggi," tegasnya.

Djoko menilai, potensi penumpang LRT di Semarang masih rendah. 

Jika dipaksakan, moda ini dikhawatirkan menjadi beban operasi bagi PT KAI atau operator lain karena permintaan yang kecil.

Ia mendorong pemerintah daerah mencari sumber pembiayaan alternatif untuk transportasi berbasis jalan, seperti Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN atau swasta untuk pengadaan bus, serta pendapatan non-tarif melalui iklan di halte dan badan bus.

"Daripada membangun LRT yang mahal dan belum tentu diminati, lebih baik modernisasi Trans Semarang, buat jalur busway, gunakan bus listrik, dan perluas akses ke kawasan perumahan."

"Itu lebih realistis dan berdampak langsung bagi warga," kata Djoko.

"Berangan-angan boleh, tapi saat ini yang dibutuhkan adalah transportasi publik yang terjangkau, menjangkau banyak warga, dan bisa segera dioperasikan," katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved