Pungli PPDS Undip

Fakta Baru Sidang Pungli PPDS Anestesi Undip, Biaya Resmi Rp15,5 Juta, Residen Ditarik Rp80 Juta

Saksi dari angkatan 2004 mengaku harus berutang untuk membayar iuran puluhan juta rupiah.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Daniel Ari Purnomo
IWAN ARIFIANTO
SAKSI BERI KETERANGAN: Lima orang saksi memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan di prodi PPDS Anestesi Undip di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (13/8/2025). Dalam kesaksiannya, terungkap bahwa praktik iuran bernilai puluhan juta rupiah kepada para dokter residen sudah berlangsung selama puluhan tahun. (TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO) 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Fakta-fakta baru terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Rabu (13/8/2025).

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang itu, terkuak bahwa praktik pungutan liar (pungli) berkedok iuran ujian sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Lima saksi dari lintas angkatan dihadirkan untuk meringankan terdakwa Taufik Eko Nugroho (eks Kaprodi) dan Sri Maryani (staf administrasi). Namun, kesaksian mereka justru mengungkap adanya iuran bernilai puluhan juta yang sangat jauh berbeda dari biaya resmi.

Baca juga: Jaksa Dalami Pungutan Rp 80 Juta, Saksi Sebut Biaya Ujian PPDS Cuma Rp15,5 Juta

Iuran Puluhan Juta Sejak Angkatan Lama 

Salah satu saksi, Imam, dokter residen angkatan 2004, mengaku harus membayar iuran sebesar Rp40 juta hingga Rp60 juta selama masa pendidikannya.

"Saya baru lunas pada semester 7. Jujur, saya sampai harus utang untuk bayar iuran tersebut," kata Imam di hadapan majelis hakim.

Ia menjelaskan, uang tersebut diserahkan ke bendahara angkatan yang ditunjuk secara mufakat. Praktik serupa juga diakui oleh saksi Jerry, angkatan 2011, yang kala itu membayar iuran bulanan sebesar Rp3 juta hingga Rp5 juta.

Praktik Berlanjut di Angkatan Baru

Pungutan serupa terus berlanjut pada angkatan-angkatan yang lebih baru, meskipun namanya sempat berubah dari iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP) menjadi iuran biaya ujian.

Yohana, saksi dari angkatan 2022, mengaku angkatannya dipatok iuran sebesar Rp80 juta yang harus lunas pada semester pertama.

"Saya nyicil bayarnya," bebernya.

Kesaksian serupa disampaikan Dimas Pamungkas (angkatan 2023) dan Destrian (angkatan 2024) yang mengaku menyetor biaya antara Rp60 juta hingga Rp80 juta dengan dalih untuk biaya transportasi, akomodasi, dan pendaftaran ujian.

Biaya Asli Ujian Jauh Lebih Murah

Fakta paling mencengangkan terungkap saat kesaksian dari pihak Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI) dibandingkan dengan pungutan tersebut. KATI adalah lembaga resmi yang menggelar ujian standardisasi kompetensi PPDS Anestesi.

Bendahara KATI, Ratih Kumala Fajar Apsari, merinci bahwa total biaya resmi untuk tiga tingkatan ujian yang wajib diikuti mahasiswa hanya Rp15,5 juta.

"Biaya ujian tingkat pertama (CBT) itu Rp500 ribu, ujian tahap kedua (OSCE) Rp8,5 juta, dan ujian komprehensif Rp6,5 juta. Jadi totalnya hanya Rp15,5 juta," terang Ratih.

Ia menambahkan, seluruh biaya akomodasi dan honor penguji sudah ditanggung oleh KATI yang dananya bersumber dari biaya ujian resmi tersebut.

Aliran Dana ke Rekening Terdakwa

Ratih juga mengungkap fakta penting lainnya. Sejak ia menjabat, pembayaran biaya ujian dari PPDS Anestesi Undip selalu dilakukan secara kolektif melalui transfer dari rekening atas nama terdakwa, Sri Maryani.

"Setahu saya, Prodi PPDS Anestesi Undip selalu membayar ujian para mahasiswanya secara kolektif dari rekening Bu Maryani ke kolegium," jelasnya.

Dalam dakwaan jaksa, total uang pungli yang berhasil dikumpulkan dari para residen sejak 2018-2023 mencapai Rp2,49 miliar.

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved