Berita Purbalingga

Puluhan Pembatik dan Desainer Lokal Purbalingga Digembleng Kembangkan Motif Batik Sudirman

Puluhan pembatik dan desainer lokal Purbalingga digembleng dalam pelatihan mendesain motif batik Sudirman agar bisa bersaing di pasar nasional.

Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/FARAH ANIS RAHMAWATI
PELATIHAN MENDESAIN BATIK — Peserta mengikuti pelataihan mendesain dan membatik di SMK Bojongsari Purbalingga, Jumat (13/6/2025). Pelatihan ini digelar Pemkab Purbalingga dalam rangka meningkatkan daya saing batik Purbalingga di kancah nasional bahkan internasional. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA — Puluhan pembatik, desainer lokal, juga siswa SMK jurusan tata busana di Purbalingga digembleng untuk mengembangkan motif batik Sudirman agar bisa lebih berdaya saing, Jumat (13/6/2025).

Pelatihan yang berlangusng di SMK Bojongsari ini digelar Pemkab Purbalingga bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) bekerja sama dengan LF Fashion Consultant dan didukung CSR PT HM Sampoerna Tbk lewat Sampoerna untuk Indonesia.

Ada 20 pembatik dan 22 desainer lokal yang tergabung dalam Asosiasi Fashion Desainer Purbalingga (Afdega), serta siswa SMK jurusan tata busana dan beberapa desainer independen lain yang menjadi peserta.

Hadir sebagai mentor utama, perancang busana nasional sekaligus Vice Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC), Lisa Fitria.

Baca juga: Bupati Fahmi Sesalkan Sampah Berserak di Alun-alun Purbalingga Usai Keramaian Malam Minggu

Lisa mengatakan, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari progam serupa yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. 

Terdapat dua pelatihan, yakni pengembangan motif batik Sudirman yang berbasis kontemporer khas Purbalingga, serta fashion ready to wear inkubator. 

"Tahun ini kami lanjutkan dan lebih menekankan pada output berupa busana siap pakai berbasis sustainable fashion," jelasnya kepada Tribunbanyumas.com. 

Ia mengatakan, pendekatan yang digunakan dalam pelatihan kali cukup berbeda dari biasanya, dimana peserta diajarkan metode batik pola dengan mendesain terlebih dahulu busananya, baru kemudian membuat batik.

"Jadi lebih efisien, harganya bisa ditekan, dan daya jualnya jadi lebih kompetitif."

"Harapannya, konsumen bisa mendapatkan batik tulis dengan harga yang lebih terjangkau," katanya. 

Selain menekankan konsep keberlanjutan, pelatihan ini juga mengedepankan aspek keterampilan tangan atau craftsmanship. 

Peserta diajak memanfaatkan limbah kain atau sisa perca sebagai bahan aplikasi seperti, smock, bunga, hingga ulir benang pada busana. 

"Biasanya, busana dijual di harga Rp300 ribuan. Tapi, dengan sentuhan craftsmanship, nilainya bisa naik dua kali lipat," ujarnya. 

Baca juga: Dua Jemaah Haji Purbalingga Ditinggal di Mekkah karena Sakit, 358 Orang Tiba di Tanah Air

Ia menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai tradisi dalam proses pengembangan motif batik agar tetap memiliki identitas lokal yang kuat meski diarahkan pada pasar yang luas. 

Ia berharap, pelatihan ini dapat menjadi jembatan para pelaku UMKM untuk tetap kreatif tanpa kehilangan akar budaya mereka. 

"Mindsetnya harus ke pasar nasional, bahkan internasional, bukan hanya Purbalingga."

"Tapi tetap harus membawa ciri khas lokal, terutama dari motif-motif batiknya," tambahnya. 

Sementara, Shafira Zahrasani Amalia, desainer muda Afdega yang turut menjadi peserta, mengaku mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan ini. 

Dia memiliki usaha konveksi di rumahnya dan baru berjalan selama satu tahun. 

Menurut Shafira, pelatihan ini menambah wawasannya, terutama soal trend fashion ke depan. 

"Sekarang kan fast fashion lagi marak dan menimbulkan banyak limbah. Dengan konsep slow fashion ini kita bisa ikut menanggulanginya," katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved