Berita Grobogan

Ki Ageng Selo, Penakluk Petir Asal Grobogan adalah Leluhur Raja-raja Kesultanan Mataram Islam

Ia diyakini sebagai orang yang pernah menangkap petir dengan tangan kosong, dan kisahnya masih masyhur hingga kini.

|
Penulis: Fachri Sakti N | Editor: Rustam Aji
TRIBUNJATENG/FACHRI
MAKAM KI AGENG SELO: Kompleks makam Ki Ageng Selo di Desa Selo, Tawangharjo, Grobogan. Di sini terdapat simbol percikan api petir yang dijaga dan diambil setiap tahun oleh Keraton Surakarta dalam tradisi Grebeg Suro. 

Ia juga dikenal sebagai tokoh yang mempertemukan Islam dengan budaya Jawa.

Baca juga: Jubir PPP Sambut Baik Nama Anies Baswedan Masuk Bursa Caketum: Kalau Anies Siap, Kader Akan Dorong

Dalam setiap ajarannya, Ki Ageng Selo menyatukan nilai-nilai sufistik dan kearifan lokal, mengajarkan Islam lewat pendekatan budaya dan kebersamaan, termasuk melalui tradisi makan besar bersama warga sebagai bagian dari dakwahnya.

"Ki Ageng Selo itu sering memasak besar, setelah itu makan bersama dengan keluarga dan masyarakat. Di situlah ajaran filsafat Ki Ageng Selo diajarkan dan dikemas dalam bentuk simbol-simbol yang masih dijalankan keraton sampai sekarang," tambahnya.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), Tundjung Wahadi Sutirto, menyatakan bahwa cerita Ki Ageng Selo banyak tercatat dalam Babad Tanah Jawi yang lebih bernilai sastra ketimbang sejarah akademik.

Namun, hal itu tidak mengurangi pentingnya sosok Ki Ageng Selo sebagai penjaga nilai-nilai masyarakat.

"Kalau kita berbicara mengenai sejarah itu setidaknya ada kaitannya dengan historiografi. Sedangkan historiografi yang berkaitan dengan Ki Ageng Selo hanya ada dalam Babad Tanah Jawi," ujar Tundjung.

SEJARAH KI AGENG SELO - Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono, juru kunci makam Ki Ageng Selo. KRT Rokhim menyebut sosok Ki Ageng Selo, tak hanya dikenal sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram Islam, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat Jawa.
SEJARAH KI AGENG SELO - Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono, juru kunci makam Ki Ageng Selo. KRT Rokhim menyebut sosok Ki Ageng Selo, tak hanya dikenal sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram Islam, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat Jawa. (TRIBUNJATENG/FACHRI)

"Dalam kajian sejarah, Babad itu bisa digunakan sebagai nilai-nilai yang dapat dipersepsikan sebagai nilai masyarakat pada masanya," imbuhnya.

Lebih lanjut, Tundjung menjelaskan dalam Babad tercatat Ki Ageng Selo adalah sosok sufi yang didukung Sunan Kalijaga dalam mendalami Islam.

Ajarannya menjelma dalam bentuk pepali atau ajaran moral yang membimbing masyarakat tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serupa prinsip 'amar ma'ruf nahi munkar'.

Berdasarkan Babad pula, Tundjung menjelaskan legitimasi hubungan Mataram Islam dengan Ki Ageng Selo dan Prabu Brawijaya terakhir.

Baca juga: Penjual Jajanan Keliling Laporkan BTN ke Kejari, Mengaku Ditekan Tebus Sertifikat Rumah Rp 80 Juta

"Ki Ageng Selo di dalam Babad Tanah Jawi nasabnya itu sampai Prabu Brawijaya yang terakhir. Prabu Brawijaya memiliki anak Bondan Kejawan atau Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub, kemudian menikah dengan Nawangsih, memiliki anak Ki Getas Pendowo dan memiliki anak Ki Ageng Selo."

"Kemudian dijelaskan dalam Babad Tanah Jawi bahwa Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Enis, Ki Ageng Pamanahan, kemudian Danang Sutawijaya, tokoh yang memimpin Mataram Islam. Dengan demikian dapat dilegitimasi Mataram itu nasabnya Ki Ageng Selo. Nasab itu penting, karena seorang Kiai menjadi Kiai itu pasti nasabnya yang dipertanyakan," jelas Tundjung. (fachri)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved