Polemik Band Sukatani

Ovi Sukatani Band Dipecat dari Guru di SD Banjarnegara?

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang masih memastikan informasi dipecatnya Novi Citra Indriyati personel Sukatani Band dari profesinya sebagai guru.

|
ig sukatani
PENAMPILAN PANGGUNG - Personel Band Sukatani, Ovi saat tampil di panggung. Ia dikabarkan dipecat dari profesinya sebagai seorang guru di SD di Banjarnegara. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang masih memastikan informasi dipecatnya Novi Citra Indriyati personel Sukatani Band dari profesinya sebagai guru Sekolah Dasar (SD).

Vokalis yang memiliki nama panggung Twister Angel ini diduga dipecat buntut dari karya lagu Bayar Bayar Bayar yang mengkritik kepolisian.

"Kami mendapatkan informasi bahwa Ovi (Novi) dipecat dari tempatnya mengajar karena aktivitas bermusiknya, kami kini masih memastikan kejadian pemecatan itu," terang Direktur LBH Semarang Ahmad Syamsuddin Arief saat dihubungi Tribun, Sabtu (22/2/2025).

Baca juga: Polemik Band Sukatani asal Purbalingga, Ini Kata Wabup Dimas

Hasil penelusuran Tribun dari laman GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Novi pernah tercatat sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Namun,  Data Pokok Pendidikan (Dapodik) atas nama Novi sudah tidak aktif sejak 13 Februari 2025.

Sementara informasi yang dihimpun Tribun, Novi telah dipecat dari sekolah tersebut sejak pertengahan Februari.

Terkait alasan pemecatan belum terkonfirmasi.

Baca juga: 2 Polisi Polda Jateng Diperiksa, Buntut Kasus Band Sukatani asal Purbalingga

Tribun telah meminta konfirmasi terkait hal itu kepada Sukatani melalui pesan Instagram tetapi belum direspon.

Kendati begitu, Arief menilai pemecatan Novi diduga kuat ada campur tangan kepolisian.

Sebab, Novi dan bandnya melahirkan lagu-lagu yang sangat frontal di antaranya Bayar Bayar Bayar yang membuat gerah polisi.

"Sekolahan juga takut terhadap suara-suara yang disuarakan Ovi sehingga mereka ambil aman," terangnya. 

Langgar HAM

Selain berimbas pada kehilangan pekerjaan, Arief menambahkan polisi telah melanggar hak asasi manusia dari ulah intervensi mereka kepada band Sukatani.

Pelanggaran itu berupa  personel band terpaksa harus menunjukkan identitas aslinya yang selama ini mereka sembunyikan dalam setiap bermusik.

Kemudian penarikan karya lagu Bayar Bayar Bayar juga telah mengekang kebebasan berekspresi yang telah dijamin oleh undang-undang dan hukum internasional.

"Polda Jateng juga punya tanggung jawab memulihkan nama baik Sukatani termasuk person-person lainnya yang terlanggar haknya dalam kasus ini," ungkapnya.

LBH Semarang saat ini juga tengah mengusut  perbedaan kronologi kejadian intervensi band Sukatani antara versi korban dengan versi Polda Jateng.
Publik sejauh ini hanya mendengar versi polisi yang mengaku tak melakukan intervensi.

Arief menyakini ada beberapa kejadian janggal  yang menimpa grup band Sukatani hingga akhirnya mereka meminta maaf dan menarik karya.

"Sukatani meminta maaf tidak serta-merta atau sukarela dilakukan Sukatani, pasti ada proses intervensi. Untuk memastikannya, kami tengah berkomitmen dengan Sukatani sebagai langkah untuk  menyusun kronologi versi mereka," bebernya.

Pemeriksaan Propam Hanya Formalitas

Arief juga menanggapi soal adanya pemeriksaan empat anggota Direktorat Siber Polda Jateng oleh Propam Polda Jateng.

Pemeriksaan itu, kata dia, hanya pemanis saja setelah band tersebut malah mendapat dukungan publik.

"Polda Jateng sekarang berusaha bersolek diri dengan menyuruh kembali Sukatani menaikkan lagu bayar bayar bayar, lalu polisi yang mengintervensi diperiksa propam, langkah itu hanya formalitas dan pemanis saja," tuturnya.

Jika Polda Serius,  Arief menantang Polda Jateng untuk menyidangkan etik empat anggota polisi yang melakukan dugaan intervensi pada band Sukatani.

Selanjutnya berani memproses pula atasan yang memerintahkan mereka menemui Sukatani. Bila terbukti ada pelanggaran maka segera disanksi .

"Kalau Polda bertanggungjawab  seharusnya meminta maaf secara terbuka. Disampaikan saja ada kesalahan produser," ujarnya.

Bagi Arief, kasus Sukatani tak lain seperti kasus penembakan polisi terhadap pelajar Semarang Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO).

Kesamaan antar dua  kasus ini, polisi sama-sama berusaha membelokkan fakta yang sebenarnya.

"Polisi enggan mengakui adanya Intervensi."

"Mereka ngaku hanya klarifikasi. Kalau klarifikasi saja tak mungkin band itu akan meminta maaf hingga mencabut karya lagunya di semua platform," ujarnya.

Menurut Arief, Mabes Polri perlu terjun langsung ke Jawa Tengah untuk mengevaluasi Polda Jateng.

Sebab, Polda Jateng dalam beberapa bulan terakhir selalu melakukan kesalahan sehingga merugikan publik.

Hal itu mulai dari kasus Gamma, dua polisi  Polrestabes Semarang yang melakukan pemerasan, hingga intervensi kepada  seniman.

"Kejadian itu bukan lagi oknum karena kejadian terus berulang sehingga reformasi polisi perlu dilakukan," terangnya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto meralat bahwa polisi yang diperiksa Propam ada sebanyak empat orang.

"Ralat empat orang bukan dua orang," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Reserse Siber (Ditsiber) Polda Jawa  Tengah mendatangi dua personel band Sukatani Muhammad Syifa Al Lufti atau Alectroguy dan Novi Citra alias Twister Angel  buntut dari lagu Bayar Bayar Bayar dengan lirik "Bayar Polisi".

Baca juga: Kantor Polisi Hingga DPRD Purbalingga Jadi Sasaran Vandalisme, Diduga Terkait Kontroversi Sukatani

Kedatangan para penyidik Ditsiber itu untuk melakukan klarifikasi terhadap dua personel band asal Kabupaten Purbalingga ini.

Polisi melakukan klarifikasi soal lagu berjudul Bayar Bayar Bayar yang sarat kritikan terhadap institusi Polri. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved