Berita Pati

Tanah Retak di Pati Diduga Imbas Pembangunan Tak Sesuai AMDAL, Jampisawan: Aturan Harus Ditegakkan

Tanah gerak di Desa Purworejo, Pati, diduga dipicu pembangunan bendung karet dan pembangunan di bantaran Sungai Juwana yang tak sesuai aturan.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/DOK KADES PURWOREJO PATI
Tanah terbelah memanjang dan menganga di permukiman warga di Purworejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sabtu (7/9/2024). Pergerakan tanah itu membuat 21 bangunan rusak dan sejumlah kepala keluarga diminta mengungsi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI – Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana (Jampisawan) menduga, tanah gerak yang merusak 21 bangunan di Dukuh Guyangan, Desa Purworejo, Kecamatan/Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), dipicu pembangunan bendung karet dan bangunan di bantaran Sungai Silugonggo alias Sungai Juwana.

Diketahui, sebanyak 21 bangunan terdiri dari rumah dan rumah toko (toko) di dukuh tersebut retak bahkan nyaris ambruk akibat rekahan tanah yang terjadi pada Jumat (6/9/2024) hingga Sabtu (7/9/2024).

Juru Bicara Jampisawan Ari Subekti mengatakan, pembangunan bendung karet Sungai Juwana yang dipersoalkan ada di Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan.

"Studi kelayakan proyek ini perlu dipertanyakan. Bagaimana dari sisi analisis proyek? Kok sampai terjadi seperti itu? Seharusnya, ada perhitungan yang jelas agar faktor-faktor penyebabnya bisa diminimalkan," ucap dia.

Ari mengatakan, pihaknya kerap mengingatkan agar pelaksanaan proyek yang didanai APBN ini didahului studi kelayakan yang memadai.

"Saya pernah tanya kepada supervisor proyek ini, tidak ada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL-nya sekalian normalisasi sungai. Itu tidak tepat juga, menurut kami. Proyek sebesar ini seharusnya benar-benar melalui studi kelayakan yang intens," papar dia.

Baca juga: 21 Rumah Warga Purworejo Pati Rusak Akibat Tanah Gerak, Warga Diminta Mengungsi

Ari juga menyebut, faktor lain, yakni penggunaan air di Sungai Juwana yang tidak teratur. 

Hal ini membuat sungai susut dan memicu rekahan tanah.

"Sungai Juwana sampai sebegitu parah surutnya. Hal ini memengaruhi tekanan air yang seharusnya bisa menahan dinding sungai karena air habis terjadilah longsor," ucap dia.

Dia berharap, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) bisa memberikan sosialisasi terkait debit air yang ada di Sungai Juwana agar penggunaannya lebih proporsional.

Menurut dia, karena tidak ada sosialisasi, pada musim tanam, semua petani di bantaran Sungai Juwana menyedot air sungai untuk mengairi persawahan mereka.

Ari mengatakan, BBWS mestinya mengatur penggunaan air demi mengantisipasi mengeringnya sungai.

"Faktanya, sungai di bawah Jembatan Ngantru ke arah barat itu sampai kering. Seharusnya, BBWS bisa menjelaskan kebutuhan air sekian untuk sekian hektare (proporsi pemanfaatan air sungai yang tepat) sehingga petani bisa mengira-ngira," papar Ari.

Ari juga menyoroti pendirian bangunan di bantaran Sungai Juwana. 

Dia menyebut, hal itu sebetulnya tidak diperbolehkan dan melanggar aturan.

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved