Pilkada 2024

Putusan MA Soal Syarat Minimal Usia Calon Kepala Daerah Dinilai Tidak Objektif, Siapa Diuntungkan?

Putusan MA yang membatalkan aturan syarat usia minimal pencalonan kepala daerah dalam PKPU dinilai pengamat Ray Rangkuti, tidak objektif.

Editor: rika irawati
TRIBUNNEWS.COM
Ilustrasi Pilkada 2024. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan aturan syarat usia minimal pencalonan kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dinilai tak objektif. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan aturan syarat usia minimal pencalonan kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dinilai tak objektif.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menilai, putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 itu mirip dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.

"Putusan MA tersebut terlalu dipaksakan. Bernuansa tidak objektif dan rasional," kata Ray, Kamis (30/5/2024), dikutip dari Kompas.com.

Seperti diketahui, MA memutuskan mengabulkan uji materi PKPU terkait syarat usia pencalonan kepala daerah yang diajukan Partai Garuda.

Putusan yang diketok Rabu (29/5/2024) itu memerintahkan KPU mencabut aturan terkait batas usia minimal calon peserta Pilkada 2024, baik calon gubernur dan wakil gubernur atau bupati/wali kota dan wakil bupati/wali kota.

Dalam putusan MA, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur apabila berusia minimal 30 tahun dan calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota jika berusia minimal 25 tahun ketika dilantik, bukan ketika ditetapkan sebagai pasangan calon sebagaimana diatur oleh KPU.

Baca juga: MA Kabulkan Permohonan Uji Materi PKPU: Usia Minimal Calon Kepala Daerah Dihitung saat Dilantik

Dalam analisanya, Ray mengatakan, setidaknya ada empat alasan putusan MA tersebut dipaksakan dan tidak rasional.

Pertama, menurut Ray, menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan itu adalah keliru.

Sebab, pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU.

Dia mengungkapkan, jadwal pelantikan kepala daerah sepenuhnya merupakan wewenang presiden.

Oleh karenanya, menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas keliru.

Kedua, jadwal pelantikan kepala daerah juga tidak dapat dipastikan dan sangat tergantung pada jadwal presiden sebagai kepala negara dan pemerintah.

"Saat ini, kenyataannya, pemerintah belum membuat jadwal defenitif kapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2024 akan dilaksanakan."

"Lebih rumit lagi karena pelantikan kepala daerah dimaksud tidak akan dilaksanakan pemerintah yang membuat jadwal tapi oleh presiden yang sesudahnya," ujar Ray.

Ketiga, putusan MK disebut bertentangan dengan tujuan MA membuat ketentuan baru, yakni kepastian hukum.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved