Berita Nasional
PBB Ikut Komentari Pengesahan RKUHP, Khawatir Terjadi Diskriminasi Perempuan dan Kriminalisasi Pers
Perserikatan Bangsa-Bangsa ikut berkomentar atas pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
TRIBUNBANYUMAS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa ikut berkomentar atas pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Bahkan, mereka menyatakan keprihatinan atas pengesahan undang-undang tersebut lantaran memuat pasal-pasal kontroversi.
Dikutip dari BBC, PBB khawatir, beberapa pasal dalam KUHP yang baru direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia, sehubungan dengan prinsip dasar hak asasi manusia.
Di antaranya, hak atas kesetaraan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi, hak atas privasi, dan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, serta kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers."
"Pasal lain, mendiskriminasi atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, serta minoritas seksual dan akan berisiko mempengaruhi berbagai hak kesehatan seksual dan reproduksi, hak privasi, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender."
"Pasal lain, berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka," sebut PBB dalam keterangan pers pada Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Urusan Privat Warga Diatur di KUHP Baru, Media Asing Soroti Pengesahan RKUHP
Baca juga: DPR Sahkan RKUHP Jadi KUHP, Ada Catatan dari Fraksi PKS dan Demokrat
Keprihatinan PBB ini juga disampaikan para pakar Hak Asasi Manusia PBB dalam surat yang dikirim ke pemerintah.
PBB kemudian menyerukan kepada otoritas eksekutif dan legislatif untuk menyelaraskan hukum di dalam negeri dengan kewajiban hukum hak asasi manusia internasional Indonesia dan komitmennya terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
"Kami mendorong pemerintah untuk tetap terlibat dalam dialog konsultatif terbuka dengan masyarakat sipil yang lebih luas dan pemangku kepentingan untuk menangani keluhan dan memastikan bahwa proses reformasi sejalan dengan komitmen global Indonesia dan juga TPB," kata PBB.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, Selasa (6/22/2022).
Sidang paripurna pengesahan RUKHP menjadi undang-undang sempat diwarnai adu argumen.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis menyampaikan pendapatnya dan mengatakan akan mengajukan judicial review atas beberapa pasal ke Mahkamah Konstitusi.
"Pasal 240 yang menyebutkan, yang menghina pemerintah dan lembaga negara dihukum tiga tahun. Ini pasal karet yang akan menjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki."
"Saya meminta supaya pasal ini dicabut… Ini juga kemunduran dari cita-cita reformasi," kata Iskan.
Dia menilai, di masa depan, pasal itu, dan pasal 218, akan dipakai oleh pemimpin-pemimpin masa depan dan akan mengambil hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.
"Saya akan mengajukan pasal ini ke MK, saya sebagai wakil rakyat," ujar Iskan.
"Fraksi PKS sudah sepakat dengan catatan. Catatannya sudah diterima tapi (KUHP) disepakati oleh PKS. Ini Anda minta mencabut usul yang sudah disetujui oleh fraksi," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyela penyampaian pendapat oleh Iskan.
Selain PKS, Partai Demokrat juga memberikan sejumlah catatan tapi tetap mendukung penuh 'semangat pembaruan hukum pidana'.
"Namun, penting untuk diingat serta perlu dipastikan bahwa semangat kodifikasi dan dekolonialisasi dalam RUU KUHP ini jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat," kata salah satu anggota Fraksi Partai Demokrat.
Baca juga: Diam-diam Pemerintah dan DPR Kembali Bahas RKUHP, Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Tabur Bunga
Baca juga: Gelar Demo di Alun-alun Purwokerto, Mahasiswa di Banyumas Desak Pemerintah Buka Draf RKUHP Ke Publik
Fraksi Demokrat juga meminta pemerintah memastikan bahwa implementasi Undang-undang KUHP tidak merugikan masyarakat dan memastikan hak-hak masyarakat terjamin.
Dalam catatannya, Demokrat juga menyinggung soal kontroversi terhadap pasal terkait 'penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden dan penghinaan lembaga negara'.
Fraksi tersebut meminta penegak hukum memahaminya dengan jelas agar 'tidak terjadipenyalahgunaan hukum dalam implementasinya'.
KUHP Berlaku Tiga Tahun dari Pengesahan
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mempersilakan masyarakat mencermati dan mengkritisi pasal-pasal dalam KUHP yang baru disahkan.
Bambang mempersilakan menempuh jalur hukum, jika 'ada yang merasa sangat menganggu'.
"Tidak perlu demo… Detil-detilnya bisa kita diskusikan per pasal, tapi secara umum sudah kita diskusikan," kata Bambang dalam konferensi pers usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang di DPR, Selasa.
Undang-undang KUHP baru akan berlaku tiga tahun sejak disahkan.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan terhadap para penegak hukum dan stakeholders.
"Jaksa, hakim, polisi, advokat, pegiat HAM, kampus-kampus lagi agar tidak salah mengajar nanti… Harus ada dan kami harus menyusun dari sekarang sosialisasi terhadap stakeholders yang ada," kata Yasonna kepada para wartawan di DPR, Selasa. (*)
Baca juga: Kakak Beradik Hartono Puncaki Daftar 50 Orang Terkaya Versi Forbes, Kekayaan Capai Rp744,12 triliun
Baca juga: Erina Gudono Menangis saat Minta Restu Langkahi Kedua Kakaknya untuk Menikah dengan Kaesang Pangarep
Baca juga: Preview PSIS Semarang Vs Borneo FC Liga 1: Lanjutkan Tren Positif! Ian Gillan Tak Mau Remehkan
Baca juga: Komisi Yudisial Pastikan Laporan Kuat Maruf atas Hakim Tak Pengaruhi Sidang Pembunuhan Brigadir J