Berita Banyumas
Bawa Gunungan saat Merti Bumi dan Piodalan, Ini Maknanya bagi Warga Hindu di Somagede Banyumas
Umat Hindu Banyumas merayakan merti bumi dan pujawali atau piodalan di Pura Pedaleman Giri Kendeng Somagede, Selasa (2/8/2022).
Penulis: Imah Masitoh | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Umat Hindu Banyumas merayakan merti bumi dan pujawali atau piodalan di Pura Pedaleman Giri Kendeng Somagede, Selasa (2/8/2022).
Kegiatan ini merupakan bentuk syukur dan melestarikan alam.
Kegiatan ini juga dihadiri Wakil Ketua Dewan Pakar Parisaha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Pusat bidang Keagamaan Spiritualitas, Aji Dewa Suratnaya.
Aji menjelaskan, merti bumi merupakan upacara wujud rasa syukur terhadap alam yang sudah memberikan segala sesuatu kepada makhluk hidup.
Baca juga: Babinsa Karanglewas Rampas Uang Rp 64 Juta yang Akan Disetor ke Bank, Ini Pernyataan Dandim Banyumas
Baca juga: Pecahkan Rekor Pribadi! Atlet Para-Atletik Asal Ciberung Banyumas Sapto Sabet Emas di Lari 200 Meter
Kegiatan ini juga bagian dari melestarikan, memelihara, dan merawat bumi, sebagai sumber kehidupan manusia.
Sementara, pujawali atau piodalan, merupakan acara memperingati awal pura digunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu.
Pujawali dapat diperingati setahun sekali atau enam bulan sekali, tergantung kesepakatan bersama terkait perayaan ini.
Tahun ini, Pura Pedaleman Giri Kendeng berumur 33 tahun.
Menurut Aji, kedua perayaan ini dapat disesuaikan dengan budaya setempat.
"Karena ini di Jawa, yang pasti dengan cara Jawa, doa Jawa, dan yang melakukan orang Jawa. Sehingga, terjadi harmonisasi manusia Jawa dengan alam Jawanya," tutur Aji.
Itu sebabnya, dijelaskan Aji, tata cara kegiatan merti bumi di setiap wilayah, berbeda-beda.
Pun, tak terkait agama saja. Sejatinya, tradisi ini adalah warisan turun temurun budaya Jawa yang harus dilestarikan.
Baca juga: Rekomendasi 5 Warung Bakso Enak di Purwokerto Banyumas. Ada yang Prasmanan
Baca juga: Uji Coba Lima Hari Sekolah di Banyumas Jalan Terus, Kadindik: Kami Tunggu Evaluasi
Budaya Jawa yang sudah ada sejak dulu menjadi milik masyarakat Jawa yang hidup saling berdampingan di tanah Jawa ini.
Dikatakannya, merti bumi hampir sama dengan sedekah bumi, ruwat bumi, ruwat sumber banyu, yang pada intinya untuk pelestarian bumi.
Mengharmoniskan alam dengan penghuninya sendiri menjadi tujuan utama sehingga kelangsungan hidup menjadi harmonis, tidak ada masalah satu sama lain, termasuk leluhur.