Berita Jawa Tengah

Inilah Batik Ciprat Karya Penyandang Tunadaksa di Pati, Menuangkan Warga Gunakan Sabut Kelapa

Karya para penyandang disabilitas di Kabupaten Pati ini memperoleh penghargaan Juara III dalam ajang Pati Innovation Award 2021 kategori umum.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: deni setiawan
TRIBUN BANYUMAS/MAZKA HAUZAN NAUFAL
Ketua PPDI Pati Suratno menunjukkan kain batik ciprat yang dia produksi bersama rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas, Selasa (3/8/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Memiliki keterbatasan fisik tidak membuat para anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Pati berpangku tangan. 

Dengan mengerahkan kreativitas dan kemauan untuk belajar.

Mereka bisa menghasilkan karya yang menarik dan menghasilkan pundi-pundi Rupiah.

Karya tersebut ialah batik ciprat.

Baca juga: 250 Penghuni Sudah Tinggalkan Lokalisasi Lorok Indah Pati, Sugiono: Pulang ke Kampung Halaman

Baca juga: Status Pati Turun Jadi PPKM Level III, Haryanto: Pelaksanaan di Lapangan Hampir Sama

Baca juga: Wao Keren! AHHA PS Pati Kenalkan Bus Pribadi, Dominan Hitam Dibalut Logo Besar Tim Java Army

Baca juga: 96.128 Keluarga di Pati Bakal Terima 10 Kilogram Beras, Disalurkan Melalui Pemdes

Karya para penyandang disabilitas di Kabupaten Pati ini bahkan telah memperoleh penghargaan Juara III dalam ajang Pati Innovation Award 2021 kategori umum.

Batik ciprat menampilkan motif bintik-bintik cipratan yang abstrak, tapi menarik untuk dipandang.

Motif batik dihasilkan dari cipratan malam atau lilin pada kain.

Ketua PPDI Pati, Suratno mengatakan, ia dan rekan-rekannya mulai belajar membatik pada 2019.

Awalnya, mereka hanya belajar membatik tulis.

Menggambar motif dengan mencanting.

“Awal pandemi, karena satu dan lain hal, kami sempat berhenti membatik agak lama."

"Kemudian kami matur (bilang) ke Pak Dandim dan dikasih tempat di sini (Sekretariat PPDI Pati Jalan P Sudirman)."

"Akhirnya kami lanjutkan membatik sampai sekarang,” kata dia kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (3/8/2021).

Suratno menjelaskan, pihaknya memulai pembuatan batik ciprat pada 2020.

Pertimbangannya, batik tulis sudah banyak produsennya di Pati.

Dia dan rekan-rekan penyandang disabilitas ingin menghasilkan sesuatu yang unik.

“Akhirnya kami beralih ke ciprat, sebab setahu kami se eks Karesidenan Pati belum ada batik ciprat,” tutur dia.

Suratno menyebut, ada delapan anggota PPDI yang rutin membatik.

Semuanya penyandang disabilitas tunadaksa.

“Kelebihan kami ialah tidak pakai kuas untuk menciprat."

"Kami pakai sabut kelapa dan akar alang-alang yang diikat,” ungkap dia.

Proses pembuatan kain batik ciprat di Sekretariat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Pati, Selasa (3/8/2021).
Proses pembuatan kain batik ciprat di Sekretariat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Pati, Selasa (3/8/2021). (TRIBUN BANYUMAS/MAZKA HAUZAN NAUFAL)

Baca juga: Difabel di Kota Semarang Mulai Terima Vaksin Covid, Dimulai dari 97 Siswa YPAC

Baca juga: PPKM Level 4 di Semarang Diperpanjang, Wali Kota Hendi: Aturan Pembatasan Masih Sama

Proses Membatik

Proses pembuatan batik ciprat dimulai dengan membentangkan kain dengan rangka bambu.

Kemudian malam atau lilin yang sudah dipanaskan di kompor diciprat-cipratkan menggunakan sabut kelapa dan akar alang-alang ke kain tersebut.

Setelah diciprat, kain didiamkan 15 menit.

Selanjutnya dilakukan pewarnaan atau blok warna menggunakan spons.

“Setelah itu didiamkan lagi 15 menit, lalu dikunci menggunakan water glass dan didiamkan 24 jam."

"Selanjutnya dilorot (melunturkan lilin menggunakan air panas), dijemur, seterika, dan jadi,” papar Suratno.

Dalam melakukan pencipratan untuk membentuk motif, lanjut dia, mulanya ia hanya asal-asalan.

Namun, seiring berjalannya waktu ada teknik khusus yang ia lakukan sehingga motif yang terbentuk lebih bagus.

Dalam satu hari, Suratno dan rekan-rekannya bisa menghasilkan 5 sampai 10 lembar batik ciprat satu warna.

Selain itu mereka juga membuat batik ciprat dua warna.

Namun produksinya lebih lama, yakni 10 lembar untuk waktu pembuatan 20 hari.

“Batik ciprat dua warna memang lebih lama karena dua kali proses."

"Kami juga buat kombinasi batik ciprat dan tulis."

"Itu lebih sulit dan lebih lama lagi karena kami harus mencanting terlebih dahulu, sebelum menciprat."

"Satu lembar kain bisa memakan waktu empat hari,” kata dia kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (3/8/2021).

Batik ciprat produksi PPDI Pati dilabeli “Difabel Pati Mandiri”.

Harga jual Rp 150 ribu per potong untuk jenis satu warna.

Adapun dua warna Rp 15 ribu per potong.

Sedangkan untuk jenis kombinasi ciprat dan tulis dibanderol Rp 250 ribu per potong.

Suratno mengatakan, batik ciprat karya PPDI Pati ini sudah terjual sampai ke pembeli di Palembang, Jakarta, dan sejumlah daerah di Kalimantan.

Tak hanya kain lembaran, PPDI Pati juga memproduksi batik ciprat dalam bentuk sarung, baju, dan masker.

Katalog batik dan informasi terkait pembelian bisa diakses di Instagram @difabelpatimandiri. (*)

Baca juga: Masuk Pasar Langon Tegal Wajib Tunjukkan Kartu Vaksin, Berlaku Mulai 1 Agustus 2021

Baca juga: Masuk Balai Kota Tegal Wajib Tunjukkan Kartu Vaksin, Berlaku Mulai Agustus 2021

Baca juga: Mantan Lurah Banyutowo Ditahan Kejari Kendal, Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pungli PTSL 2018

Baca juga: Baru 103 Napi Lapas Kelas IIA Kendal yang Disuntik Vaksin, Ini Penjelasan Samsul Hidayat

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved