Berita Jawa Tengah
Cerita Nenek Iroh Soal Anak Jalanan di Pemalang: Mereka Lebih Bermartabat Ketimbang Pejabat
Sekira tiga tahun Iroh berdagang di lokasi tersebut dan berinteraksi dengan anak-anak yang acapkali berkeliaran di jalanan Randudongkal itu.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PEMALANG - Iroh, wanita berusia 62 tahun asal Desa Randudongkal, Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang ini, nampak akrab dengan anak-anak jalanan.
Dia bahkan tak segan memberi wejangan dan berbagi ke anak-anak yang biasa disebut warga sekitar adalah anak punk.
Bahkan Iroh menganggap anak-anak yang acapkali ditemui di sekitar Perempatan Randudongkal itu, layaknya saudara sendiri.
Baca juga: Dilarang Kenakan Baju Hijau Muda di Kompleks Candi Batur Pemalang, Kades Bulakan Beberkan Mitosnya
Baca juga: Diwacanakan Recofusing APBD Kabupaten Pemalang, Bupati: Kami Prioritaskan Program Infrastruktur
Baca juga: Pohon Randu Jajar di Desa Sikasur Pemalang, Selain Hits untuk Swafoto Juga Menyimpan Cerita Mistis
Baca juga: Kirana Layak Jadi Pioner Pendidikan di Pemalang, Semangat Bersekolah Meski Fisik Terbatas
Di tengah kesibukan menjaga warung, di dekat Puskesmas Randudongkal, Iroh menuturkan, meski dandanan anak punk terkesan urakan, namun mereka sopan terhadap orangtua.
"Mereka tak pernah memaksa atau minta ke saya."
"Bahkan setiap datang ke warung, mereka membeli dan membayar," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (20/3/2021).
Sekira tiga tahun Iroh berdagang di lokasi tersebut dan berinteraksi dengan anak-anak yang acapkali berkeliaran di jalanan Randudongkal itu.
Dimana ia seringkali memberi wejangan agar mereka memikirkan masa depan dan tidak hanya berkeliaran di jalan.
"Mereka masih anak-anak dan saya yang lebih tua wajib memberi nasehat."
"Alhamduliah didengar dan beberapa tak lagi hidup di jalan."
"Ada yang memutuskan untuk bekerja," ucapnya.
Di tengah perbincangan, dua anak jalanan menghampiri warung Iroh yang tepat ada di tepi Jalan Budi Utomo Randudongkal.
Uang koin berjumlah Rp 3 ribu mereka sodorkan ke Iroh untuk membeli gorengan.
"Ini saya kasih 15, nanti dibagi sama teman-temannya," ujar Iroh sembari memberikan gorengan yang sudah ia bungkus.
Dua anak itu pun mengucap terima kasih dan melangkah pergi.
Diiringi menjauhnya dua remaja berbaju hitam itu, wanita penuh keriangan itu berujar, anak-anak jalanan tak bisa dinasehati secara keras.

"Mereka lebih hormat dengan orang yang menghargai mereka."
"Jadi tidak bisa dikerasi," kata wanita berjilbab merah muda itu.
Sambil menata dagangan, ia sangat sakit hati jika melihat orang-orang berpandangan buruk terhadap anak-anak jalanan.
"Anak-anak itu tidak salah, hanya butuh perhatian lebih."
"Sakit hati saya kalau ada yang orang beranggapan buruk terhadap mereka lantaran dandannya terkesan urakan."
"Bagi saya mereka lebih bermartabat ketimbang pejabat, yang mengenakan baju rapi tapi korupsi," cetusnya.
Selain Iroh, Yuli pedagang lainya membenarkan anak-anak tersebut tak pernah mengganggu para pedagang.
"Kami tak merasa terganggu dengan kehadiran mereka."
"Justru kami ingin merangkul mereka agar mereka berhenti hidup di jalanan, karena mereka masih punya masa depan," tambahnya. (Budi Susanto)
Baca juga: Kue Tempel Khas Tegal, Jajanan Legendaris Sejak 1940, Manis Gurih Bercampur Aroma Sangit Harum
Baca juga: Kisah Budi Nahkoda di Tegal, Pensiun Dini Karena Radiasi Mata, Kini Sukses Bisnis Produk Olahan Ikan
Baca juga: Masih Polemik, Pengambilan Batu Nisan di Makam Stanagede Wonosobo, Ini Komentar Kadus Mojotengah
Baca juga: Imam Masjid Dibacok Saat Subuh, Pelaku Gunakan Parang dan Tombak, Polres Temanggung: Masalah Lahan