Penanganan Corona
BPOM: Izin Edar Vaksin Covid-19 Bisa Dikeluarkan Bila Sudah Terbukti Aman
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberitahukan, bahwa dari 44 kandidat vaksin yang sudah menjalani uji klinis, tapi belum diberi izin edar.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Pemerintah menargetkan akan melakukan pemberian vaksin virus corona (Covid-19) di Indonesia, mulai November 2020.
Namun, di penghujung Oktober 2020 ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberitahukan, bahwa dari 44 kandidat vaksin yang sudah menjalani uji klinis.
Bahkan uji klinis fase 3 belum ada yang diberikan izin edar atau Emergency Use Authorization (EUA).
Baca juga: Tiga Anggota Dewan Positif Covid-19, DPRD Cilacap Bakal Terapkan WFH Selama Sepekan
Baca juga: Banjir Kembali Meluas di Kroya Cilacap, Ratusan Warga di Dua Desa Mengungsi
Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Kembali Digelar, Mahasiswa Ajak Bupati Banyumas Adakan Mimbar Terbuka
Baca juga: Jadi Tukang Desain Masjid Seribu Bulan, Ridwan Kamil: Bupati Banyumas Adalah Senior Saya di ITB
Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM, Dra Togi J Hutadjujlu menyampaikan, belum dikeluarkannya izin edar bukan tanpa alasan.
Itu karena, BPOM memiliki standar dalam perizinan untuk obat-obatan dan vaksin.
Yaitu harus melalui proses uji klinis sebagai pembuktian khasiat dan keamanannya.
"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai pengawas obat dan makanan, BPOM mengambil langkah strategis perihal vaksin Covid-19."
"Yakni dengan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," kata Togi seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (28/10/2020).
Tidak hanya itu, pemenuhan mutu produk melalui hasil evaluasi persyaratan mutu dan memastikan proses produksi vaksin sesuai cara pembuatan obat yang baik, harus terpenuhi.
"Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu, barulah BPOM memberikan perizinan penggunaan," ujarnya.
Pengawalan dan Monitoring BPOM Penyediaan Vaksin di Indonesia
Dipaparkan Togi, pengawalan mutu vaksin oleh BPOM, tidak sesederhana mengawal dan mengawasi pemberian vaksin tersebut kepada pasien.
Tetapi, pengawalan dilakukan dengan inspeksi cara pembuatan obat yang baik ke fasilitas produksi vaksin.
Selain itu juga melakukan pengujian di laboratorium pusat pengembangan pengujian obat dan makanan.
Itu untuk proses pelulusan bets/lot (batch/lot realease certificate) untuk setiap batch produksi vaksin, sebelum didistribusikan dan digunakan oleh masyarakat luas.
Baca juga: Terdeteksi Ada Lima Titik Rawan Bencana, PT KAI Daop V Purwokerto Siagakan AMUS
Baca juga: Antisipasi Lonjakan Penumpang Saat Long Weekend, Tambah 13 Perjalanan KA di Wilayah Purwokerto
Baca juga: Bukannya Lapor Polisi, Uang Palsu yang Didapat Pemuda Asal Purbalingga Ini Justru untuk Beli Ponsel
Baca juga: Gunakan Aplikasi Jual Beli, Pemuda Asal Karanganyar Purbalingga Ini Jadi Pemasok Obat Terlarang
Sebagai informasi, sertifikat pelulusan bets/lot atau batch/lot release certificate ini adalah dokumen resmi yang mengizinkan produsen untuk mengeluarkan bets/lot tertentu.
Sebagai konfirmasi bahwa bets atau lot tersebut telah memenuhi spesifikasi dan persyaratan yang berlaku.
Togi melanjutkan, industri farmasi pemegang EUA wajib untuk melakukan studi atau uji klinik lanjutan terhadap vaksin yang sedang dalam penelitian uji klinik.
Itu untuk memastikan efektivitas dan keamanannya.
Selain itu, industri farmasi harus melakukan pemantauan farmako, pelaporan efek samping, dan melaporkan realisasi, infortasi.
Produksi serta distribusi vaksin selama persetujuan penggunaan darurat.
Laporan tersebut harus disampaikan kepada BPOM sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BPOM juga akan mengawasi rantai distribusi untuk memastikan mutu vaksin, dimana vaksin membutuhkan penyimpanan khusus pada suhu antara 2-8 derajat Celcius.
Sehingga, manajemen rantai dingin merupakan hal yang krusial dilakukan untuk penjagaan mutu vaksin sampai ke penggunaan pada pasien.
Distribusi vaksin yang tidak sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan akan menyebabkan kerusakan pada vaksin tersebut.
"Setelah proses pemberian vaksin dilaksanakan, BPOM juga akan melakukan pengawasan dari aspek keamanan melalui program kegiatan pemantauan efek samping," jelasnya.
Dalam hal ini dibutuhkan bantuan dari tenaga kesehatan dan industri farmasi.
Yakni untuk memantau dan melaporkan kejadian ikutan pasca pemberian imunisasi yang dialami oleh masyarakat setelah menerima vaksin.
Apabila terjadi peningkatan frekuensi efek samping, BPOM akan meninjau kembali khasiat dan keamanan vaksin dengan bukti-bukti baru yang ada.
Hasil pemantauan akan dikaji oleh para ahli di bidangnya juga para klinisi.
Jika nanti risikonya lebih tinggi daripada manfaat vaksin berdasarkan hasil pemantauan tersebut.
Maka, akan ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi risiko, bahkan juga ada kemungkinan pencabutan EUA.
"Nah, ini dilakukan tentu dalam rangka meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan masyarakat," jelasnya. (*)
Disclaimer Tribun Banyumas
Bersama kita lawan virus corona.
Tribunbanyumas.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan.
Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.com berjudul "BPOM Tak Akan Keluarkan Izin Edar Vaksin Corona Sebelum Terbukti Aman"
Baca juga: Operasi Zebra Candi Polres Banjarnegara, Prioritas Bersifat Edukasi dan Pencegahan
Baca juga: Lebih Kece Berwisata di Sipedang Banjarnegara, Ada Koleksi Tanaman Obat di Taman Sehat Pulas Garden
Baca juga: Warga Salatiga Ini Kehilangan Uang Rp 1 Miliar di BPR Nusamba Ampel, Diduga Ada Pola Sistematik
Baca juga: Residivis Ini Tak Ada Kapoknya, Enam Kali Masuk Penjara, Kali Ini Beraksi di Kebumen