Berita Purbalingga
Strategi UMKM Purbalingga Bertahan di Tengah Pandemi, Diversifikasi Produk Hingga Jadi Reseller
UMKM bukannya tidak terimbas wabah yang telah memukul perekonomian dunia ini. Tetapi, para pelaku usaha mikro telah terlatih menghadapi tantangan.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Purbalingga terbukti mampu bertahan di tengah masa sulit pandemi Covid-19.
UMKM bukannya tidak terimbas wabah yang telah memukul perekonomian dunia ini. Tetapi, para pelaku usaha mikro telah terlatih menghadapi berbagai tantangan ekonomi.
Dengan kata lain, dalam diri mereka, telah tertanam karakter positif yang umum dimiliki wirausaha. Di antaranya, ulet dan pantang menyerah.
Jiwa enterpreneurship ini lah yang membuat para pelaku usaha mikro mampu keluar dari ujian berat pandemi.
Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Pemerintah Kabupaten Purbalingga Adi Purwanto mengatakan, seperti halnya sektor lain, para pelaku usaha di Purbalingga pun ikut terimbas pandemi Covid-19. Tetapi sejauh mana dampak Covid 19 itu, sangat tergantung dari jenis usahanya.
"Ada yang omsetnya turun, ada yang stabil, tapi ada yang meningkat," katanya, Rabu (14/10/2020).
Baca juga: Hore, BLT bagi 18.766 Pelaku UMKM di Purbalingga Mulai Cair
Baca juga: 4.651 UMKM di Batang Sudah Terima BLT Banpres Rp 2,4 Juta
Baca juga: Pemkab Banyumas Dorong UMKM Urus Izin PIRT Agar Mudah Dapat Kredit dan Perluas Pasar
Menariknya, saat banyak usaha yang terpuruk, ada bidang usaha tertentu yang justru mengalami kenaikan omset di masa pandemi.
Adi mencontohkan, industri sapu glagah yang justru semakin gemilang. Permintaan sapu glagah Purbalingga melonjak di tengah masa sulit pandemi.
Bidang usaha lain yang relatif stabil hingga meningkat permintaannya adalah bisnis kuliner atau jajanan tradisional, serta konveksi.
Meskipun, ada pula pelaku bisnis kuliner atau konveksi yang omsetnya menurun.
Adapun usaha yang terpukul atau menurun omsetnya di antaranya industri knalpot, stik es krim, batik, dan kerajinan hiasan.
"Kalau dirata-rata, yang stabil itu kuliner, jajanan tradisional. Kalau untuk cafe atau restoran, turun," katanya.
Meski sebagian pelaku usaha terpuruk hingga aset mereka tergerus, ia meyakinkan, usaha mereka tak sampai gulung tikar.
Baca juga: Menyusut 882 Nama dari DPS, KPU Purbalingga Tetapkan 743.546 Nama dalam DPT untuk Pilkada 2020
Baca juga: Bagaimana Pasien Covid-19 Menggunakan Hak Pilih di Pilwakot Semarang? Begini Penjelasan KPU
Baca juga: 2 Warga Positif Covid-19 di Brebes Meninggal setelah Memaksa Pulang dari Perawatan Rumah Sakit
Ini lantaran pelaku usaha mikro memiliki pertahanan hidup (survival) yang cukup bisa diandalkan. Saat usaha pokok terpuruk, mereka secara cepat bisa beradaptasi dengan situasi pandemi.
Sebagian pelaku usaha mikro berusaha mencari peluang usaha lain yang cocok dikembangkan saat situasi pandemi. Mereka melakulan diversifikasi atau penganekaragaman produk yang lalu dijual di pasaran. Baik itu produk karya sendiri atau kulakan dari produsen lain (reseller).
"Misal, yang tadinya jualan batik, karena lagi turun, ikut menjualkan produk teman-temannya. Karena mereka sudah biasa jualan," katanya. (*)