Berita Purbalingga
Mengenang Masa Kejayaan Pabrik Tembakau di Purbalingga, Upah Karyawan GMIT Lebihi Gaji PNS
Satu di antara pabrik yang pernah mengolah tembakau dan berjaya saat itu adalah PT Gading Mas Indonesian Tobbaco (GMIT) dan kini jadi kenangan.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Kabupaten Purbalingga menyimpan sejarah industri tembakau di Indonesia.
Tembakau di kabupaten yang terletak di kaki Gunung Slamet itu pernah berjaya.
Hasil tembakaunya bahkan pernah dikirim ke berbagai negara di Eropa.
Satu di antara pabrik yang pernah mengolah tembakau dan berjaya saat itu adalah PT Gading Mas Indonesian Tobbaco (GMIT).
• Bupati Purbalingga: BPD Harus Lebih Cermati Dana Desa, Rawan Risiko Penyelewengan
• Silakan Warga Lapor Jika Terjadi Pelanggaran Pilkada, Bawaslu Purbalingga Buka 258 Posko Pengaduan
• Perda RTRW Purbalingga Ditarget Selesai Akhir Juli, Pekerjaan Lain DPUPR Sudah Clear
• Pak RT Minta Pemkab Purbalingga Alihkan Haknya untuk Keluarga Atun: Rumahnya Lebih Layak Dibedah
Pabrik itu terletak di tengah perkotaan di Purbalingga, atau tepatnya di Kandanggampang yang saat ini menjadi pabrik rambut palsu.
PT GMIT atau Gemit yang sering disebut masyarakat sekitar pabrik memperoduksi cerutu.
Bambang Sarwono (70) adalah satu di antara mantan karyawan yang pernah merasakan kejayaan GMIT.
Menurutnya, GMIT merupakan perusahaan nasionalisasi sekira 1963 silam.
Perusahaan tersebut merupakan hasil joint venture antara Belgia dan Indonesia.
"Kalau dari Indonesia yang mewakili nasionalisasi Ibnu Sutowo mantan Direktur PT Pertamina," tutur dia seusai peluncuran buku berjudul Tembakau.
Peluncuran buku itu digelar di Operation Room Graha Adiguna Kabupaten Purbalingga, Kamis (23/7/2020).
Menurutnya, cerutu racikan GIMT tersebut dipasarkan di Bremen Jerman.
Bahkan cerutu itu dipasarkan sejak zaman era kolonial dimana perusahaan masih bernama NV Tabak Export And Import Co.
"Ada tiga jenis tembakau yaitu Na-Oogst yang digunakan cerutu."
"Voor Oogst untuk rokok kretek, dan Virginia untuk rokok putih."
"Kalau GIMT pakainya NA-Oogst," tuturnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (23/7/2020).
Menurut dia, GMIT mendapatkan tembakau jenis NA-Oogst tersebut dari petani yang ada di wilayah Purbalingga.
Ada sekira 30 lokasi gudang pengeringan tembakau di Purbalingga yang merupakan milik GIMT.
"Gudang itu tempat menerima tembakau dari para petani," tutur dia.
• Air Curug Panyatan Purbalingga Tak Pernah Kering, Hanya Sempat Mati Suri Akibat Pandemi
• Pengusung Penantang Calon Petahana Bertambah, Partai Nasdem Usung Oji-Jeni di Pilbup Purbalingga
• Kemenag Purbalingga: Sembelih Hewan Kurban, Ini Panduannya, Sesuai Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020
• Demokrat Dukungan Adik Ipar Ganjar Pranowo, Partai Penantang Calon Petahana di Pilbup Purbalingga
Gaji Lebih Tinggi Dibandingkan PNS
Bambang menuturkan, dirinya menjadi pegawai GMIT sejak 1970 hingga 1981.
Terakhir jabatannya adalah kepala gudang afpak.
"Dahulu saya memilih tembakau kering, kemudian dipak dan dibawa ke Semarang untuk dikirim ke Bremen," tutur dia.
Menurut Bambang, semasa jaya, penghasilan GMIT lebih besar dibandingkan PNS.
Fasilitas yang disediakan perusahaan itu sangat banyak.
"Misal sepeda motor, entah itu milik perusahaan atau pribadi, kalau masuk garasi mesti pulangnya bensin penuh."
"Kesehatan juga ditanggung perusahaan, mau pakai dokter manapun langsung dibayar kasir," tutur dia.
Tidak hanya itu, Bambang menceritakan setiap panen tembakau, GMIT ramai didatangi perempuan.
Mereka melamar pekerjaan sebagai pemilih tembakau.
"Mereka memilih tembakau jumlahnya berjuta-juta," tuturnya.
Menurut dia, ada sekira 3000 wanita yang datang setiap kali panen tembakau.
Para wanita itu akan keluar kerja setiap seusai panen.
"Kalau panen mereka datang, kalau sudah selesai pada keluar."
"Jadi orang-orangnya itu saja," kata dia.

Tumbang Karena Regulasi
Menurut dia, GMIT resmi tutup pada 1981.
Hal menyebabkan kebangkrutan GMIT ketika keluarnya aturan pembatasan tenaga asing.
"Pembatasan itu bertahap awalnya hanya dijadikan direktur."
"Kemudian menyasar sampai bagian pemasaran tidak boleh orang asing," tutur dia.
Bambang, mengatakan akibat pembatasan tersebut menyebabkan hubungan bisnis antara GMIT dan Bremen tidak harmonis.
Pada akhirnya 1978, cerutu yang diekspor ke Bremen diretur ke perusahaannya.
"Mulai pengembalian dari 1978 hingga 1980."
"Selama tiga bulan kembalinya hingga 3 ribu bal."
"Padahal harga 1 bal kala itu setera mobil Mercy," tuturnya.
Ia menuturkan, kebangkrutan GMIT bukan karena produknya tidak laku.
Dirinya menyebut tumbangnya perusahaan tersebut dikarenakan regulasi pemerintah.
Sementara itu, Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Kabupaten Purbalingga, Yanuar Abidin menuturkan, perkebunan tembakau adalah satu di antara sektor yang merupakan tanaman asli Purbalingga.
Tembakau dibudidayakan oleh para leluhur di lereng Gunung Slamet.
Menurutnya, pada masanya tembakau Purbalingga dikenal dengan kualitas premium.
Tembakau tersebut dijadikan sebagai bahan pembungkus cerutu di pasar Eropa.

Sejak saat itulah, tembakau Purbalingga menjadi primadona dan menjadi latar belakang Belanda melakukan praktik kolonialismenya di Purbalingga.
"Bahkan Belanda sampai mendirikan pabrik tembakau di Purbalingga," tutur dia.
Dia mengatakan, masa keemasan tembakau Purbalingga bertahan hingga era PT GMIT pada 1981 yang bergerak di sektor ekspor daun tembakau produksi Purbalingga.
Meski, tembakau tidak lagi dibudidayakan untuk mencukupi komoditas ekspor, namun saat ini masih terjaga kelestariannya.
"Masih ada petani tembakau Purbalingga yang berada di sekitar Desa Serang dan Kutabawa Kecamatan Karangreja yang melestarikan perkebunan tembakau," tutur dia.
Dia mengatakan, saat ini tembakau Purbalingga terbatas hanya untuk mencukupi kebutuhan lokal dan diolah secara tradisional.
Selain itu, Purbalingga merupakan satu di antara daerah yang ditetapkan sebagai penghasil Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Setoran CHT dari Purbalingga memberikan andil 99 persen penghasilan cukai di Kantor Perwakilan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Purwokerto," tukasnya. (Rahdyan Trijoko Pamungkas)
• Cerita Kerinduan Hari Nur Yulianto, Nantikan Muhammad Yunus Merumput Lagi Bersama PSIS Semarang
• Tambah Daya Jadi 2.200 VA Cuma Bayar Rp 170.845, Ini Penjelasan Lengkap PLN
• Penyewa Ruko Pasar Sore Kota Tegal Diberi Waktu Hingga 26 Juli, Termasuk Lunasi Tunggakan 8 Tahun
• Ini Bahayanya Kalau Rentenir Sasar Masyarakat Pedesaan, Bachrudin Minta OJK Turun Tangan