Polemik Pembebastugasan Dosen Unnes

Babak Baru Polemik Pembebasan Tugas Dosen Unnes, Rektor Fathur Terima Tantangan Debat SHP

Babak Baru Polemik Pembebasan Tugas Dosen Unnes, Rektor Fathur Terima Tantangan Debat SHP

Istimewa Via Tribun Jateng
Beberapa meme dukungan terhadap dosen Unnes yang dibebastugaskan sementara oleh Rektor Unnes, Jumat (14/2/2020). 

Alumni FH Unnes yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu, menyayangkan terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor Unnes terkait pembebastugasan Sucipto Hadi.

Terlebih, dalam SK tersebut Rektor Unnes menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai konsideran dikeluarkannya surat keputusan.

Menurut ahli Hukum Administrasi Negara (HAN) Unusia itu, PP tersebut dibuat tidak untuk menghakimi seseorang.

Putra Mahkota SBY Calon Kuat Ketua Umum Partai Demokrat, AHY Diklaim Dapat Dukung Mayoritas DPC

"Dalam PP tersebut ada bab yang memuat klarifikasi. Jika klarifikasi belum diadakan, namun Surat Keputusan (SK) sudah keluar, maka memberikan tanda, pejabat yang bersangkutan memang sengaja hanya mencari-cari kesalahan."

"Jika sebuah beschikking (SK) diniati untuk menghantam seseorang tanpa ada dasar yang bersumber dari klarifikasi, SK tersebut batal demi hukum," ungkap Said kepada Tribunjateng.com, Minggu (16/2/2020).

Menurut penulis buku Asas-Asas Hukum Administrasi Negara itu, hukum itu asasnya equality before the law.

Said menuturkan, harus ada keseimbangan, tidak boleh sepihak, klarifikasi adalah tempat Dr Sucipto Hadi Purnomo melakukan pembelaan diri.

"Jika ini diteruskan, Rektor atau pejabat yang terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat administratur."

Karen Pooroe Mantapkan Hati Dampingi Proses Hukum dan Otopsi Jenazah Demi Putrinya

"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."

"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tuturnya.

Said menyampaikan, proses pemberian sanksi itu tidak boleh serta merta diniati untuk memecat.

Tidak boleh pula mengatakan orang itu bersalah atau tidak, karena asas praduga tidak bersalah harus ditegakkan.

"Klarifikasi dari pihak yang bersangkutan perlu, kemudian dituangkan dalam berita acara."

"Nah, berita acara inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat beschikking (SK)."

"Jika dilihat dari kronologi dan konsideran dalam SK, tidak ada sama sekali sumber dari berita acara."

"Padahal pejabat kampus juga harus menerapkan asas umum pemerintahan yang baik dalam setiap tindakan," tandas Said.

Kisah Pilu Keluarga Sutradara Film di China, Satu Per Satu Direnggut Wabah Corona

Rektor Unnes Berlebihan

Di sisi lain, tanggapan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr Herlambang P Wiratraman.

Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KKAI) itu, menilai Rektor Unnes terkesan berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang.

"Rektor Unnes terkesan terlalu berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang, apalagi dari ‘kalimat tanyanya’ membuat pembaca bertanya."

"Bagi saya itu ekspresi kritik reflektif atas situasi tertentu berbasis persepsi penulis," ungkap Herlambang kepada Tribunjateng.com, Sabtu (15/2/2020).

Kisah Keluarga Korban Helikopter MI-17 TNI AD, Putri Sulung Mimpi Ayah Pulang Saat Heli Hilang

Menurut Herlambang, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, apakah ada proses internal universitas, menanyakan atau mengklarifikasi atau bahkan menyidangkan yang bersangkutan dalam sidang etik?

Proses atau mekanisme itu diperlukan untuk memahami lebih dalam maksud dan tujuannya.

Kedua, langkah hukum pembebastugasan mengganggu aktivitas akademik.

Sehingga jelas melanggar kebebasan akademik, khususnya setiap individual dosen untuk mengekspresikan kritiknya, yang sebenarnya dijamin konstitusi.

Yakni UU 39/1999 tentang HAM dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Ketiga, ini cerminan pembatasan hak dan kebebasan tanpa standar hukum yang baik.

Apakah dalam pembebastugasan telah menggunakan standar hukum HAM internasional, khususnya pembatasan dalam Pasal 19 Ayat 3 ICCPR dan Prinsip Siracusa?

"Hemat saya, jauh dari perspektif itu." tutur Peneliti Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Universitas Airlangga itu.

Firasat Ayah Korban Tenggelam di Nusakambangan, Khawatir saat Dipamiti - Kembaran Pecahkan Piring

Karena Jadi Bagian Time EKA

Anggota Tim EKA Kemendikbud, Prof Engkus Kuswarno, menilai pembebastugasan Sucipto tak lepas dari posisisi mantan kepala humas Unnes itu dari anggota Tim EKA.

Dalam pemeriksaan Sucipto oleh Tim Pemeriksa Unnes, ada satu poin yang disorot dan dipermasalahkannya, yakni keterlibatan Sucipto sebagai Tim EKA.

Karena sebagai Tim EKA, yang bersangkutan mendapatkan tugas khusus dan resmi dari Kementerian.

Dia mempertanyakan apa sebenarnya yang dipermasalahkan dari mantan Kepala Humas Unnes itu, sehingga harus dibebastugaskan.

"Saya justru mempertanyakan apanya yang dipermasalahkan?

Sebagai anggota Tim EKA, itu penugasannya resmi dari Kementerian yang notabene atasan Rektor atau pimpinan Unnes," ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu, pada Sabtu (15/02/2020).

Wawancara Khusus dengan Sucipto Hadi, Dosen Unnes yang Dibebastugaskan oleh Rektor

Liverpool vs Atletico Madrid 1-0, Meski Kalah Van Dijk Tak Menyerah: Masih Ada 90 Menit di Anfield

UPDATE: Korban Tewas Virus Corona di China Capai 2.000 Orang

Prview UEFA Champion League: Tottenham vs Leipzig, Duel Nahkoda Beda Generasi - Beda Gaya

Berkait Postingan Facebook

Sebelumnya, perihal pembebastugasan Sucipt Hadi Purnomo, Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp, meminta awak media untuk menghubungi Kepala Humas.

"Hubungi Kahumas," tulis Fathur dalam pesan singkat yang ditujukan kepada Tribunjateng.com, Jumat (14/2/2020).

Kepala Humas Unnes, Muhamad Burhanudin membenarkan apabila ada seorang dosen Unnes dibebastugaskan sementara.

Pembebasantugas tersebut lebih berkait postingan yang diduga berisi penghinaan  terhadap Presiden Joko Widodo dan ujaran kebencian di media sosial Facebook pribadi.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini kutipan lengkap berkait hal tersebut:

Unnes Tegas Terhadap Unggahan yang Berpotensi Menghina Simbol NKRI dan Kepala Negara

Seorang dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) berinisial SP telah dibebastugaskan sementara dari jabatan dosen karena mengunggah postingan yang diduga berpotensi berisi penghinaan terhadap Presiden RI dan ujaran kebencian di media sosial facebook pribadinya.

Unnes melakukan pemeriksaan terhadap dosen tersebut berdasarkan surat permintaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18211/A3.2/KP/2020 per 23 Januari 2020.

Karena sedang menjalani pemeriksaan, dosen tersebut dibebastugaskan sementara dari jabatan dosen mulai 12 Februari 2019 sampai turunnya keputusan tetap.

Melalui Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020, dosen tersebut dibebaskan sementara dari tugas jabatan dosen untuk menjalani pemeriksaan yang lebih intensif.

Rektor Unnes menyampaikan kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap simbol NKRI dan Kepala Negara.

Pasal 218 Ayat 1 RKHUP, disebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenakan dipidana.

Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar UU RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Unnes melalui tugas pokoknya tridharma perguruan tinggi memiliki peran dalam meneguhkan peradaban bangsa Indonesia."

"Sebagai Perguruan Tinggi Negeri, Unnes memiliki kewajiban untuk menjaga NKRI dan Presiden sebagai simbol Negara."

"Jadi kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradap,” ujar Prof Dr Fathur Rokhman.  (kan/kps)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved