Polemik Pembebastugasan Dosen Unnes
Babak Baru Polemik Pembebasan Tugas Dosen Unnes, Rektor Fathur Terima Tantangan Debat SHP
Babak Baru Polemik Pembebasan Tugas Dosen Unnes, Rektor Fathur Terima Tantangan Debat SHP
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: yayan isro roziki
Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman: Kalau soal debat saya terbuka saja karena saya memang senang keilmuan. Kalau itu inisiatif dari dosen, ya mangga (silakan) saja digelar.
Sucipto Hadi (Dosen Unnes yang dibebastugaskan): Sejak awal saya memang menantang Rektor Unnes debat terbuka. Saya siap. Mari kita beberkan apa yang membelit dari kita masing-masing. Saatnya kita bersembunyi di tempat yang terang.
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Polemik pembebastugasan Sucipto Hadi Purnomo aka SHP dari profesinya sebagai dosen Universitas Negeri Semrang (Unnes) terus menggelinding.
Oleh Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman, SHP dibebastugaskan lantaran dinilai membuat postingan yang mengandung unsur hinaan terhadap simbol negara dan Kepala Negara, Joko 'Jokowi' Widodo.
Merasa ada yang janggal dengan pelbagai hal soal pembebastugasan dirinya sebagai dosen, SHP pun menantang sang Rektor untuk debat terbuka.
Gayung bersambut, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Dr Fathur Rokhman, menerima tantangan debat terbuka dari dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Dr Sucipto Hadi Purnomo.
• Soal Pembebastugasan Dosen Unnes, Akademisi Ubhara: Mengorbankan Kampus Tempat Suci Berpikir Kritis
• Rancang Video Viral Rekayasa Tawuran, Dosen dan Mahasiswi Cantik di Jakarta Ditangkap Polisi
• Dor! Tembakan Senpi Polisi Bubarkan Keributan antara Sekelompok Ojol dan Debt Collector
• Kenangan Ashraf di Ultah ke-40, Ibunda Ungkap Persaannya: Dia Bahagia Nikah dengan si Cantik Bunga
Sucipto menantang Fathur untuk berdebat tentang unggahannya di media sosial faceook (fb), yang disebut sebagai penghinaan kepada kepala negara.
"Kalau soal debat saya terbuka saja karena saya memang senang keilmuan. Kalau itu inisiatif dari dosen, ya mangga (silakan) saja digelar," jelas Fathur, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (18/2).
Menurut Fathur, terkait debat atau diskusi di kampusnya sudah menjadi tradisi dalam mengkritisi suatu kajian ilmiah dengan melibatkan program studi, fakultas, lembaga penelitian dan universitas bahkan mahasiswa.
"Ini (diskusi) sudah hidup mentradisi di kampus kami, baik di tingkat prodi, fakultas, lembaga penelitian dan universitas bahkan mahasiswa," jelasnya.
• Kisah Kegigihan Mbah Marjo demi Berhaji ke Tanah Suci di Usia 84 Tahun, Jualan Kelor Saban Hari
Kendati demikian, Fathur berujar proses pemeriksaan terhadap terhadap Sucipto masih terus berlangsung.
"Setiap dosen diduga melakukan disiplin tingkat berat dapat mengklarifikasi dalam pemeriksaan. Hasil pemeriksaan terus kami laporkan ke KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara--Red) dan Kemendikbud," katanya.
Fathur menyampaikan, kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap simbol NKRI dan kepala negara.
"Kami komitmen membangun Unnes sebagai kampus merdeka dengan SDM unggul berkarakter, termasuk cerdas bermedia sosial tanpa hoaks dan hate speech," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Sucipto Hadi Purnomo, seorang dosen yang mengajar jurusan Bahasa dan Sastra Jawa ini telah dibebastugaskan dari jabatannya oleh Rektor Unnes, Rabu (12/2) lalu.
• Hasil Undian All England 2020: Wakil Indonesia Langsung Ketemu Lawan Berat, Marcus/Kevin Final Dini
Pihak kampus menyoroti postingan di akun Facebook miliknya yang dianggap menghina Presiden Jokowi.
Dalam postingan yang diunggah pada 10 Juni 2019, dua bulan setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Sucipto menulis, ''Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah Ini Efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?"
Menurut Sucipto, postingan tersebut tidak mempersoalkan apa pun, bahkan sebagai masyarakat akademik, dia mengajak Rektor Unnes untuk menggelar debat terbuka.
"Ini kan masyarakat akademik, kenapa tidak dibuat saja debat terbuka dengan menghadirkan ahli bahasa, ahli komunikasi dan ahli politik," ujarnya.
• Kisah Pilu Si Anak Emas Jennifer, Tertekan Terus Dituntut Berprestasi, Tembak Kedua Orangtuanya
Ketika dikonfirmasi, pada Selasa malam, Sucipto membenarkan adanya rencana debat terbuka tersebut.
"Sejak awal saya memang menantang Rektor Unnes debat terbuka. Saya siap. Mari kita beberkan apa yang membelit dari kita masing-masing. Saatnya kita bersembunyi di tempat yang terang," ungkapnya.
Sementara itu, berkait dengan debat terbuka tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) Unnes bersedia menjadi pihak penyelenggara.
"Pak Cip (Sucipto Hadi Purnomo--Red) sudah konfirmasi bisa. Pihak rektorat masih on process terkait hari. Kami merencanakan, debat bisa berlangsung, Kamis (20/2) pekan ini."
"Untuk bagaimana mekanisme debat masih dibahas teman-teman (BEM-KM)," ungkap Presiden BEM-KM Unnes, Muhmmad Fajar Ahsanul Hakim.
• Daftar 12 Paslon di Jateng yang Dapat Rekomendasi dari PDI-P, Bagaimana dengan Gibran?
Sejumlah pihak turut angkat bicara terkait polemik pembebastugasan SHP dari dosen oleh Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman.
SHP dibebastugaskan, karena sejumlah faktor. Antara lain dituding membuat postingan di akun facebook (Fb) pribadinya, yang bernada menghina simbol negara (Presiden RI Joko 'Jokowi' Widodo). Serta keterlibatannya dalam Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristek Dikti (kini Kemendikbud).
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Awaludin Marwan, turut serta prihatin terhadap peristiwa di dunia pendidikan tinggi, di mana ada seorang dosen yang dibebastugaskan sementara oleh Rektor karena diduga memposting kalimat sindiran kepada Presiden Joko Widodo.
Penulis buku Satjipto Rahardjo: Sebuah Biografi Intelektual & Pertarungan Tafsir terhadap Filsafat Hukum Progresif itu menyampaikan, kebebasan akademik adalah sesuatu hak sakral.
• Setelah Diminta Bantuan Masker oleh Warganya di Hongkong, Pemkab Cilacap Kirim 10.000 Masker
“Kebebasan akademik adalah hak sakral yang dimiliki seorang akademisi,” kata pria yang akrab dipanggil Luluk itu kepada Tribunjateng.com, Senin (17/2/2020) sore.
Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Awaludin Marwan, merupakan doktor ilmu hukum yang menempuh studi doktoral di Universitas Utrecht, Belanda. (Istimewa)
Bagi alumnus Fakultas Hukum Unnes itu, pembungkaman kebebasan akademik bisa mengorbankan kampus.
“Pembungkaman terhadap kebebasan akademik adalah mengorbankan kampus sebagai tempat suci berpikir kritis,” terang doktor ilmu hukum yang menempuh studi doktoral di Universitas Utrecht, Belanda itu.
• Tukang Ojek Pengkolan TOP, Waduh Tisna Bilang ke Warga Rawa Bebek, Ojak Sering ke Kontrakan Maya
Kantor Staf Presiden Nilai Itu Terlalu Dini
Sementara Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menilai mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pembebastugasan sementara itu terlalu dini.
Itu disampaikannya pula terkait pembebastugasan sementara dosen Unnes Dr Sucipto Hadi Purnomo.
Dimana SK tersebut dikeluarkan resmi oleh Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman pada 12 Januari 2020.
“Seharusnya yang bersangkutan diperiksa oleh pihak berwenang terkait statusnya di facebook."
"Bukan langsung dijatuhi sanksi pemberhentian sementara sebagai dosen,” kata Donny kepada Tribunjateng.com saat dihubungi melalui telepon, Minggu (16/2/2020) sore.
• Siswi SMA Hamil dengan Adiknya yang Masih SD lalu Buang Bayinya, Ini Pengakuan ke Ibunya
Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian. (DOKUMEN PRIBADI DONNY GAHRAL ADIAN)
Lebih lanjut dia menyampaikan, harusnya yang bersangkutan diperiksa pihak berwenang berdasarkan hukum yang berlaku.
“Jadi, yang bersangkutan harus dibuktikan dahulu apakah melakukan tindak pidana atau tidak."
"Nah, yang punya kewenangan itu adalah aparat penegak hukum melalui proses penyidikan dan penyelidikan sampai pada proses di pengadilan,” tuturnya.
Menurutnya, status facebook yang bersangkutan itu tidak bisa dijadikan dasar.
Hal itu karena belum dibuktikan apakah itu sebagai tindak pidana penghinaan atau tidak.
“Postingan facebook yang bersangkutan itu multitafsir. Jadi biar aparat penegak hukum yang mengusutnya,” terang Donny.
• Hanya Tinggal Bersama Cucu, Nenek di Wotbuwono Kebumen Meninggal di Sumur
Rektor Hanya Cari-cari Kesalahan
Ketua Umum (Ketum) Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Muhtar Said, turut angkat bicara terkait polemik pembebastugasan mantan kepala humas kampus tersebut, Dr Sucipto Hadi Purnomo, dari tugasnya sebagai dosen.
Alumni FH Unnes yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu, menyayangkan terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor Unnes terkait pembebastugasan Sucipto Hadi.
Terlebih, dalam SK tersebut Rektor Unnes menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai konsideran dikeluarkannya surat keputusan.
Menurut ahli Hukum Administrasi Negara (HAN) Unusia itu, PP tersebut dibuat tidak untuk menghakimi seseorang.
• Putra Mahkota SBY Calon Kuat Ketua Umum Partai Demokrat, AHY Diklaim Dapat Dukung Mayoritas DPC
"Dalam PP tersebut ada bab yang memuat klarifikasi. Jika klarifikasi belum diadakan, namun Surat Keputusan (SK) sudah keluar, maka memberikan tanda, pejabat yang bersangkutan memang sengaja hanya mencari-cari kesalahan."
"Jika sebuah beschikking (SK) diniati untuk menghantam seseorang tanpa ada dasar yang bersumber dari klarifikasi, SK tersebut batal demi hukum," ungkap Said kepada Tribunjateng.com, Minggu (16/2/2020).
Menurut penulis buku Asas-Asas Hukum Administrasi Negara itu, hukum itu asasnya equality before the law.
Said menuturkan, harus ada keseimbangan, tidak boleh sepihak, klarifikasi adalah tempat Dr Sucipto Hadi Purnomo melakukan pembelaan diri.
"Jika ini diteruskan, Rektor atau pejabat yang terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat administratur."
• Karen Pooroe Mantapkan Hati Dampingi Proses Hukum dan Otopsi Jenazah Demi Putrinya
"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."
"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tuturnya.
Said menyampaikan, proses pemberian sanksi itu tidak boleh serta merta diniati untuk memecat.
Tidak boleh pula mengatakan orang itu bersalah atau tidak, karena asas praduga tidak bersalah harus ditegakkan.
"Klarifikasi dari pihak yang bersangkutan perlu, kemudian dituangkan dalam berita acara."
"Nah, berita acara inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat beschikking (SK)."
"Jika dilihat dari kronologi dan konsideran dalam SK, tidak ada sama sekali sumber dari berita acara."
"Padahal pejabat kampus juga harus menerapkan asas umum pemerintahan yang baik dalam setiap tindakan," tandas Said.
• Kisah Pilu Keluarga Sutradara Film di China, Satu Per Satu Direnggut Wabah Corona
Rektor Unnes Berlebihan
Di sisi lain, tanggapan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr Herlambang P Wiratraman.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KKAI) itu, menilai Rektor Unnes terkesan berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang.
"Rektor Unnes terkesan terlalu berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang, apalagi dari ‘kalimat tanyanya’ membuat pembaca bertanya."
"Bagi saya itu ekspresi kritik reflektif atas situasi tertentu berbasis persepsi penulis," ungkap Herlambang kepada Tribunjateng.com, Sabtu (15/2/2020).
• Kisah Keluarga Korban Helikopter MI-17 TNI AD, Putri Sulung Mimpi Ayah Pulang Saat Heli Hilang
Menurut Herlambang, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, apakah ada proses internal universitas, menanyakan atau mengklarifikasi atau bahkan menyidangkan yang bersangkutan dalam sidang etik?
Proses atau mekanisme itu diperlukan untuk memahami lebih dalam maksud dan tujuannya.
Kedua, langkah hukum pembebastugasan mengganggu aktivitas akademik.
Sehingga jelas melanggar kebebasan akademik, khususnya setiap individual dosen untuk mengekspresikan kritiknya, yang sebenarnya dijamin konstitusi.
Yakni UU 39/1999 tentang HAM dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Ketiga, ini cerminan pembatasan hak dan kebebasan tanpa standar hukum yang baik.
Apakah dalam pembebastugasan telah menggunakan standar hukum HAM internasional, khususnya pembatasan dalam Pasal 19 Ayat 3 ICCPR dan Prinsip Siracusa?
"Hemat saya, jauh dari perspektif itu." tutur Peneliti Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Universitas Airlangga itu.
• Firasat Ayah Korban Tenggelam di Nusakambangan, Khawatir saat Dipamiti - Kembaran Pecahkan Piring
Karena Jadi Bagian Time EKA
Anggota Tim EKA Kemendikbud, Prof Engkus Kuswarno, menilai pembebastugasan Sucipto tak lepas dari posisisi mantan kepala humas Unnes itu dari anggota Tim EKA.
Dalam pemeriksaan Sucipto oleh Tim Pemeriksa Unnes, ada satu poin yang disorot dan dipermasalahkannya, yakni keterlibatan Sucipto sebagai Tim EKA.
Karena sebagai Tim EKA, yang bersangkutan mendapatkan tugas khusus dan resmi dari Kementerian.
Dia mempertanyakan apa sebenarnya yang dipermasalahkan dari mantan Kepala Humas Unnes itu, sehingga harus dibebastugaskan.
"Saya justru mempertanyakan apanya yang dipermasalahkan?
Sebagai anggota Tim EKA, itu penugasannya resmi dari Kementerian yang notabene atasan Rektor atau pimpinan Unnes," ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu, pada Sabtu (15/02/2020).
• Wawancara Khusus dengan Sucipto Hadi, Dosen Unnes yang Dibebastugaskan oleh Rektor
• Liverpool vs Atletico Madrid 1-0, Meski Kalah Van Dijk Tak Menyerah: Masih Ada 90 Menit di Anfield
• UPDATE: Korban Tewas Virus Corona di China Capai 2.000 Orang
• Prview UEFA Champion League: Tottenham vs Leipzig, Duel Nahkoda Beda Generasi - Beda Gaya
Berkait Postingan Facebook
Sebelumnya, perihal pembebastugasan Sucipt Hadi Purnomo, Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp, meminta awak media untuk menghubungi Kepala Humas.
"Hubungi Kahumas," tulis Fathur dalam pesan singkat yang ditujukan kepada Tribunjateng.com, Jumat (14/2/2020).
Kepala Humas Unnes, Muhamad Burhanudin membenarkan apabila ada seorang dosen Unnes dibebastugaskan sementara.
Pembebasantugas tersebut lebih berkait postingan yang diduga berisi penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo dan ujaran kebencian di media sosial Facebook pribadi.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini kutipan lengkap berkait hal tersebut:
Unnes Tegas Terhadap Unggahan yang Berpotensi Menghina Simbol NKRI dan Kepala Negara
Seorang dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) berinisial SP telah dibebastugaskan sementara dari jabatan dosen karena mengunggah postingan yang diduga berpotensi berisi penghinaan terhadap Presiden RI dan ujaran kebencian di media sosial facebook pribadinya.
Unnes melakukan pemeriksaan terhadap dosen tersebut berdasarkan surat permintaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18211/A3.2/KP/2020 per 23 Januari 2020.
Karena sedang menjalani pemeriksaan, dosen tersebut dibebastugaskan sementara dari jabatan dosen mulai 12 Februari 2019 sampai turunnya keputusan tetap.
Melalui Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020, dosen tersebut dibebaskan sementara dari tugas jabatan dosen untuk menjalani pemeriksaan yang lebih intensif.
Rektor Unnes menyampaikan kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap simbol NKRI dan Kepala Negara.
Pasal 218 Ayat 1 RKHUP, disebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenakan dipidana.
Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar UU RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Unnes melalui tugas pokoknya tridharma perguruan tinggi memiliki peran dalam meneguhkan peradaban bangsa Indonesia."
"Sebagai Perguruan Tinggi Negeri, Unnes memiliki kewajiban untuk menjaga NKRI dan Presiden sebagai simbol Negara."
"Jadi kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradap,” ujar Prof Dr Fathur Rokhman. (kan/kps)