Banyumas

Fakta Baru Dapur MBG Banyumas: Masak Sejak Dini Hari, Pakai Ruko Tak Layak

Di balik niat baik program MBG, terungkap fakta miris: banyak dapur beroperasi di ruko tak layak dan memasak sejak dini hari, mengancam mutu makanan.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
EVALUASI MBG DI BANYUMAS. Suasana Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Program MBG bersama Tim Pemantauan Sekretariat Negara di Purwokerto, Kamis (16/10/2025). Rapat tersebut mengungkap sejumlah persoalan keamanan pangan di dapur MBG, mulai dari waktu memasak yang terlalu lama hingga penggunaan bangunan yang tidak standar. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Di balik niat baik untuk menyediakan asupan bergizi bagi ribuan anak sekolah di Banyumas, tersimpan sebuah fakta miris yang kini menjadi pertaruhan besar bagi keamanan pangan.

Sejumlah dapur darurat yang didirikan di rumah-rumah warga hingga rumah toko (ruko), ditemukan beroperasi di bawah standar kelayakan.

Kondisi mengkhawatirkan ini dibongkar langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, dr. Dani Esti Novia, dalam sebuah rapat koordinasi krusial bersama Tim Pemantauan dari Sekretariat Negara, Kamis (16/10/2025).

Baca juga: Juru Masak MBG Kini Wajib Kantongi Sertifikat, Ratusan Orang Diuji di Purwokerto

Ia tak menutupi kegelisahannya setelah melihat langsung kondisi di lapangan.

"Ini perlu penataan ulang. SPPG harus segera melengkapi sarana dan prasarana agar keamanan pangan bisa terjamin," tegas Dani.

Masak Sejak Dini Hari

Temuan yang paling mengkhawatirkan, menurut Dani, adalah soal rentang waktu antara proses memasak dengan distribusi makanan ke sekolah.

Jeda yang terlalu panjang ini berisiko besar menurunkan kualitas dan keamanan gizi yang seharusnya diterima para siswa.

"Kebanyakan masih memasak sejak pukul 01.00 WIB. Waktu memasak yang terlalu lama berisiko menurunkan mutu makanan," katanya.

Persoalan ini diperparah dengan kondisi fisik dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang banyak di antaranya tidak dirancang khusus untuk produksi massal.

Alur pengolahan yang tidak tertata rapi di dalam ruko atau rumah tinggal meningkatkan risiko kontaminasi silang, yang menjadi ganjalan utama untuk mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Hanya Satu Berizin Higienis

Fakta yang lebih mengejutkan lagi adalah soal legalitas.

Dalam rapat evaluasi sebelumnya, terungkap bahwa dari 64 SPPG yang saat itu beroperasi, baru satu yang mengantongi SLHS.

Kini, dengan jumlah dapur yang membengkak menjadi 80, masalah ini menjadi semakin genting.

Menyikapi hal ini, Dani mengaku pihaknya telah bergerak cepat.

"Kami juga sudah berkoordinasi dengan Forkompincam agar setiap SPPG melengkapi syarat administrasi dan teknis, termasuk sertifikasi penjamah dan pengolah pangan, serta memastikan peralatan dan alat masak memenuhi standar," ujarnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved